🪐 35 • Hadiah Bola Lampu 🪐

72 12 0
                                    

Binar matanya meneduhkan hati, Ian menatap gadis berambut hitam panjang di depannya dengan senyuman tipis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Binar matanya meneduhkan hati, Ian menatap gadis berambut hitam panjang di depannya dengan senyuman tipis. Raut antusias yang—entah mengapa—berefek besar untuk jantungnya itu telah membangkitkan suasana hati. Namun, Ian mendadak mendengkus geli ketika sang gadis mendatarkan wajahnya, seakan-akan menahan ekspresinya untuk keluar.

"Ian, ini ...." Tania ingin berkomentar, tetapi ia kehabisan kata-kata.

"Ini buat apa?" Meskipun telanjur senang, Tania tak boleh egois. Beralih menatap Ian penuh tanya, gadis itu tidak ingin asal menerima pemberian orang lain secara cuma-cuma. Tak heran, Tania merasa punya utang sekarang.

Ya, kardus putih berisi bola lampu berbentuk Saturnus yang sangat indah tersaji di hadapannya. Ah, Tania benci ini. Pikiran dan perkataanya tak selaras. Hanya karena benda bercahaya tersebut, Tania bereaksi seolah-olah ia menginginkanya—meskipun sebenarnya dalam hati pun gadis itu mengiakan. Akan tetapi, tetap saja kesannya ia yang berharap. 

(Picture by AliExpress)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Picture by AliExpress)

"Anggap aja sebagai hadiah karena ... lo mau dengerin gue yang setiap hari bawel ngajak lo ikut makan di Ruang Nyamuk," balas Ian.

Mengerjap beberapa kali, Tania berusaha mencerna ucapan Ian. "Eh, ya, ampun, tapi ... nggak usah pake hadiah juga, Ian. Padahal, gue nggak ngelakuin apa-apa, loh. Gue jadi nggak enak, lo tiba-tiba ngasih gue barang kayak gini."

Tersenyum menenangkan, Ian berniat menimpali. "Gue tau ... lo udah berusaha banget buat membiasakan diri. Mungkin, lo ngerasa nggak nyaman, tapi ... gue yakin nanti pasti ada sisi baiknya, kok." Karena gue nggak mau ngebiarin lo menyendiri terus, Tan, tambahnya dalam hati.

Bayangkan saja, belakangan ini Ian sengaja lebih sering mengunjungi gedung FSRD hanya demi 'meneror' sang gadis. Dan, setiap kali Ian menemukan Tania di koridor sepi memuakkan tersebut, ia tidak akan tanggung-tanggung untuk memboyongnya langsung ke Ruang Nyamuk, tempat yang lebih ramai.

"Sebelumnya, gue minta maaf, ya, kalau gue terkesan maksa," lanjutnya seraya tertawa pelan.

Menggeleng pelan, Tania bermaksud menyanggah. "Nggak, kok, Ian." Beruntung, kerisiannya terhadap keramaian berkurang karena dikelilingi teman-teman yang saling mendukung. Tak jarang, ia diajak berbincang mengenai banyak hal.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang