Lega, berbagi masalah dengan sahabat nyatanya memang bisa meringankan beban hidup. Alhasil, suasana hatinya sekarang sedikit membaik. Ya, paling tidak, Ian masih punya niat untuk berlatih basket di saat kondisi batinnya juga cukup mendukung. Yang benar saja, Bima mendadak mengabarinya soal perubahan jadwal latihan setelah selesai deep talk! Ah, bisa bayangkan betapa malasnya Ian untuk datang ke GOR ketika seluruh isi pikirannya hanyalah tentang Tania?
"Akhirnya ..., lo sadar juga kalau lo punya rasa sama Tania." Bima tersenyum puas. Faktanya, semua kalimat yang diucapkannya tadi hanya berfungsi sebagai umpan. Hingga pada saat Ian memberitahukan alasannya menghindari Tania, Bima merasa senang karena berhasil memancing sang sahabat mengakui perasaannya.
"Bagus, lah, kalau gitu, gue nggak perlu khawatir lagi," sambungnya, refleks berkomentar.
"Bagus?" Ian mengernyitkan kening. "Apanya yang bagus, Bim? Gue lagi bingung malah dibilang bagus?"
"Hah? Nggak, nggak, lupain aja." Bima sengaja mengalihkan pembahasan. "Oh, ya, nanti sore jangan lupa latihan, ya, Kapten."
"Hah, latihan? Lo nggak salah liat?" Melihat Bima yang hanya tersenyum misterius tanpa mau menjelaskan, Ian berdecak kesal. "Lo yang bener, ya, Bim. Jadwal latihan kita, kan, masih dua hari lagi. Makanya kalau punya grup WA, tuh, dibuka, Naga Buntung!"
Tak terima info pemberiannya diragukan, Bima balas meledek Ian. "Yeee, makanya kalau cari tau info, tuh, jangan dari satu sumber doang, Buaya! Nih, ya, tadi gue habis ketemu Pak Raihan. Katanya, jadwal latihan kita dipindah ke hari ini soalnya kalau lusa bapaknya mau ada urusan."
"Oh, ya, satu lagi, nih. GOR kampus, kan, sekarang lagi dipake, jadi Pak Raihan nyuruh kita latihan di GOR Sena. Kebetulan, tempat itu lagi kosong dan ... tempatnya juga nggak begitu jauh," tambahnya.
Membaca ekspresi Ian yang sepertinya setengah keberatan, Bima spontan bertanya untuk memastikan. "Tapi, lo hari ini nggak ada jadwal apa-apa, kan?"
Mengangguk pasrah, Ian terpaksa mengiakan. "Iya, nggak ada."
"Ya, udah, nanti gue ikut latihan," lanjutnya, memutuskan.
Walaupun tak bersemangat seperti biasa, Ian mencoba tetap profesional. Demi tim, ia akan giat berlatih. Masa iya, semua anggota tekun mengembangkan kemampuan, sementara kaptennya hanya berleha-leha? Tentu saja, tak boleh seperti itu, kan?
Namun, tak disangka, keadaan GOR Sena saat ini malah membuatnya terheran-heran. Sepi, tak ada satu pun makhluk yang berkeliaran setibanya Ian di lapangan. Ke mana perginya anak-anak basket yang lain? Yang benar saja, bahkan tak ada satu pun penjaga di sini!
"Ini anak-anak pada ke mana, sih? Si Bima sama si Bobi juga ke mana, lagi? Katanya, mau pada latihan," gumam Ian.
Merasa dipermainkan, lelaki itu bermonolog. "Apa gue dikerjain, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...