Sendirian

109 19 10
                                    

Ada beberapa hal yang membuat gairahnya muncul. Bertemu wanita seperti anime, dan masuk ke dalam dunia game yang selalu di mainkannya.

Entahlah, apakah ini termasuk keberuntungan atau kemalangan? Di sisi lain dia sangat senang kalau ia bisa melihat permainan ini dalam bentuk yang nyata. Namun di sisi lain juga ada hal buruk yang akan menantinya.

Ia melirik ke arah Dara, gadis itu sedang heboh sendiri sambil mengambil beberapa selfie dengan latar tembok kuning. Ia menyunggingkan senyum sinis, kepolosannya membuat gadis itu tetap tenang padahal dia terjebak di dunia yang mengancam nyawanya. Bukannya panik gadis itu malah asik sendiri.

"Dion! Kesini kita foto bareng!" ajak Dara setelah berfoto dengan Rio dan Lim.

Dion tak menggubris, ia memilih untuk berkeliling sesaat. Namun baru saja ingin melangkah, topi hoodienya di tarik oleh seseorang. Orang itu merangkul lehernya dan mengarahkan ponselnya.

"Cepet senyum!" Dion menyungging sedikit dan akhirnya ponsel Dara berhasil mendapatkan gambar mereka berdua.

Dara heboh sendiri, namun sedetik kemudian ia cemberut. Menatap Dion dengan intens, "jelek! Ulang-ulang!"

Dion menghela napas kesal, "buat apa sih?"

"Jangan banyak tanya. Lim, tolong fotoin, ya?" Lim mengangguk dan mengambil ponsel Dara.

Gadis itu berdiri di sebelah Dion, dekat sekali. Tinggi mereka terpaut lumayan jauh. Dara hanya setinggi dada Dion. Gadis itu sampai jinjit agar tidak terlihat pendek dalam foto.

"Awas kamu nggak senyum!" ancam Dara mengepalkan tangannya.

Hasil jepretan sudah di berikan. Dara mengambil ponselnya lagi dan melihat hasilnya. Ia tersenyum dan menatap Dion.

"Makasih!" ucapnya dan meletakkan ponselnya ke dalam saku, "sayangnya di sini nggak ada sinyal, baru aku mau kirim ke kamu."

Dion berdeham saja.

"Bahkan jam saja tidak berfungsi di sini," ucap Lim memukul-mukul jamnya.

Mata Dion melirik ke arah jam Lim, kedua jarumnya mengarah ke arah jam 12. Lalu ia menarik lengan hoodie kirinya dan memperhatikan jamnya.

"Sekarang apa?" Rio yang sedari tadi hanya diam kini membuka suara. Laki-laki itu memang tidak menjadi perhatian sedari tadi. Yah, dia juga tidak menginginkannya.

"Kita cari jalan untuk ke level selanjutnya," ucap Lim enteng, tak lupa ia tersenyum miring.

"Level? Maksudnya apa?" Dara menggaruk rambutnya yang tak gatal. Sepertinya hanya dirinya yang tidak mengerti dengan percakapan mereka semua.

"Ya, kita cari jalan buat naik level. Semakin tinggi, semakin mudah kita keluar," jelas Lim.

"Kalau mau keluar kan tinggal lewat lantai ta ... di."

Dara terbungkam, ia tak menemukan jalan yang menghubungkan kelasnya dengan tempat ini. Jantungnya berdegup kencang, ia menjadi sedikit parno ketika tau kalau ia terjebak di sini. Walaupun sudah dengan temannya, tapi tetap saja ia tidak tau ini tempat apa dan bagaimana cara keluarnya.

"Guys, tempat keluarnya kok nggak ada?" Dara celingak-celinguk sendiri. Kini teman-temannya yang tidak ada di sampingnya.

Dimana Dion? Dimana Lim dan Rio?

Kenapa hanya dirinya sendiri?

Jantungnya semakin berdegup kencang, matanya mengedar ke seluruh tempat maupun sudut, namun tidak di temukan keberadaan makhluk hidup satupun di sini.

"Dion? Lim? Rio?" panggil Dara pelan. Gadis itu melangkah pelan menyusuri labirin tembok itu. "Ini nggak lucu, sumpah!"

Dara melangkah ke sekeliling, tidak ada kehidupan di sana. Bagaimana mereka bisa menghilang dalam sekejap mata?

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang