The Clown

31 2 2
                                    

Kepala Dion berdenyut kencang. Telinganya masih mendenging, matanya memicing memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia mendengar suara ketukan. Penglihatannya mulai jelas, di seberangnya, ia melihat seorang perempuan berteriak di depannya sambil memukul-mukul kaca. Dion berusaha bangkit, mulutnya mengerang kesakitan sambil memegangi bahunya. Sial, sebuah garis besar dalam terbentuk di bahu kanannya. Ia bergerak pelan mendekati perempuan itu. Tubuhnya tak sengaja menabrak sebuah kaca. Ah, jadi ini yang tidak sengaja ia tabrak. Ia mengusap hidungnya, darahnya sudah mengering. Sudah berapa lama ia pingsan? Ia kembali menatap perempuan itu. Matanya terlihat sayu dan basah, suaranya kecil sekali. Dion hanya mendengar gumaman sambil perempuan itu memukul kaca. Tangannya memohon, menunjuk ke arah belakangnya. Ada apa memangnya?

Dion terkejut melihat seorang badut yang berdiri tak jauh dari perempuan itu. Berdiri diam, sambil tersenyum lebar. Kepalanya miring, matanya melotot tajam. Kenapa perasaan Dion tidak enak? Perempuan itu terlihat kalap mencari jalan keluar. Berputar-putar memukul-mukul kaca. Dion tidak mengerti, apa yang harus Dion lakukan? Tubuhnya seakan tidak mau berpindah sedikitpun. Tatapannya terkunci, seolah harus menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Hey, ayolah! Badut itu hanya diam tak bergerak. Kenapa tidak mencari jalan keluar dengan tenang? Wanita itu terus berteriak dan menangis. Tunggu, jangan pernah mengambil keputusan gegabah. Dion tidak tau makhluk itu akan melakukan apa nantinya. Walaupun sekarang hanya tersenyum lebar dan membuatnya tidak nyaman.

Lampu mendadak mati. Dion menengadah, menyorot sekeliling. Tak lama lampu kembali menyala. Dion kembali menatap perempuan itu. Mulutnya terbuka seraya menjauh dari kaca. Napasnya berderu, melihat badut itu mengangkat sebuah kepala tak utuh dengan tangannya yang tajam. Makhluk itu mengunyah kulit rahang perempuan itu, menjilati darah yang masih mengalir deras dengan lidahnya yang panjang. Ini hal yang sangat menjijikkan ia lihat pertama kali setelah kematian Dev. Sial, ia ingin muntah di buatnya.

Tunggu, sepertinya ada yang hilang darinya. Dara! Dion teringat kalau gadis itu tidak ada di sini sekarang. Ia mulai berlari mencari gadis itu. Tempat apa ini? Dion hanya di kelilingi kaca, beberapa diantaranya terdapat bayangan dirinya terpantul, ada juga yang tidak. Ini sangat sulit, beberapa kali Dion tak sengaja menabrak kaca.

"DARA!" pekiknya. Matanya sibuk mengerling kesana kemari.

Siluet tubuh gadis yang di kenalnya terlintas di sebelahnya. Dion berpaling, dan benar saja! Gadis itu terlihat tengah memanggil seseorang. Dion langsung berlari hendak menghampirinya. Tubuhnya langsung terpental kebelakang.

"Bangsat!" Ia mengumpat sambil memegangi kepalanya yang sakit. Lagi dan lagi ia menabrak kaca itu. Tangannya sibuk mengusap dahi sambil menatap kembali posisi gadis itu sebelumnya. Dimana jalan yang sebenarnya? Gadis itu sudah tidak terlihat lagi. Bak tenggelam di tengah kaca.

Dion menjadi kesal. Dimana ia harus mencari gadis itu lagi? Ia seperti berputar-putar di tempat yang sama. Membuatnya pusing dan emosi sendiri. Napasnya mulai di atur. Selagi tidak ada badut itu semuanya terasa aman. Dion kembali melangkah sambil meraba-raba setiap sisi kaca.

Lampu mendadak mati kembali. Sial! Jantungnya berdegup sangat kencang. Ia berusaha menahan napasnya. Semoga saja tidak ada di sini makhluk itu muncul. Cahaya benderang menyinari, Dion bernapas lega sekarang. Tidak ada keberadaan makhluk itu di sekitarnya. Ia hendak berjalan mundur, namun sesuatu yang lengket tak sengaja menyentuh sikunya. Jantung Dion kembali terpacu. Sial! Kenapa hal ini harus terjadi kepadanya?

Dion menoleh dengan cepat. Tubuhnya dengan cepat menjauh. Tepat di hadapannya, badut itu tersenyum lebar menatapnya. Selagi lampu masih menyala, Dion langsung berlari menjauhi makhluk itu. Senyumnya sangat mengerikan. Mengancam dirinya seakan mengatakan kemanapun ia pergi akan selalu diikuti.

Dion sudah tidak melihat makhluk itu lagi. Ia rasa sudah cukup jauh untuk berlari. Dirinya harus fokus untuk mencari keberadaan Dara. Setidaknya kalau bersama, Dion merasa sedikit tenang.

Dion melihat seorang pria berdiri tepat di belakangnya. Dion menoleh, pria itu berlari menghampirinya. Namun, lampu kembali mati.

"Bangsat," desis Dion. Ia menjauh sedikit ke belakang. Menempel pada sisi kaca sambil menahan napasnya.

"AKHH!" Mata Dion terbuka setelah mendengar suara pekikan. Berbarengan dengan lampu yang menyala.

Dion langsung menatap pria itu. Keseimbangan tubuhnya goyah, pria itu terbelah menjadi dua bagian. Ususnya menjuntai, beserta organ-organ lainnya. Wajahnya mengarah ke arah Dion. Mata dengan pupil mengecil dan mulut menganga, wajahnya pucat pasi. Semakin lama, semakin menggila makhluk itu. Dion harus cepat menemukan Dara.

Lima belas menit dirinya berputar-putar, sambil memanggil nama gadis itu. Namun tidak ada hasil sama sekali. Ruangan ini seperti kedap suara. Setiap kacanya pasti sangat tebal. Ia tersadar kala suara dentuman terdengar pelan. Ia tidak melihat apa dan siapa yang menghasilkan suara itu. Alunan musik terdengar tiba-tiba. Lagu ini ... Ia seperti pernah mendengarnya. Ah, ini kan yang dengar saat di ladang tadi? Tempo lagunya seperti menunjukkan sebuah kesenangan di arena bermain anak.

"Bagaimana kalau kita bermain lebih ekstrim sedikit?"

Dion mendongak, ia dapat mendengar suara itu dengan jelas. Anehnya tidak ada sama sekali speaker atau sebuah benda yang bisa mengeluarkan suara itu. Lalu, dari mana suara itu berasal? Dion celingak-celinguk seperti orang bodoh.

"Lagu akan mengiringi permainan ini. Kalau tadi hanya bisa terdiam? Bagaimana kalau kita buat dia bisa mengejar dengan cepat? Pasti seru!"

Dion semakin ingin bertemu orang di balik suara ini. Tangannya sudah gatal ingin menghujani manusia itu dengan pukulan. Hasratnya untuk membunuh orang yang menyusahkannya selama ini memuncak.

"Hide and seek, atau biasa di kenal dengan petak umpet. Siapa sih yang tidak tau permainan ini? Kalau dulu ketemu lalu menjadi peran selanjutnya? Bagaimana kalau sekarang ketemu tapi menjadi santapannya? Wah, asik sekali sepertinya!"

Jantung Dion berdegup, matanya terus menerawang ke atas.

"Mari kita hitung mundur untuk memulai permainan ini.

Sepuluh ...

Sembilan ...

Delapan ...

Dion kembali berlari cepat dari tempat yang di pijaknya tadi. Saat ini tidak penting untuk terus mendengar ocehan orang itu. Saat ini suasana berubah menjadi sangat genting. Dirinya harus menemukan Dara sebelum hitungan ini selesai, dan lampu mati untuk yang ke empat kalinya. Semoga saja gadis itu masih dalam keadaan baik-baik saja.

"Tujuh ..."

Dimana Dara?!

"Enam ...

Lima ...

Empat ..."

"DARA!!" pekik Dion kencang.

"Tiga ..."

"DARA! DIMANA KAMU!"

"Dua ..."

Itu dia! Dion berlari ke arah gadis itu. Untungnya ia langsung menjulurkan tangannya dan mengetahui kalau itu adalah sebuah kaca. Dirinya memukul-mukul kencang kaca itu sambil memekik memanggil Dara.

Gadis itu menoleh, kemudian tersenyum lega karena berhasil menemukan Dion. Tangan mungilnya ikut memukul-mukul kaca.

Satu ...

Siap atau tidak, dia akan datang mencarimu, hihihi ..."

Lampu mulai padam. Samar-samar Dion mendengar suara gemeletuk tulang tak jauh darinya. Suara ketukan dari Dara juga berangsur hilang. Napasnya memburu, terdengar sedikit kencang di dalam kesunyian.

Lampu kali ini sangat lama padamnya. Dion sama sekali tidak berani berpindah sedikitpun. Meringkuk di sisi kaca, menoleh kesana kemari dan berharap tidak ada makhluk itu di dekatnya.

Hening, sunyi ... Lagu berhenti berkumandang. Tidak ada suara sedikitpun yang keluar. Cahaya dengan cepat memunculkan diri, Dion memekik ketakutan. Menunjuk ke arah Dara sambil berteriak menyuruhnya pergi. Wajah berkerut penuh darah berdiri di belakang gadis itu. Tersenyum lebar menganga menjulurkan lidahnya.

"Ketemu ..."

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang