🪐 11 • Raja Romantis 🪐

107 14 0
                                    

Mengampaikan diri pada tembok gedung Fakultas Teknik, Ian berniat menunggu kepulangan Teresa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengampaikan diri pada tembok gedung Fakultas Teknik, Ian berniat menunggu kepulangan Teresa. Tidak mau penantiannya sia-sia, Ian harus memastikan dirinya 'memanah' dengan tepat. Percuma saja Ian berusaha mendekati Teresa sejak awal kalau hasilnya nanti hanya akan berujung penolakan.

Dalam sejarah, belum ada kata 'gagal' saat Ian meminta lawan jenisnya untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Jadi, untuk kandidat yang kali ini pun harus dipersiapkan secara matang. Sekali lirik, harus dapat! Itulah prinsip yang tertanam dalam hati sang pangeran kampus.

Namun, entah mengapa, Ian mendadak tertarik memandang ke depan, ke arah gerombolan mahasiswa yang sepertinya baru saja bubar kelas. Fokusnya terpecah, Ian refleks memandang ke arah barisan semut raksasa yang diduga sebagai mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) karena letak gedungnya yang memang berada tak jauh dari Fakultas Teknik.

Menegakkan tubuhnya, lelaki itu perlahan beranjak, mengamati lebih dekat lagi pemandangan yang sebenarnya bisa dikatakan lumrah tersebut. Tidak ada yang spesial, Ian masih tetap berdiri di sana, berharap setidaknya ada kejadian yang menghebohkan ataupun bersifat menghibur agar suasana hatinya membaik. Ya, mungkin mood adalah salah satu penyebab niat Ian untuk menghampiri Teresa menjadi setengah-setengah.

Namun, tiba-tiba saja matanya melebar tatkala seorang gadis berambut hitam panjang—dengan bobby pin yang menghiasi sisi kanannya—tampak berjalan santai, melewati beberapa gadis yang berjalan sedikit lebih lambat akibat terlalu larut dalam obrolannya. Telinga yang biasanya tertutup helaian rambut pun kini terekspos jelas.

Ya, gadis itu, gadis yang tak pernah ia temui lagi sejak sepekan lalu.  Keberadaannya sering tak terdeteksi, terkadang Ian menahan keinginannya untuk mencari tahu. Toh, bukan urusannya juga. Namun, kali ini Ian tak mengerti mengapa ia lebih memilih meninggalkan kawasan Fakultas Teknik demi mengejarnya. Tujuannya ke sini untuk menunggu Teresa, kan? Lantas, mengapa kakinya bergerak ke arah lain?

Menyingkirkan semua kebingungan di benaknya, saat ini Ian hanya ingin mengikuti hatinya. Tidak perlu buang-buang tenaga karena gadis yang sedang diikutinya pun tak berjalan terlalu cepat. Masih mengintai dengan tenang, Ian sendiri ragu perihal apa yang sedang ia lakukan. Baiklah, satu pertanyaan terabaikan, datanglah pertanyaan lain. Haruskah Ian memanggilnya? Percayalah, saat ini perang batin sedang terjadi.

Masalahnya, lelaki itu terlihat seperti orang yang tidak punya kerjaan. Bayangkan saja, dari tadi Ian masih betah memandangi seorang gadis yang berjalan dengan posisi membelakanginya tanpa ada niatan untuk menyapa. Mereka sudah saling mengenal, kan? Jadi, mengapa harus ragu lagi? Panggil ..., nggak ..., panggil ..., nggak ..., ah, bodo amat, lah! ucap Ian dalam hati.

"Tania!" seru Ian pada akhirnya.

Sementara Tania menoleh, Ian  berjalan mendekat ke arahnya. Tersenyum, gadis dengan baju batik berwarna cokelat itu pun berniat membalas sapaan. "Eh, Ian? Hai."

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang