🪐 03 • Terciduk 🪐

173 30 0
                                    

Dua kursi kosong sejajar berwarna putih berada tepat di hadapan Ian dan Bima, Sofi—secara otomatis—pasti memilih tempat yang menghadap ke arah sang kekasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua kursi kosong sejajar berwarna putih berada tepat di hadapan Ian dan Bima, Sofi—secara otomatis—pasti memilih tempat yang menghadap ke arah sang kekasih. Namun, menyadari Tania yang sedari tadi masih berdiri di belakangnya, gadis itu berinisiatif bergeser agar keberadaan Tania sepenuhnya terekspos.

Berniat menunggu sampai sahabatnya itu yang lebih dahulu mendaratkan bokongnya, Sofi berusaha meyakinkan. "Duduk aja, Tan, nggak papa."

Empat pasang mata tertuju padanya, Tania sedikit membungkuk, bermaksud meminta izin untuk duduk. "Permisi," ucapnya pelan. Tak ingin terlalu lama menjadi pusat perhatian, Tania lekas menarik kursi meski gerakannya penuh dengan keraguan. Jujur saja, aura di meja berbentuk persegi panjang ini cukup mencekam. Apalagi, semua penghuninya adalah lelaki, kecuali dirinya dan Sofi.

Setelah memastikan Tania duduk dengan nyaman, Sofi baru mau mengambil posisi duduk yang sudah ditandainya sejak awal. Beralih menatap Bima yang melontarkan senyuman menggoda, gadis itu jadi teringat untuk memberikan hukuman.

"Astagadragon!" Telinga kanannya dihadiahi jeweran, Bima sontak mengaduh. "Sakit, Sofi," keluhnya.

"Biarin, biar tau rasa! Makanya, jangan kepedean! Siapa suruh teriak-teriak gitu?" balas Sofi setengah menahan kesal dengan rona tipis di pipinya.

"Iya, deh, iya," ucap Bima sengaja mengalah, "tapi kamu kangen, kan, sama aku?"

Sebelum telinganya iritasi, Bobi sengaja berdeham untuk keamanan mentalnya sebagai duta jomlo Universitas Hariku (UH). "Kayaknya, Ruang Nyamuk beneran jadi the real ruang nyamuk, deh. Sekarang, gue paham, nih, kenapa mereka terinspirasi pake nama itu." Pantas saja dinamakan Ruang Nyamuk, mengingat bukti nyata sudah ada di depan mata.

"Kenapa, tuh?" pancing Bima.

"Ya, jelas, lah, untuk menampung orang-orang kayak gue! Sialan lo, Bim!" umpat Bobi. "Sana, sana, tempat lo berdua bukan di sini! Pindah aja sana, tuh, ke neraka!"

"Yeee, sirik aja lo, Mblo!" Bima meraih salah satu tangan Sofi yang terulur di atas meja, lantas menautkan jari jemari mereka demi memanas-manasi Bobi. "Makanya ..., buruan cari pacar biar bisa kayak gini." Lelaki yang sudah berstatus sebagai kekasih Sofi itu sengaja menunjukkan genggaman tangan mereka di depan para sahabat. Sementara, Sofi hanya bisa tersenyum malu kala mendapatkan perlakuan tersebut.

"Nggak liat, Bim ..., nggak liat!" dusta Bobi, tersulut emosi.

Mendengar kekehan Bima dan Sofi yang menggelegar, Bobi kembali mengungkapkan kekesalannya. "Ini kenapa lagi jadi gue yang duduk sendiri di sini? Berasa kepala keluarga aja." Ya, posisi Bobi yang berada di tengah terlihat sangat mencolok dibandingkan Ian, Bima, Tania, dan Sofi yang mengambil bagian sisi.

"Oh, sekarang dia udah berasa jadi ayah, Bim. Hai, Ayah," ledek Sofi.

"Halo, Ayah Bobi," tambah Bima, yang juga ikut-ikutan.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang