Sepatu hitam-putih bercorak koran berhenti menapaki kawasan FSRD akibat sang pemilik yang sempat terheran-heran. Agak ragu, Bima sontak memicingkan mata kala mendapati sosok familier dengan kaus putih yang dipadukan dengan cardigan hitam itu. Ian? Mau ngapain dia di situ? Nyari cewek lagi? batinnya menebak.
Baiklah, seharusnya Bima tak memercayai seratus persen bahwa Ian memang sudah memusnahkan jiwa genitnya. Namanya juga kebiasaan, kan? Mungkin saja, penyakit playboy Ian sedang kumat sekarang. Andai Bima adalah seorang polisi, maka ia tak akan segan memborgol sang sahabat supaya ketenteraman para gadis terjamin.
Berjalan santai, Bima—tanpa basa-basi—langsung menyapa Ian ketika posisi mereka bersebelahan. "Woi, Ian!" Disadarinya raut terkejut dari sang sahabat ketika Bima tiba-tiba menampakkan diri.
"Ngapain lo di sini?" tanya Bima curiga. "Belum mau pulang? Katanya, kan, mau main di rumah lo. Gimana, sih? Jangan sampe nanti malah tamu yang dateng duluan daripada tuan rumahnya." Lelaki itu memperingatkan.
Aduh, sial, gue malah ketemu si naga lagi, batin Ian. Sudah menduga kalau lelaki jangkung itu pasti akan banyak bertanya, Ian sengaja membalikkan pertanyaannya. "Ya ..., lo sendiri juga kenapa belum pulang?"
"Gue?" Bima menunjuk dirinya sendiri. "Ya, jelas, lah, gue nungguin Sofi!Memangnya siapa lagi?"
"Oh, kirain aja lagi nungguin selingkuhan lo," balas Ian, asal bicara.
Tak ayal, Bima refleks memelototi sang pangeran kampus. "Astagadragon! Mulut lo minta disumpel, ya? Ngaca, woi, lo aja, kali, yang punya selingkuhan! Nggak usah ajak-ajak gue."
"Lah, kok gue? Jangan samain gue sama lo, ya. Sorry aja, gue, mah, setia," ujar Ian menyombongkan diri. Beruntung, perdebatan panjang tidak sampai terjadi karena ada sebuah panggilan dari arah lain yang ditujukan untuk salah satu di antara mereka.
"Bima!" sapa Sofi.
Tak hanya sendirian, Sofi datang bersama dengan gadis berambut hitam panjang yang tengah mendekap—kisaran—tiga buah buku. Berniat pulang, kekasih Bima itu lekas angkat bicara. "Pulang, yuk! Aku udah selesai, nih."
Sama halnya dengan Sofi, melihat kehadiran sosok yang sedari tadi ditunggu, Ian pun memilih untuk melakukan hal serupa. "Lo udah selesai, Tan?" Persetan dengan Bima dan Sofi yang serempak mengunci pandangan ke arahnya, Ian berusaha menebalkan muka. Yang terpenting, tujuannya datang kemari bisa tercapai.
Tania mengerutkan dahi sebelum akhirnya tersenyum kecil sambil mengangguk. "Udah, kok. Tumben, lo nanyain gue. Kenapa?" Sungguh pemandangan yang tidak biasa, ini pertama kalinya Tania dihampiri oleh seorang lelaki setelah bubar kelas.
"Nggak papa, sih, cuma mau mastiin aja. Nanti lo jadi ke rumah gue, kan?" tanya Ian sekaligus sebagai pengingat.
"Oh, jadi, kok," balas Tania cepat, "tapi ... kayaknya gue bakal dateng agak telat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
Roman d'amourSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...