Crawl

30 2 3
                                    

Bagaimana kalau kita mendengar lagu ini selama membaca ceritanya? Bayangkan saja kalau dirimu terjebak di ruangan berkaca, bertemankan lagu ini di kala kamu harus bertahan hidup dari badut mengerikan?

Let's play:

Entah kenapa Dara menunjuk-nunjuk ke arahnya. Ekspresi gadis itu ketakutan, entah meneriaki apa, ia sama sekali tidak mendengar suara gadis itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa gadis itu histeris? Bukankah yang sebenarnya badut itu ada di sebelahnya?

Dara terus saja berteriak, memukul-mukul kaca sambil menunjuk ke arahnya. Arahnya ... Dion tersentak, tubuhnya langsung berputar ke belakang.

Kaca di depannya hancur berserakan. Sebuah kepala berambut pitak merah muncul dari dalamnya. Lehernya memanjang, lidahnya menjulur ke depan. Kepala makhluk itu menoleh ke arahnya. Tatapannya bengis seperti ular, senyum lebar di wajahnya menyambut.

"Ke ... Te ... Mu ..."

Makhluk itu langsung melompat ke arahnya. Dion langsung bergerak mundur menjauh. Makhluk itu tertawa nyaring, senyumnya kian melebar kala jarak mereka semakin tipis.

"Baumu nikmat sekali. Aku ingin mencoba rasa dagingmu, ingin mandi dengan darahmu, ingin melahap organ-organmu, dan mendengar lengkingan merdumu ..." Makhluk itu tertawa kencang, lidahnya bergerak mengusap liur. Matanya kian melotot tajam dengan senyum yang semakin lebar. Bunyi gemerincing gelang-gelang di tangannya menambah suasana mencekam.

Tubuh Dion menyentuh dinginnya kaca. Tidak ada jalan keluar lagi. Makhluk itu semakin dekat dengannya. Mulutnya menganga memperlihatkan ratusan taring di giginya. Ukuran mulutnya bahkan lebih besar dari kepalanya saat ini.

Crak ...

Napas Dion memburu. Tepat pada mata badut itu, dua buah beling menusuknya. Dion cepat-cepat melepaskannya dan berlari menjauh. Ia sempat menoleh ke belakang, melihat makhluk itu menggelepar hebat dan berteriak kesakitan. Suaranya melengking seperti binatang, berkoar-koar seperti elang.

Dion harus cepat menjauh dan menemukan cara untuk membunuh badut itu. Lupakan cara membunuh kalau memang tidak bisa, setidaknya ia mampu melumpuhkan makhluk itu untuk sementara. Terdengar suara derap langkah cepat menyusul di belakangnya. Dion memejamkan mata, mempercepat larinya menyusuri lorong kaca. Dia tau kalau makhluk itu sudah hampir menyamai langkahnya.

Dari arah pantulan cahaya, makhluk itu merangkak di belakangnya. Tangan dan kakinya berkuku tajam, menjadikannya tumpuan kala menyentuh ubin kasar yang di pijaknya. Sial, makhluk ini seperti seekor anjing gila. Ia tidak berekspektasi kalau badut itu akan seperti buas seperti ini.

Kepalanya lagi-lagi menabrak kaca. Tubuhnya terjatuh di atas ubin. Ia mengerang kesakitan kala tubuhnya terbentur pada alas yang keras. Ia menoleh ke belakang. Makhluk itu melompat dan hendak menerkamnya. Dion langsung menghindar dan berusaha bangkit. Tertatih-tatih dirinya berlari, suara tabrakan terdengar keras di belakangnya. Di susul dengan bunyi kaca yang pecah.

Dion berbalik, berjalan mundur perlahan memperhatikan lubang yang di hasilkan makhluk itu. Lampu mulai berkedip cepat. Pandangan Dion tetap terkunci pada lubang itu. Ia tidak memperdulikan suasana atau seburuk apa lagu yang kini terputar. Cahaya merah samar-samar muncul dari kegelapan. Suara geraman berat menyisir bulu kuduknya. Punggung Dion menabrak sesuatu. Sebuah peti kecil yang teronggok di ujung lorong. Bagaimana ini? Dion tidak bisa melepas pandangan dari makhluk yang samar-samar memunculkan diri. Tapi di sisi lain, ia menaruh harapan pada peti itu bahwa akan ada senjata yang tersembunyi di dalamnya. Apa yang harus dia pilih?

Tangan Dion cepat membuka peti, mengorek-ngorek kain-kain yang tertumpuk sembarangan. SIAL DIMANA SENJATANYA? Dion sudah merasakan makhluk itu mulai bergerak ke arahnya. Dari sudut matanya ia melihat pergerakan makhluk itu yang kembali merangkak mencarinya. Dimana? Dion terus mengorek kasar benda-benda di dalamnya.

"Satu ... Dua ... Tiga ... Siap atau tidak aku datang ..."

Suaranya terdengar lembut, membuat bulu kuduk Dion meremang. Sayup-sayup terdengar bunyi pecahan kaca yang di pijak.

Badut itu bergerak cepat, melesat dari tempat awal dirinya berdiri dan melompat ke arah Dion. Suara tembakan terdengar. Bersamaan dengan lampu yang tiba-tiba padam. Deru napas Dion terdengar kencang. Apa ia berhasil? Apa makhluk itu mati? Tapi anehnya ia sama sekali tidak mendengar suara benda atau seseorang yang terjatuh di depannya. Jangan bilang tembakannya meleset saat ini.

Lampu kembali menyala. Di hadapannya hanya ada angin pelan yang menampar wajahnya. Dimana makhluk itu? Kemana perginya? Dion menurunkan shotgun itu, dan terduduk lemas di atas ubin. Tangannya tidak mampu lagi bergerak bahkan mengusap keringat sekalipun. Energinya terkuras, tidak lagi dirinya memiliki tenaga untuk bergerak. Kepalanya menengadah ke atas. Berusaha mengatur napasnya yang masih memburu. Setidaknya, makhluk itu pergi darinya.

Dari awal dirinya lepas dari area 1, tidak ada lagi kata istirahat yang ia rasakan. Ada saja masalah yang membawanya semakin masuk ke dalam bahaya. Kenapa ia melakukan itu? Kalau saja dirinya menolak suruhan Joe untuk berjaga di lorong pasti dirinya tidak akan terjebak di sini. Ia merindukan kehidupan lamanya. Bersantai di dalam kamar sambil bermain game. Tanpa harus bertaruh nyawa, bahkan membuat tubuhnya terluka. Apa ia menyerah saja? Dirinya sudah lelah menghadapi semua dan apa yang akan terjadi nantinya. Tidak ada kesiapan dalam hatinya.

Senyum Dara terlintas di kepalanya. Janji-janji yang di ucapkan gadis itu berdengung di telinganya. Janji ... Konyol kalau dirinya bertahan hanya karena itu. Konyol kalau dirinya rela menjadi tameng demi gadis itu. Ia terkekeh pelan. Lupakan ...

Tubuhnya bangkit, tatapannya menyalang ke depan. Ini bukan saatnya lagi meratapi nasib. Ada janji yang harus ia tepati. Ada orang yang harus ia lindungi. Merupakan suatu kebanggaan baginya berhasil bertahan dan melindungi seseorang sampai saat ini. Siapa sangka anak pendiam dan pemalas sepertinya mampu bertahan dari marabahaya?

Dirinya melangkah tegap menyusur lorong. Kini adalah saatnya menyelamatkan gadis itu. Bagaimanapun juga, ia harus bertemu dengannya. Dan membunuh keparat sialan yang menghabiskan seluruh tenaganya untuk berlari-larian.

Lupakan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Setidaknya namanya di kenang sebagai pahlawan.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang