"Taniaaa!" pekik Sofi ketika mendapati kedua temannya yang sedang asyik bercengkerama di taman belakang. Berlari kecil, gadis itu buru-buru menghampiri sosok yang sedari tadi dicarinya. "Huh, akhirnya ketemu juga! Kamu ke mana aja, sih, Tan? Dari tadi aku nungguin kamu, loh. Pas dicari—eh, ternyata ada di sini."
Memicing curiga pada Ian, Sofi mulai berspekulasi. "Pasti kamu langsung diculik sama si ketoprak ini, kan?!" Gadis itu beralih mengejek satu-satunya lelaki di antara mereka. "Memang dasar buaya darat lo, Ian!"
"Yeee, dateng-dateng ngegas. Heh, Gorong-Gorong, gue kasih tau, ya ..., justru lo itu yang ganggu gue sama Tania. Orang kita lagi enak-enak ngobrol, kok," balas Ian, membela diri.
"Udah, udah, jangan pada berantem," sela Tania, menengahi. Jika dibiarkan, maka bisa jadi perdebatan tersebut tak kunjung usai. Berniat mengetahui alasan kedatangan Sofi, Tania pun sontak bertanya. "Jadi, kenapa kamu nyari aku, Fi?"
Merasa diingatkan kembali, raut wajah Sofi berubah panik. "Tan, pokoknya kamu harus bantuin aku! Ayo, ikut aku sekarang." Sofi lekas menarik tangan Tania.
Namun, sayang, Ian yang cepat merespons itu menahan lengan Tania yang satu lagi, mencegah Sofi membawanya pergi. "Eh, eh, eh, bentar dulu! Jangan main bawa-bawa aja, dong. Tania, kan, punya gue."
Terkejut, dua gadis yang berada di hadapannya melebarkan mata secara bersamaan akibat Ian yang tiba-tiba mengeklaim sepihak. Segera menyadari kebodohannya itu, sang lelaki refleks melepas tangan Tania, lantas buru-buru meralat ucapannya. "Ehmm, maksud gue ..., Tania, kan, p-punya urusan sama gue. Tuh, kan, jadi salah ngomong. Iya, bener, tadi kita lagi seru-serunya cerita." Aktingnya sukses, baik Sofi maupun Tania tampak percaya. Harus diakui, teori lidah 'terpeleset' memang yang terbaik.
Tak ayal, Sofi pun berdecak kesal menanggapinya. "Aduh, lupain dulu, deh, cerita-cerita ataupun obrolan kalian itu. Sekarang ada hal yang lebih penting!" Tanpa pikir panjang, Sofi kembali menuntun Tania menuju tempat tujuannya.
"Woi, tungguin gue!" Tak ayal, Ian menggeleng melihat perlakuan Sofi yang keburu membawa Tania menjauh darinya. Hebat, baru kali ini ada tuan rumah yang tidak dianggap, bahkan sampai ditinggal sendirian oleh tamunya!
Tanpa pikir panjang, Ian lekas berlari untuk menyusul keduanya. Melewati beberapa ruangan sebelum akhirnya menapaki ruang tamu, sayup-sayup ia mendengar kegaduhan. Tak ayal, Ian langsung menghampiri, ikut bergabung guna mendengar ada kejadian apa sampai Sofi harus memboyong Tania ke sini.
"Nih, Bim, aku udah bawa orang yang kamu mau!" Sofi tersenyum penuh percaya diri.
Sementara, Bima? Lelaki itu mengerutkan dahi, merasa heran. "Hah? Yang bener aja, Fi? Jadi, maksud kamu, orang yang mau nantang aku itu ... Tania?" ucapnya tak percaya.
"Yap, bener banget! Kenapa? Kamu takut, ya?" ledek Sofi.
"Eh, bentar dulu, deh, ini sebenernya ada apa, ya? Ada yang bisa jelasin ke gue?" tanya Tania bingung.
"Tenang, Sayang, biar gue yang jelasin." Bobi memamerkan senyum kemenangannya pada Ian, sengaja memanas-manasi sahabatnya itu. Dan, ternyata? Aksinya berhasil, terbukti dari reaksi Ian yang langsung memelototinya.
Dimulai dengan dehaman, Bobi lantas mengawali cerita. "Jadi, gini, Tan ..., tadi, kan, Bima sama Sofi lagi pada main PS. Nah, tapi tiba-tiba mereka, tuh, sok ngide mau bikin challenge. Katanya, siapa yang menang, boleh posting foto aib pasangan mereka di media sosial dan ... khusus buat di Instagram, foto itu nggak boleh dihapus selama 3 bulan."
"Terus, akhirnya si Sofi kalah, nih. Tapi, untungnya ..., Bima mau kasih dia satu kesempatan lagi. Ya, anggap, lah, pertandingan tadi, tuh, nggak dihitung. Jadi, kalau Sofi berhasil bawa orang yang bisa ngalahin Bima, Sofi boleh langsung posting foto aibnya Bima ..., gitu," sambungnya.
Puas dengan pembeberan Bobi, Sofi merasa tak perlu lagi menambahkan sehingga ia lebih fokus membicarakan inti permasalahan. "Iya, Tan, kamu harus bantuin aku." Nada manja khasnya mulai terdengar, Sofi sungguh memerlukan bantuan. "Aaa, aku nggak mau foto aib aku di-posting sama Bima. Tolongin aku, ya, Tan. Please ...."
Tersenyum kikuk, Tania bermaksud memastikan. "Jadi, maksud kamu, aku harus ngalahin Bima main PS ..., gitu?"
Mendapat anggukan pasti dari Sofi, Tania spontan menolak. "Kamu nggak salah, Fi? Terakhir kali aku main PS udah lima tahun lalu, loh. Yang bener aja. Nggak, ah, aku nggak bisa."
"Wah, lo ... beneran bisa main PS, Tan?" tanya Ian, menginterupsi. Awalnya, Ian hanya menganggap perkataan Sofi sebagai gurauan. Namun, setelah mendengar pernyataan langsung dari mulut Tania, ia jadi tertarik.
"Iya, tapi itu dulu," balas Tania seadanya.
"Wuh, jangan salah, Ian! Tania itu pemain PS terbaik zaman SMP dulu," ucap Sofi, bersemangat memberitahu. Setelahnya, gadis itu kembali memohon pada sang sahabat. "Ayo, lah, Tan, bantuin aku, ya."
"Gas aja, Tan! Gue jadi penasaran pengen liat lo main. Mana tau aja si Ian bisa cepet sadar kalau skill dia, tuh, nggak ada apa-apanya," tambah Bobi, memberikan dukungan sekaligus menyindir Ian.
"Heh, yang harusnya udah kebantai dari tadi mending diem aja, deh," celetuk Ian ketika namanya disebut.
"Halah, gaya lo, Ian! Malahan tadi gue yang hampir menang ngelawan lo, kali. Darah lo tinggal sisa seujung kuku gue doang, tapi masih berani koar-koar," ejek Bobi.
"HOKI, tau nggak? HAMPIR menang bukan berarti udah menang," balas Ian dengan beberapa penekanan.
"Udah, udah, nggak usah didengerin, Tan. Skill dua orang ini memang ada di bawah Bima. Makanya, orang cupu debat sama orang cupu nggak akan pernah selesai. Ya, cupunya itu bisa dibilang seimbang, lah," sela Sofi. Ingin menampik, tetapi memang fakta, akhirnya Ian dan Bobi memilih bungkam.
"Jadi, nggak, nih, mainnya?" Bima yang bosan mendengar percakapan mereka pun bersuara.
Sontak saja, keempat orang lainnya menatap Tania bersamaan, menunggu jawaban gadis itu karena keputusan berada di tangannya. Tidak tahan karena seluruh pandangan terkunci padanya, akhirnya Tania pun terpaksa menyetujui. "Ya, udah, oke, tapi kalau kalah jangan nyalahin aku, ya."
"Yes! Aaaaa, makasih, Sahabatku! Tenang, aku percaya sama kamu," balas Sofi antusias.
Setelah sepakat, semua orang bersiap di posisi masing-masing, baik sebagai pemain maupun penonton. Mula-mula, kedua pemain dipersilakan memilih karakter andalan, sementara para penonton fokus memperhatikan. Hingga pada saat Tania sudah menentukan pilihan karakternya, Bobi refleks berkomentar. "Buset, ada karakter gue, tuh! Wah, selera kita sama, sih, Tan. Kayaknya kita jodoh, deh."
Entah kebetulan ataupun tidak, tetapi Tania memilih karakter favorit Bobi. Tentu saja, lelaki dengan sejuta tingkah itu langsung memanfaatkan kesempatan untuk mengetes Ian. Sekilas melirik ke arah Ian guna memantau reaksinya, Bobi terpaksa menahan tawa ketika melihat raut wajah sang sahabat yang seperti ingin mengajaknya berperang. Oh, jadi ternyata Tania, ya, Ian, batinnya senang.
Siapa yang suka nyimpen foto aib temen? Ayo ngaku!😂
Jangan lupa vote dan komen, guys!❤️
Dipublikasikan : 3 Oktober 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...