🪐 45 • Salah 🪐

52 5 0
                                    

Duduk saling berhadapan dengan posisi menyamping, Tania dan Sofi tampak membicarakan suatu hal yang serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Duduk saling berhadapan dengan posisi menyamping, Tania dan Sofi tampak membicarakan suatu hal yang serius. Helaan napas mulai terdengar, salah satu di antara mereka memutuskan angkat bicara.

"Fi ..., sebenernya aku ada salah apa, ya, sama Ian? Kayaknya dia marah," ungkap Tania dengan nada bicara yang lesu.

Sebenarnya, bukan hal yang mengejutkan bagi Sofi karena kerenggangan antar kedua sahabatnya itu memang sudah tercium sejak jauh-jauh hari. Terbukti, Ian dan Tania jarang bertemu. Dan, kalaupun sampai bertemu, mereka pun jarang berinteraksi.

Pernah suatu kali Sofi iseng menggoda keduanya, tetapi yang ia dapatkan hanyalah balasan kaku. Adanya obrolan yang kurang lepas seakan-akan hanya sekadar formalitas yang ditimbulkan oleh Ian dan Tania menjadi titik awal kecurigaannya.

"Memang pertamanya gimana, sih, Tan? Aku juga bingung, loh, dia mendadak jadi kayak gitu ke kamu." Sofi masih merasa tak percaya.

"Aku nggak tau persis awalnya gimana, Fi," balas Tania, "tapi yang jelas dia beda banget sekarang."

"Dia ... kayak bukan Ian yang aku kenal," tambahnya.

"Apa dia udah muak sama aku, kali, ya? Makanya, setiap ada aku, dia selalu pergi." Raut wajah Tania berubah sedih.

Tak heran, Sofi ikut gelisah. Aduh, kok, bisa kayak gini, ya? ucapnya dalam hati. Masa iya Ian tiba-tiba merubah sikapnya, terkhusus hanya pada sosok yang berhasil menarik perhatiannya?Bukankah seharusnya Ian melakukan upaya pendekatan? Sungguh tidak masuk akal!

Sofi memijat pangkal hidungnya, sesekali berdecak kesal akibat tak kunjung menemukan jawaban pasti. Ia berencana melontarkan pertanyaan acak agar setidaknya menemukan petunjuk lain terkait masalah ini.

"Udah berapa lama, sih, kalian kayak gini?" Sofi tampak frustrasi, padahal bukan dirinya yang dihindari oleh sang pangeran kampus. Entahlah, rasanya gadis itu kesal sendiri, ingin cepat mengetahui akar masalahnya. Tania yang diperlakukan berbeda, tetapi malah Sofi yang berpikir keras untuk menyelesaikan persoalan.

"Dua minggu," ujar Tania.

"Nggak mungkin, kan, dua minggu kita mau kayak gini terus. Akunya yang nggak enak, Fi," lanjutnya, mengutarakan keluh kesah.

Turut prihatin, Sofi paham betul bahwa sahabatnya itu cukup terbebani dengan sikap Ian yang sekarang. Jangan heran, ia dan Tania sudah saling mengenal luar-dalam. Jadi, kurang lebih, Sofi bisa mengerti kecemasan Tania akan situasi dan hal yang belum pasti semacam ini. Tanpa harus bertanya pun, Sofi sudah mengetahui bahwa rasa tak enak hati sedang menyerang sang sahabat.

"Aku ngerti, Tan. Nih, ya, Bima yang deket banget sama Ian aja nggak tau apa-apa. Apalagi aku, coba? Sama kayak kamu, aku juga nggak tau apa yang sebenernya terjadi di sini," ungkap Sofi.

"Tapi, untuk sekarang ..., kamu sabar dulu, ya. Aku yakin pasti ada alesan kenapa Ian tiba-tiba kayak gini," tambahnya, berusaha menenangkan.

"Iya, Fi," Tania tersenyum sendu, "aku cuma takut aja kalau aku bikin kesalahan yang tanpa aku sadari malah menyinggung dia."

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang