🪐 57 • Sejak Kapan? 🪐

51 3 0
                                    

Menjadi 'raja sehari' memang sebuah kesempatan langka yang tak akan pernah terjadi dua kali seumur hidup Bobi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjadi 'raja sehari' memang sebuah kesempatan langka yang tak akan pernah terjadi dua kali seumur hidup Bobi. Bagaimana tidak, para sahabat terdekat tampak sibuk mengatur persiapannya untuk 'menembak' sang calon kekasih. Padahal, ia yang ingin menyatakan perasaan, tetapi mengapa malah teman-temannya yang repot? Hebat sekali, bahkan Bobi tidak tahu sejak kapan mereka sudah bagi-bagi tugas.

Ian yang banyak berpengalaman tentu saja ditugaskan untuk menyewa tempat dan mengatur dekorasi. Ah, tak usah ditanya lagi. Berbagai metode sudah dicobanya untuk meluluhkan puluhan hati di kampus. Terbukti, tak sekali pun Ian mengalami buntu ide saat menangani tata letak seperti sekarang.

"Taplak mejanya diganti aja jadi yang tanpa motif, ya. Terus, bunganya juga jangan terlalu banyak. Keliatannya penuh banget, malah jadi kurang cantik." Mengandalkan tenaga sejumlah karyawan yang dipinjamkan Bima untuk momen penting sang sahabat, Ian hanya tinggal memberikan instruksi.

Beralih memeriksa ke bagian sisi, Ian yang kurang setuju dengan pemilihan tirai pun lekas angkat bicara. "Ehmm, tirainya diganti aja sama yang warna krem, ya. Oh, sama satu lagi, lampunya sebisa mungkin dibuat menyorot ke meja yang di tengah itu."

Tanpa Ian sadari, ada sosok gadis yang sedari tadi betah memperhatikannya memberikan arahan. Melihat sang lelaki sedang fokus memantau pemasangan dekorasi, sebuah ide jail mendadak terlintas di benaknya. Mengendap-endap, perlahan ia mendekat ke arah Ian. Hingga pada saat yang tepat, ditutupnya mata lelaki itu dengan kedua tangan.

Tertegun sejenak, Ian refleks menarik lemah kedua sudut bibirnya tatkala tekstur tangan yang lembut tiba-tiba menyapa. Ya, ia sangat mengenali siapa pemilik tangan ini. Tertawa pelan, Ian tak kuasa untuk menahan reaksinya. "Aku udah tau ini kamu, Tan."

Usahanya gagal total, Tania lekas menjauhkan tangannya dari sang kekasih. "Yah ..., kok, kamu tau, sih?"

"Ya, tau, lah," ujar Ian percaya diri, "orang kita pegangan tangan setiap saat."

"Eh? Mana ada? Kita nggak terlalu sering pegangan tangan juga, kok," bantah Tania.

"Oh, gitu? Jadi, maksud kamu, kita pegangan tangannya kurang lama, ya?" goda Ian.

Menyadari gerak-gerik Tania yang hendak menentang ucapannya lagi, Ian pun lekas bersuara. "Ya, udah, nanti aku lama-lamain, deh, pegang tangan kamu."

"Eh, nggak, nggak, maksud aku nggak gitu," tolak Tania sambil menahan malu.

"Masa?"

"Iya, beneran," balas Tania meyakinkan.

"Ya, udah, sini, aku hukum dulu." Spontan saja Ian menjawil hidung Tania.

"Aduh, jangan, Ian, nanti hidung aku jadi mirip Pinokio," keluh Tania.

Terkekeh, Ian hendak mengapit kedua pipi sang gadis jika saja tak ada gangguan yang mencegahnya melakukan aksi tersebut. "Permisi, Tuan," ucap salah seorang karyawan.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang