🪐 69 • Lagi Butuh Sendiri? 🪐

41 4 0
                                    

Masih terbawa emosi, Ian spontan memukul dinding yang tak bersalah sebagai pelampiasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih terbawa emosi, Ian spontan memukul dinding yang tak bersalah sebagai pelampiasan. Memilih ruang istirahat sebagai tempatnya untuk singgah, lelaki yang semula berniat menenangkan diri itu nyatanya tetap saja memendam kesal. Namun, suara derit pintu yang terdengar beberapa saat kemudian membuatnya sontak menoleh.

Ternyata, yang datang adalah sosok gadis berambut hitam panjang. Tak ayal, tatapannya berubah datar. Ya, Tania berjalan mendekatinya sambil membawa handuk dan mangkuk berisi es, serta air mineral. Padahal, Ian sama sekali tidak mengharapkannya. "Ngapain kamu ke sini? Mendingan kamu pergi. Aku lagi butuh sendiri."

Nada suara kekasihnya itu terdengar dingin, Tania tersenyum maklum. "Aku ke sini mau ngobatin kamu aja, kok. Setelah itu, aku bisa langsung pergi kalau kamu mau."

Tak menanggapi, Ian memilih mengungkit hal penting yang mengganjal di hati. "Kamu suka sama Billy?"

Ucapan sang lelaki sukses membuat Tania menatapnya, Ian berniat menerangkan lebih lanjut. "Tadi kamu ngehalangin aku buat ngehajar Billy, kan? Nggak papa, belain dia aja terus! Memangnya, apa peduli kamu kalau aku mau ngehantam dia sampe babak belur? Aku, tuh, heran sama kamu, ya! Sebenernya, pacar kamu itu aku atau Billy, sih? Kayaknya kamu takut banget kalau aku ngehajar dia!"

Tak membalas, Tania memilih meletakkan barang bawaannya terlebih dahulu di meja yang tersedia. Setelah itu, barulah ia mendekati sang kekasih. "Udah selesai ngomongnya?"

Ian refleks mengernyitkan kening. Jujur, lelaki itu berharap Tania membalas ucapannya. Namun, apa yang ia dapatkan sekarang? Tidak ada satu pertanyaan pun yang dijawab oleh sang gadis.

"Kalau kamu udah selesai ngomong, sekarang kamu duduk," pinta Tania sambil mengarahkan Ian untuk duduk.

Entah bagaimana, Ian menuruti saja apa yang dikatakan Tania tanpa bantahan, meskipun ia sedang marah. Menyusul sang kekasih, Tania pun turut mendudukkan dirinya di samping Ian. "Nih, kamu minum dulu." Tania sempat membukakan tutup botol terlebih dahulu sebelum ia menyerahkan air minumnya pada Ian. Dan, lagi-lagi, Ian mau-mau saja menuruti apa yang dikatakan kekasihnya.

"Udah tenang? Kalau kamu udah tenang, sekarang kamu dengerin aku." Sambil menjelaskan, Tania menyambi mengobati luka Ian. Dengan perlahan, ia mengarahkan es yang dibalut handuk tersebut ke sudut bibir Ian. "Aku itu pacar kamu, Ian. Aku sama sekali nggak punya perasaan sama Billy."

"Aku ngehalangin kamu, bukan berarti aku ngebela Billy. Aku cuma nggak mau kamu celaka. Masih mending lukanya cuma segini. Kalau kamu kenapa-napa, gimana? Kenapa kamu seneng banget bikin aku khawatir, hem?" sambungnya. 

Sementara Ian masih terdiam dan menyimak, Tania justru sibuk memindahkan handuk ke bagian luka  yang berada pipi lelaki itu. "Kalau pun kamu mau hajar Billy sampe babak belur, memangnya kamu nggak bakal kena masalah? Seandainya Billy sampe luka parah, memangnya kamu nggak bakal diminta tanggung jawab? Ujung-ujungnya, pasti kamu juga yang disalahin, kan?"

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang