New Day

41 6 4
                                    

Mata Dion berkedut, perlahan mulai terbuka memunculkan netra hitam pekatnya. Ia merasa lega, Tuhan memberikannya kesempatan untuk bangun lagi. Tubuhnya yang terbaring di sandarkan ke dipan. Matanya mengerjap beberapa kali, bola matanya melirik ke arah lilin yang kian memadam. Sebenarnya, dia tidak bisa tidur kalau ada cahaya. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau di matikan maka ia tidak akan bisa menghidupkannya lagi. Korek api ada di bawah, sementara dirinya sebelumnya membawa lilin ini dari bawah. Iya kalau dirinya selamat sampai ke bawah, kalau dirinya terjungkal dan mati? Itu sama sekali tidak baik.

Setelah dirinya berpisah dengan ranjang, tubuhnya terhuyung-huyung berjalan keluar pintu. Tangan kanannya merenggang ke atas, lalu mengusap rambutnya yang lepek. Sementara tangan kirinya sibuk memegangi piring yang berisi lilin. Kakinya mulai melangkah turun, memijaki beberapa anak tangga dan sampai di bawah. Dirinya menangkap sosok Pietro yang masih tertidur pulas. Kuat sekali manusia itu tidur. Apa karena suasana yang gelap membuatnya mengantuk selalu? Sepertinya, hal itu juga berdampak pada dirinya.

Kini tubuhnya berada di depan laci dapur. Lilin di taruhnya, tangannya mengambil sebuah gelas dan mengisinya dengan air. Kesadarannya belum sepenuhnya pulih. Ia sampai tidak memperdulikan keadaan sekitarnya. Setelah menegak air, ia mulai beranjak ke kamar mandi. Yah, jaraknya tidak begitu jauh. Tidak perlu takut kalau memang ada apa-apa. Dirinya juga berada di dalam rumah, jadi aman-aman saja pastinya.

Daun telinganya mulai menangkap sebuah suara kecil. Langkahnya terhenti tepat di depan kamar mandi. Matanya bergerak ke sebelah kanan, menyorot pintu keluar yang tertutup sangat rapat. Bahkan bruce sampai menaruh beberapa balok kayu di belakangnya guna menahan sesuatu yang hendak menerjang masuk ke dalam.

Jadi, apakah seharusnya dia selamat?

Suaranya seperti sesuatu yang tengah digaruk. Tanah? Atau kayu? Atau, pintu rumahnya?

Kakinya seolah tak mampu bergerak. Dion membeku memperhatikan dari jauh. Suaranya sangat pelan, seperti memang hanya mengecek saja. Apakah Dion perlu takut dan memanggil Bruce? Tidak. Lebih baik dia diam sampai menunggu makhluk itu pergi, bukan? Ketimbang gegabah yang malah mendatangkan bencana.

Suaranya semakin keras. Siapa itu? Bukan, maksudnya, apa itu? Apa itu Bruce? Tidak, suaranya berasal dari luar. Sebodoh-bodohnya Bruce tidak mungkin melakukan hal di luar nalar seperti itu.

Napas Dion mulai tak teratur. Ia mencoba menghembuskan napas beberapa kali. Ia menatap mantap pintu di depannya. Kakinya melangkah menjauhi kamar mandi. Ia mencoba tidak menimbulkan suara sedikitpun. Bagaimana kalau makhluk itu sampai mendengarnya? Yang ada dia adalah biang kerok dari petaka yang dia hasilkan nantinya.

Dion merasakan suhu tubuhnya meningkat. Salivanya terteguk kasar kala dirinya hampir dekat dengan pintu. Oke, dirinya hanya perlu mengintip dari balik jendela dan mencari tahu apa yang menimbulkan suara itu.

Tunggu, suaranya menghilang. Dion masih membeku di depan jendela. Tangannya yang semula hendak menarik gorden di urungkannya. Lama dirinya tertegun, masih tidak ada tanda-tanda. Apakah makhluk itu sudah hilang?

Tangannya bergerak membuka gorden. Perlahan namun pasti, dia hanya melihat kegelapan di baliknya. Sedikit demi sedikit, dia tetap memelototi pemandangan di luar rumahnya.

Napasnya kian tak teratur. Jantungnya berdegup sangat kencang. Apa itu? Apa itu?! Kalau sampai ada monster, tinggal lawan saja. Tapi, bagaimana mungkin? Bukannya di sini kawasan yang jauh dari kerumunan?

Sedetik jantungnya berhenti berdetak. Sebelumnya ia kira ada monster yang berdiri tepat di depannya. Fiuh, Dion menghela napas lega. Kini ia bisa berpikir dengan tenang. Bukan monster atau entitas, tapi itu hanyalah ranting yang bergesekan dengan pagar rumahnya. Sial, Dion sudah paranoid tadi. Sebelum beranjak, dirinya memastikan lagi sesuatu di luar. Memang benar, hanya ada kegelapan yang pekat di seberang. Apa yang ia harapkan di kota mati seperti ini? Ia membalikkan tubuhnya dan segera ke kamar mandi. Arhh, semenjak tinggal di dimensi ini dirinya menjadi mudah takut dan paranoid. Bahkan otaknya mulai membesar-besarkan imajinasinya. Mungkin dengan mandi otaknya menjadi lebih segar dan tenang.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang