Pesta telah berakhir, Ian dan Tania tampak berjalan beriringan menuju pintu keluar sambil berbincang ringan. Sesekali, Ian melontarkan candaan dan tak jarang Tania pun tertawa. Namun, sebelum mereka melangkahi batas, ada suara lain yang menahannya untuk tetap di tempat.
"Ian," panggil seorang gadis.
Sama-sama menoleh, keduanya melihat jelas siapa sosok yang memanggil pihak lelaki. Cukup lama gadis itu berjalan-mengingat ia mengenakan gaun dan sepatu hak tinggi, Ian dan Tania memutuskan untuk menunggu.
"Ian, thank you, ya, udah dateng ke pesta gue," ucap sang gadis, lantas bersiap untuk memeluk Ian.
Akan tetapi, sayangnya, memang tidak semudah itu. Ian refleks memundurkan tubuhnya, berniat menjauh. Terlihat sekali ia merasa risi ketika Teresa masih memperlakukannya seperti itu. Mestinya, status mereka sekarang sudah jelas, kan? Cuma teman.
Rasanya, tidak perlu lagi ada sentuhan secara fisik, sekalipun niat gadis itu memang bersikap ramah. Ingat, Ian tidak mau mengulangi kesalahan yang sama dengan memberikan harapan palsu. Jadi, biarkan ia bersikap tegas kali ini. "Iya, sama-sama," balasnya singkat, tersenyum canggung.
Memahami reaksi mantan kekasihnya itu, Teresa tersenyum maklum. Ia memilih membatalkan aksinya daripada membuat tamu undangannya merasa tak nyaman. Beralih menatap Tania, gadis itu juga bermaksud melakukan hal yang sama. "Thank you karena udah dateng ke pesta gue, ya, Tan."
Tentu saja, Tania dengan senang hati membalas pelukan Teresa. "Sama-sama." Tania terlebih dahulu melepaskan pelukannya. "Sekali lagi, happy birthday, ya."
Teresa tersenyum manis menanggapinya. "Oh, iya, apa kita bisa ngobrol sebentar? Ada yang mau gue omongin sama lo. Sebentar aja, kok."
Baiklah, apa Teresa tidak salah orang? Tania pikir, gadis itu ingin berbincang dengan lelaki yang berada di sampingnya. Bingung, Tania melirik Ian seolah-olah ingin menanyakan jawaban apa yang sebaiknya ia berikan.
Beruntung, Ian yang cepat tanggap pun lekas mengangguk pelan. "Ya, udah, kalau gitu gue ambil mobil dulu, ya, Tan. Nanti gue tunggu di depan." Namun, sebelum benar-benar pergi, Ian membisikkan sesuatu pada Tania. "Kalau ada apa-apa langsung telepon gue, ya."
Tania mengerutkan dahi, tak mengerti maksud dari ucapan Ian. Namun, sudahlah. Tidak mau memikirkan lebih lanjut, Tania memilih mengabaikan dan lebih fokus untuk memulai pembicaraan dengan Teresa. "Ehmm ..., jadi? Lo mau ngobrol soal apa?"
Tidak mau menyita waktu begitu banyak, Teresa langsung berbicara ke intinya. "Apa lo ... suka sama Ian?"
"Hah? Suka gimana maksudnya?" tanya Tania memastikan, cukup terkejut karena Teresa menanyakan hal yang berada di luar dugaannya.
"Ya, lo suka sama dia, dalam artian ... perasaan," jelas Teresa.
Tersenyum heran, Tania merasa lawan bicaranya menanyakan hal konyol. "Oh, kalau buat itu, ya, nggak, lah. Kita berteman baik, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...