5'th Floor

43 16 2
                                    

"Bukankah menyenangkan menonton mereka di dalam sini?"

Seseorang masuk ke dalam. Berbalut jas hitam dan mengambil kursi di sebelah pria yang sibuk menatap layar monitor. Tubuhnya kekar besar, kulitnya hitam berminyak. Matanya ikut menatap pancaran video dari kamera pengawas yang di pasang di setiap area.

"Ah, tidak juga. Aku lebih suka menonton secara langsung," ucap pria pengawas itu. Ia memutar kursinya menghadap pria hitam tadi. "Kenapa kamu kemari? Bukankah kamu seharusnya ke ruang Lab?"

"Aku sudah mampir kesana. Ternyata banyak juga kelinci yang di gunakan sebagai eksperimen," kekeh pria hitam.

"Menciptakan entitas yang kuat itu tidaklah mudah, kawan. Jadi kita harus memiliki banyak cadangan." Mata pria pengawas menatap salah satu video dari layar monitornya. Ia tersenyum miring, "bukankah orang itu sangat cocok menjadi kandidat kita selanjutnya?"

Pria hitam memicing, memperhatikan seorang laki-laki yang sibuk menghindar dari kejaran para entitas. "Menarik, bagaimana kalau kamu ajak dia kemari?"

"Ah, tidak perlu. Lebih baik dia yang datang kemari dengan sendirinya. Bukankah memaksa orang itu sangat jahat? Jadi kita biarkan saja dia muncul dan masuk kesini. Kita beritahu nanti, seberapa sabarnya kita menunggu kedatangannya ..."

Saat Dion memasuki lift ini, ia sedikit terkejut dengan ukuran di dalamnya. Tidak seperti di luar, lift ini sangatlah besar ternyata. Kalau di tafsir, 50-100 orang juga muat di dalam lift ini. Yah, Dion memilih untuk duduk di pojok seraya bersandar. Energinya terkuras habis, di tambah semua badannya yang masih sakit.

Ia memperhatikan Dara, gadis itu mengeluarkan dua buah air dan roti lalu mendekatinya. Sudut bibirnya terangkat sedikit.

"Makan dulu," ucap gadis itu menyodorkan roti dan air kepada Dion.

"Roti lagi?" lirih Dion. Untuk pertama kalinya Dion merasa bosan memakan makanan ini. Terhitung sudah lima kali ia memakan makanan ini semenjak berkelana dari area 2.

Dara berdecak, gadis itu membukakan bungkus roti itu lalu menyuapinya dengan paksa.

"Nggak usah minta yang aneh-aneh. Sekiranya kita selamat," omel gadis itu.

Mulut Dion sudah terisi penuh, membuat ia sulit berbicara maupun mengunyah. Parahnya, Dara bukannya berhenti malah semakin brutal memasukkan semua roti sekaligus ke dalam mulut Dion.

"Mungkin aku harus diet sesudah keluar dari sini," ucap Dev memegang perutnya. Yah, ia terlihat seperti ibu-ibu hamil.

"Sebelum keluar dari sini pun Kak Dev akan menjadi kurus," ucap Dara terkekeh.

"Iya juga. Terhitung aku berlari dari tadi mungkin berat badanku sudah berkurang banyak," imbuh Dev optimis.

"Makanya kak, contoh lah Dion. Dia punya roti sobek tau," kekeh Dara menatap Dion penuh godaan. Tatapannya langsung turun ke perut Dion.

Dion berdecih, entah Dara menyindir atau tidak, sejujurnya ia tidak mempunyai yang namanya roti sobek. Bagaimana mungkin anak rumahan yang kerjanya hanya bermain game dan tidur memiliki proporsi badan yang bagus?

"Dari mana kamu tau? Kamu mengintipnya saat mandi?" tanya Dev seenaknya.

"Enak aja kalau ngomong," kesal Dara. Gadis itu mendadak tertawa dan menghampiri Dev. Ia membisikkan sesuatu seraya melirik Dion. Dion menatap waspada. Entah, perasaannya tidak enak akan itu. Rasanya perbincangan yang mereka ucapkan sangat buruk.

"Benarkah?" tanya Dev heboh.

Dara mengangguk, mereka kemudian tertawa bersama. Memang benar dugaan Dion, kalau dua orang ini memang sedikit tidak waras.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang