Sepasang sahabat karib menapakkan kaki di ruang pesta, keduanya tampil manis dengan pemilihan busana yang berbeda, sesuai gaya masing-masing. Lagi, tinggi tubuh mereka tampak sejajar akibat salah satu di antaranya memakai sepatu hak tinggi. Sama-sama membiarkan rambutnya tergerai, kedua gadis itu berjalan beriringan, sesekali berpegangan tangan ketika diharuskan menerobos kerumunan agar tak terpisah.
Gadis berambut hitam panjang tampak mengenakan kaus putih polos yang dipadukan dengan celana jin, tak lupa dengan tas selempang berwarna biru pirus yang tersampir di bahunya. Sedangkan, gadis berambut cokelat sebahu tampil lebih feminin dengan jumpsuit hitam, polesan mekap tipis, dan tas selempang berwarna dusty pink favoritnya.
"Orangnya banyak banget, Fi," komentar Tania, mulai merasa tidak nyaman.
Gadis dengan wajah tanpa riasan itu menatap waspada terhadap sekeliling. Entah bagaimana, dentuman musik yang keras membuat jantungnya seakan-akan ikut bergetar juga. Jujur, Tania salut karena semua orang yang ada di sini mau repot-repot berdesakan demi memeriahkan pesta walaupun bunyi yang berseliweran berpontensi membengkakkan telinga, ditambah tanpa adanya tempat duduk yang dijamin dapat berefek pada kaki pegal.
Jangan salah, bukannya Tania tidak suka jika ada seseorang yang merayakan hari istimewanya. Percayalah, kalau memang benar ada kenalannya yang berulang tahun, maka ia pun akan dengan senang hati memberikan ucapan selamat, lantas menyematkan namanya dalam doa yang dipanjatkan. Akan tetapi, untuk datang ke pesta? Rasanya asing.
Wajar, ini pertama kalinya Tania menghadiri pesta ulang tahun teman. Dan, itu pun hanya sebatas karena ia menghargai Teresa-seseorang yang belakangan ini pernah berbincang dengannya. Entah apa alasan Teresa mengundangnya, tetapi-seperti biasa-Tania segan untuk menolak. Katakan, apakah ia perlu mengambil kursus bahasa penolakan?
"Apa aku bilang tadi, hem? Aku, tuh, udah tau kamu nggak bakal suka ada di tempat ini," omel Sofi. "Lagian, memangnya ekspektasi kamu sama pesta itu gimana, sih, Tan? Namanya juga pesta, jadi nggak mungkin sepi kayak di kuburan." Gadis itu tertawa pelan.
"Jadi, gimana? Kamu mau pulang?" tawar Sofi, paham betul setidak suka apa Tania terhadap tempat ramai.
"Eh, maksudnya jangan gitu juga, Fi," sanggah Tania, "nggak sopan." Gadis itu beralih melirik ke arah kerumunan orang di depannya. Memejamkan matanya sesaat guna mengumpulkan keberanian, tiba-tiba ia teringat akan perkataan seseorang.
"Membiasakan diri bukan berarti memaksa lo buat suka. Lo ngerti maksud gue, kan?"
Menarik napas sejenak, Tania berusaha tenang. Gadis itu harus bisa menghadapi ini. Ya, mau sampai kapan ia terus berada di zona nyaman, sedangkan dunia menuntutnya untuk beradaptasi? Tak apa, Tania akan belajar. "Udah, nggak papa, Fi, aku bisa, kok." Tania tersenyum, meyakinkan Sofi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...