Field of Wheat

27 7 1
                                    

Tubuh Dion terpental jauh. Ledakan dahsyat tadi berhasil menghempaskan tubuhnya. Tubuhnya terguling di atas tanah, terkapar tak berdaya seraya merintih kesakitan. Hawa panas ia rasakan di sekitarnya. Samar-samar ia melihat kobaran api melahap rumah-rumah di kota itu.

Dengan sekuat tenaga ia berusaha bangkit. Bertumpu pada kakinya yang goyah akibat cedera. Matanya bergerak liar, kesana kemari mencari keberadaan yang lainnya.

"PAMAN BRUCE!"

"WENDY!"

"PIETRO!"

Dirinya terbatuk, mengibaskan asap-asap yang berhembus di hadapannya. Ia tak mampu melihat apapun. Semuanya terlihat berkabut dan remang. Dimana semua orang? Tidak ada satupun orang yang Dion temui.

"PAMAN! DARA!" pekik Dion terus menerus. Matanya menangkap seseorang yang terbaring di atas jalan. Ia melangkah cepat, menghampiri orang itu. Matanya melebar, "Wendy, sadarlah!"

Dion mengguncang tubuh perempuan itu. Tak ada reaksi apapun. Wendy tidak bergerak selama ia mengguncangnya. Wajahnya terluka parah akibat tergesek dengan aspal. Kulit pipinya mengelupas, menyisakan darah yang sudah mengering.

Dion memapah gadis itu, berjalan tertatih menjauhi api yang semakin ingin melahap mereka berdua.

"PIETRO! PAMAN BRUCE!"

Suara dentuman kembali terdengar dari arah belakangnya. Tatapan Dion terkunci pada ledakan yang baru saja terjadi. Asap merah menyala menjalar ke langit. Dion langsung tertunduk menutup telinganya. Gelombang yang di hasilkan memekakkan telinga. Ia meringis sambil terus menekan telinganya.

Bagaimana ini?

Ia terhimpit dalam keadaan buruk. Debu-debu dan hawa panas di terbangkan angin ke arahnya. Meringis kesakitan, menundukkan kepalanya menghindari panas. Tidak bisa ia biarkan, semakin lama ia di sini bisa jadi akan terkena ledakan juga. Ia hendak bangkit, kembali mengangkat tubuh Wendy.

"DION!" Suara itu, Ia menyorot sekeliling. Kepalanya bergerak kesana kemari mencari sumber suara. Di tengah kabut ia tidak bisa melihat apapun di sekitarnya.

"PAMAN?!" panggil Dion. Matanya memicing kala melihat sebuah objek bergerak tak jauh darinya. Itu pasti dia!

Dion memapah Wendy, beranjak mengejar objek itu. Sedikit lagi ia akan sampai. Tangannya menerima uluran dari orang yang bersembunyi dari balik asap. Tubuhnya tertarik, mendapati Bruce yang sudah berdiri di hadapannya sambil menggendong Dara. Wajah pria itu mengalami banyak sekali luka. Bahkan ia dapat melihat darah segar keluar dari luka-luka itu.

"Wendy ..." Bruce menepuk pelan pipi gadis itu. Namun sama sekali tidak ada respon yang di berikan.

"Biarkan Pietro yang menggendong Wendy. Kita harus segera pergi dari sini sebelum keadaan semakin memburuk," Bruce menunjuk Pietro di sebelahnya.

Dion mengangguk, menyerahkan tubuh Wendy pada Pietro.

"Lalu, bagaimana dengan pria asing itu? Aku tidak melihat keberadaannya." Dion menyadari bahwa Leo tidak ada di antara mereka.

Mereka saling pandang, namun kemudian Bruce berdecak menatapnya, "aku tidak berhasil menemukannya. Lebih baik kita selamatkan diri kita terlebih dahulu ketimbang memikirkan orang lain."

Dion mengernyit, "kalian sudah menemukan jalan keluarnya?"

"Sudah," jawab Pietro singkat. Ia berbalik menunjuk cahaya remang berkabut di ujung jalan.

Benar! Itu dia!

"Ta-tapi ..."

"Tidak usah banyak bicara. Ayo!" Bruce menarik tangan Dion cepat menjauhi tempat itu.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang