Pandangannya kembali beradu, Bima dan Sofi sontak tercengang. Apakah mereka tidak salah dengar? Ian meloloskan Tania begitu saja dari daftar incarannya. Sulit dipercaya, sang pangeran kampus mendadak enggan mendekati gadis yang membuatnya tertarik.
"Wah, lo kesambet apa, Ian?" Bima hampir tak bisa berkomentar. "Ya, tapi nggak masalah juga, sih. Mungkin, Tania memang kurang cantik buat standar lo, kali, ya."
Sofi melotot, mendengar ucapan Bima. Ingin sekali gadis itu membela sahabatnya jika tidak ada suara lain yang sudah lebih dahulu menyelinap.
"Kata siapa?" ucap Ian merasa tidak terima. "Mending lo cuci mata, gih! Sebelum ngomong, tuh, coba dipikir dulu, deh."
Salah satu sudut bibirnya tertarik, Bima memuji dirinya dalam hati karena berhasil mendapatkan sebuah petunjuk. "Gue ngomong fakta, kok." Umpannya sudah dimakan, kini Bima hanya perlu menjujut pancingnya.
"Fakta? Oke, oke ..., lo mau fakta, kan? Oke, gue turutin." Ian menarik napas dalam. "Buat gue, Tania itu ... terlalu cantik."
"Itu baru namanya fakta," tambahnya.
"Rekam, Bim, rekam! Aku mau kasih denger Tania," ucap Sofi kegirangan. Masih waras, gadis itu berusaha untuk tak berteriak histeris. Namun, sebagai gantinya, ia mengguncangkan lengan sang kekasih. "Gila, sih, aku bangga banget sama Tania."
"Oh, jadi gitu, Ian? Berarti, secara nggak langsung ..., dia itu melebihi kriteria lo, ya?" goda Bima.
Ian memijat pangkal hidungnya, sesekali menggeleng tidak percaya. Bima dan Sofi memang selalu kompak dalam hal 'menyerangnya'. Tidak ingin diinterogasi lebih lanjut, lelaki itu terburu-buru untuk berpamitan. "Udah? Selesai? Cukup, ya. Terserah, lo berdua mau ngomong apa, tapi sekarang gue lagi dikejar waktu." Tanpa menghiraukan dua sahabatnya itu, Ian lekas berlalu pergi.
Hening sejenak, keduanya memandangi punggung Ian yang kian menjauh. Tanpa mengalihkan fokusnya dari objek tadi, pihak prialah yang terlebih dahulu bersuara. "Kamu liat itu, kan, Fi?" Ya, Bima cukup peka dengan Ian yang lebih responsif.
Sofi menerbitkan senyumnya, lantas mengiakan. "Iya, Bim. Kayaknya mood dia lagi bagus."
***
Raut malas tercetak jelas di wajah Sofi, gadis itu berkacak pinggang, seolah-olah sudah bersiap untuk mengomel. "Udah, aku duga. Ternyata, kamu memang ada di sini."Tania tertawa pelan, sudah memprediksi hal tersebut. "Memangnya salah kalau aku udah balik ke kontrakan?"
Mengerucutkan bibirnya, kekesalan Sofi tak kunjung luntur. "Nggak salah, sih," ucapnya, "tapi, kamu ninggalin aku."
"Ya, ampun, bukannya aku ninggalin kamu, Fi. Aku, tuh, cuma nggak mau ganggu waktu kamu sama Bima." Tania memberikan pengertian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Sandaranmu ✔️ [END]
RomanceSiapa yang tak membenci pengkhianatan? Lima tahun yang berujung duka nyatanya mengundang dendam. Memilih 'terlahir kembali' sebagai playboy, Drian menikmati kesehariannya dalam mencari mangsa. Sampai suatu hari, rasa segan untuk mendekat tiba-tiba m...