🪐 29 • Ulang Lagi 🪐

76 11 0
                                    

"Sayang, kita main game, ini, aja, yuk! Boleh, ya? Please

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayang, kita main game, ini, aja, yuk! Boleh, ya? Please ...." bujuk Sofi. Perbedaan situasi antara lantai bawah dan lantai atas sangat terasa. Kalau Ian dan Bobi bersaing sengit, maka lain halnya dengan Bima dan Sofi yang masih bingung memilih CD Game.

Melirik sekilas ke arah bungkus CD Game dengan warna pelangi tersebut, Bima refleks mengembuskan napas. "Ya, udah, oke." Tidak ada opsi selain mengiakan, Bima memutuskan untuk mengalah. Daripada ribut, batinnya.

Tak lama kemudian, permainan pun dimulai. Mulai fokus ke layar, keduanya tampak menikmati. Ralat, lebih tepatnya hanya pihak gadis saja yang menikmati. "Bim, ayo, ambil kue sama sodanya biar kita bisa selesaiin misi! Nanti karakternya bisa dapet baju baru, loh. Lucu banget, nggak, sih?"

Nggak! teriak Bima dalam hati. Realitas telah menghancurkan ekspektasinya, lelaki itu sempat berpikir bahwa game peranglah yang akan menemani harinya. Namun, sayang sekali, keinginannya itu tak bisa terlaksana.

"Pokoknya, kita harus dapetin baju itu, Bim! Dan, karena kita main duo, berarti kamu nggak boleh jadi beban, ya. Nanti misinya failed," ucap Sofi, memberitahu lebih lanjut.

Baiklah, Bima mendadak ingin sekali membanting PS4 di depannya jika saja ia tak mengingat siapa pemilik barang mahal tersebut. Dan, apa itu tadi? Beban? Sofi pasti bercanda! Faktanya, Bima memang mahir dalam memainkan semua game. Layaknya membalikkan telapak tangan, lelaki itu tersenyum menantang, lantas dengan cepat menyelesaikan semua misi—sesuai keinginan Sofi, sehingga hadiah akhir pun berhasil diperolehnya dengan mudah.

"Yeay, udah dapet bajunya! Gemes banget, woi," komentar Sofi dengan binar kagum di matanya.

Beralih menatap Bima antusias, gadis itu refleks memeluknya. "Aaaaa, kamu jago banget, Sayang."

Sempat melebarkan mata sesaat, pada akhirnya Bima tersenyum penuh arti. Buset, kalau gini caranya, mah, gue rela, deh, main game ini setiap kali ke rumah si Ian, ucapnya dalam hati. Tentu saja, ia lekas membalas pelukan sang kekasih dengan senang hati. Kapan lagi kesempatan ini datang?

"Permi—eh, maaf, Nak! Ya, ampun," ucap Bi Ajeng yang baru saja datang sambil membawa nampan. Sedikit membungkuk, wanita paruh baya itu  merasa tak enak hati karena telah menganggu sepasang kekasih yang sedang bermesraan.

Tak hanya Bi Ajeng, tetapi Sofi pun ikut terlonjak kaget. Sontak saja, gadis itu melepaskan pelukannya secara sepihak. "Eh, ada Bi Ajeng," sapanya dengan rona tipis di kedua pipi yang setia mengiringi.

"Iya, Nak, maaf, kayaknya Bibi ganggu, ya?" tanya Bi Ajeng.

"Nggak, kok, Bi," balas Sofi cepat, "tadi itu 'kecelakaan' aja."

Tersenyum ramah menanggapinya, Bi Ajeng lekas menyampaikan maksud kedatangannya. "Iya, nggak papa, Nak. Ini Bibi cuma mau bawain camilan sama Thai Tea."

"Wah, makasih, Bibi!" ujar gadis berambut sebahu itu.

"Taruh aja di meja, Bi, nanti pasti Sofi habisin," lanjutnya mengarahkan, lantas mengacungkan jempol.

Aku Sandaranmu ✔️ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang