🪐 47 • Belajar Tega 🪐

57 5 0
                                    

Resah melanda hati, Ian spontan menemui Bobi untuk menanyakan keadaan Tania

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Resah melanda hati, Ian spontan menemui Bobi untuk menanyakan keadaan Tania. Faktanya, sekeras apa pun lelaki itu mencoba tak mengacuhkan, pada akhirnya ia akan selalu ingin mengetahui hal sekecil apa pun tentang Tania.

"Woi, Bob!" seru Ian, memanggil Bobi yang sedang berlari. Entah atas dasar apa, lelaki itu tampak terburu-buru.

"Eh ..., ada lo, Ian?" Bobi sontak menghentikan langkah. "Tumben banget, mau ngapain lo di gedung Teknik?"

Tidak ada balasan dari Ian, Bobi tersenyum jail. "Oh, gue tau, nih. Udah, udah, lo nggak perlu jawab apa-apa. Gue udah tau, kok ..., lo itu kangen sama gue, kan? Udah kebaca dari muka lo, Ian!"

Ian memasang ekspresi konyol, tak habis pikir. "Lo lagi kesurupan, ya?"

Ucapan Ian tidak dihiraukannya, Bobi malah membusungkan dada, berniat membanggakan diri. "Memang, sih, ya, gue, tuh, orangnya ngangenin banget. Nggak usah ditanya lagi. Lo sama Bima pasti kesepian karena nggak ada gue, kan? Udah, lah, nggak usah gengsi, Bro! Aduh, gue jadi terharu gini, nih."

"SINTING!" pekik Ian kesal.

"Sumpah, nggak ada urusannya sama lo, ya, Bob! Gue ke sini cuma mau nanya, itu tadi Tania kenapa?" lanjutnya, lekas melontarkan pertanyaan inti. "Tadi gue liat dia sampe kayak mau jatuh, gitu."

Tak ayal, Bobi memicing curiga sebelum pada akhirnya tersenyum menggoda. "Oh ..., jadi ke sini, tuh, buat nyariin Tania." Lelaki itu sengaja bersiul. "Iya juga, ya, gue baru inget sampingnya gedung Teknik, kan, gedung FSRD. Bisa aja lo modusnya, Buaya Darat."

"Pantesan, lo sampe ngejar-ngejar gue, mendadak jadi fans dadakan, ya?" sambungnya, meledek Ian.

Baiklah, Ian sengaja mengunci mulutnya rapat-rapat dengan harapan Bobi akan memberikannya informasi penting. Namun, sayang, harapannya harus pupus ketika sang sahabat masih saja bersikap menjengkelkan.

"Wani piro dulu?" pinta Bobi.

Tentu saja, lelaki berambut messy itu terang-terangan menunjukkan raut malasnya. "Jangan sampe mulut bau lo itu gue sumpel pake kaos kaki, ya, Bob," ancamnya.

"Buset, serem banget." Bobi berlagak pura-pura takut. "Memangnya lo pengen tau banget, nih?"

"Bob," tegur Ian, makin geram.

"Iya, iya, bercanda doang, ah, elah!" Menyadari nada serius Ian, Bobi lekas menimpali dengan benar. "Tadi Tania kayak agak pusing gitu. Katanya, sih, efek bergadang sama kecapekan. Tapi, keliatannya dia udah nggak papa, kok."

Melihat perubahan wajah Ian, Bobi terpancing untuk berkomentar. "Mukanya biasa aja, kali, Ian. Udah, lo tenang aja. Meskipun lagi pusing, tapi Tania masih sanggup ngebales chat lo, kok. Santai, santai, dia cuma pusing, bukan pingsan," godanya.

"Lagian, kenapa nggak nanya sama orangnya langsung, sih? Jangan-jangan lo berdua lagi beramtem, ya?" Bobi spontan menebak.

Ian refleks membuang wajahnya ke arah lain, memilih tak memberikan reaksi. Daripada diinterogasi, lebih baik ia menyingkir dari sini. "Ya, udah, gue cabut dulu, Bob." Dengan cepat, lelaki itu berpamitan.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang