Kediaman yang ia pikir sepi ternyata tak seperti kelihatannya, Ian sontak membelakakan mata. Bagaimana tidak, ketika menginjakkan kaki di ruang tamu, lelaki itu langsung disambut dengan kehadiran dua sejoli yang mesem sendiri sambil menatapnya jail. Jujur saja, perasaannya mendadak tidak enak.
"Lo berdua kenapa, dah? Stres? Pake senyum-senyum nggak jelas segala," komentar Ian.
Belum juga ada balasan, Ian berniat menanyakan niat keduanya. "Mau ngapain, sih, hah, malem-malem gini ke rumah gue? Ian menyilangkan tangannya di depan dada, mengintimidasi. "Rencana main ke rumah gue, kan, besok. Terus ..., ini sekarang maksudnya apa?"
"Eits, santai, Bos! Duduk dulu, duduk dulu," Bima merangkul pundak Ian, lantas menggiringnya untuk duduk di sofa.
Setelah Ian berhasil 'dijinakkan', Bima baru mau menyampaikan tujuannya. Dimulai dengan dehaman, lelaki itu bersiap mengambil ancang-ancang untuk bercerita. "Jadi, gini, Ian. Tadinya niat gue sama Sofi dateng ke sini, tuh, buat mastiin keadaan lo." Berkata jujur, Bima dan Sofi memang sengaja menyambangi rumah sahabatnya itu karena khawatir.
"Eh, nggak taunya, cuma ada Bi Ajeng di sini," lanjutnya menerangkan.
Jangan heran, Bi Ajeng—selaku asisten rumah tangga—sudah hafal betul tentang daftar teman dekat yang sering berkunjung ke rumah tuan mudanya. Jadi, ketika Ian tak berada di tempat sekalipun, Bi Ajeng tak akan ragu membukakan pintu. Lagi pula, Ian juga pernah memberikan titah untuk langsung mempersilakan masuk jika orang yang bertamu memanglah sahabatnya.
Melihat Ian yang serius mendengarkan, Bima berniat meneruskan cerita. "Awalnya, gue kaget, tuh. Gue kira lo ke mana, gitu, kan? Eh, ternyata ... diem-diem malah nyari kesempatan. Pinter juga lo, Ian."
Refleks memundurkan wajahnya—tidak paham, Ian lekas menuntut penjelasan. "Hah? Nyari kesempatan apa? Ngomong, tuh, jangan setengah-setengah, Bim."
Seperti biasa, Sofi yang tidak mau kekasihnya tersudutkan seorang diri pun mulai menjalankan tugas sebagai pendukung dengan sebaik mungkin. "Ya, maksudnya, sepengetahuan kita tadi, lo, tuh, bakal pulang setelah nganterin Tania pulang. Eh, tapi ujung-ujungnya malah betah di kontrakan Tania—ups!" Gadis itu sengaja menutup mulutnya, berpura-pura keceplosan.
Jangan tanya mengapa Sofi bisa mengetahuinya, mengingat ia mendapatkan informasi dari sumber yang paling terpercaya. Ya, ketika mereka tak menemukan Ian di rumahnya, Sofi langsung berinisiatif menghubungi Tania karena terakhir kali Ian memang sedang bersama sahabatnya itu.
"Iya, Ian ada di sini, Fi ..., lagi tidur. Tadinya mau aku bangunin, tapi kasian, kayaknya dia kecapekan."
"Eh, asal lo berdua tau, ya," peringat Ian, "gue nggak sengaja ketiduran di kontrakannya Tania."
"Tolong digarisbawahi ..., NGGAK SENGAJA," tambahnya menegaskan.
Bima menghadiahi Ian tatapan menyelidik. "Oke ..., tapi lo nggak macem-macem sama Tania, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...