Bad Dream

28 2 0
                                    

Mulutnya secara tak sadar mengerang pelan. Ia menengadah, matanya menyorot sekeliling. Masih di ruangan yang sama, ruang kelas usang dan kotor. Ia menyadari seseorang ada di sebelahnya. Dirinya berpaling, matanya terpaku pada sosok gadis polos yang tertidur beralaskan tangan kecilnya.

Ia tidak tau, dadanya terus bergemuruh dengan sisa keringat yang membasahi leher dan keningnya. Sebelumnya, ia mengalami kejadian yang buruk. Ruangan gelap, teriakan dan pekikan manusia yang hiruk pikuk berusaha melarikan diri. Benarkah itu hanya sebuah mimpi? Semuanya terasa nyata sebelumnya. Ia ingat setiap detail kejadian saat itu. Baik bagaimana dirinya bertemu dengan Lim–temannya, dan memakan mie dengan Wendy dan Pietro. Terakhir yang ia tau, suara aneh menghitung mundur. Memberitahu kalau waktu dari mereka untuk bersantai sudah usai.

Napasnya terdengar berat. Syukur kalau itu hanyalah mimpi buruk biasa. Dion kembali menaruh kepalanya di atas lengan, menghadap ke wajah Dara.

Dirinya berpikir, kalau ia akan mengantuk setelahnya. Namun, tidak sama sekali. Matanya terus terpaku pada wajah gadis itu. Hidungnya yang sedikit mancung, bibirnya yang tipis dan mungil, serta kelopak matanya yang sayu dan menghitam. Dion membayangkan, bagaimana kondisi Dara ketika dirinya dalam keadaan baik.

Sayangnya, dulu Dion tidak terlalu memperhatikan gadis ini. Kenal saja, tidak. Cenderung memilih menyendiri, berangkat untuk belajar dan pulang untuk bermain. Berulang kejadian sama sampai akhirnya ia sampai di sini. Siapa sangka? Mereka akhirnya di pertemukan di tempat yang tidak semestinya. Menjadi dekat satu sama lain. Seolah tidak ingin kehilangan baik Dara maupun Dion sendiri.

Rasa nyaman yang telah terbangun, Dion tidak pernah merasakannya setelah kehilangan kedua orang tuanya. Dara yang mengembalikan semuanya. Dion tidak ingin kalau gadis itu pergi meninggalkannya. Janji yang masih berkumandang di kepalanya adalah Dion yang harus tetap menjaga gadis ini.

Perlahan mata gadis itu berkedut. Bulu matanya yang lentik bergerak, membuka kelopak matanya perlahan dan memaku pandang pada orang yang tengah menatapnya. Gadis itu menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Ia mengusap kedua matanya dan mengerjap beberapa kali.

"Ah, aku ketiduran," celetuk gadis itu dengan suara serak. Ia menoleh menatap Dion, "aman, kan?"

Dion mengangguk, "aman."

Dara menggaruk lehernya, tangan mungilnya mengusap wajahnya beberapa kali. Kepalanya sakit sekali, mungkin ia terlalu lama tidur.

"Gini rasanya kalau tertidur di kelas, ya?" Gadis itu tersenyum sayu ke arahnya.

"Begitulah," jawab Dion.

Gadis itu terdiam cukup lama. Ia menatap kosong ke arah pojok kelas. Kemudian ia melirik ke arah Dion sambil tersenyum kecil, "kamu lapar?"

Dion mengangguk, gadis itu tertawa pelan setelah sebelumnya mendengar suara dengkuran dari perut Dion.

"Ayo kita ke kantin," ajak Dara. Gadis itu bangkit dari kursinya dan menjulurkan tangannya. "Di sana pasti ada banyak sekali makanan untuk kita."

Entah apa yang membuat Dion enggan bergerak dari tempat duduknya. Laki-laki itu mengerutkan keningnya, "bagaimana kamu yakin kalau di sana ada makanan?"

Dara memutar bola matanya malas, "oh, Dion. Kamu tidak mendengar ucapan kak Wendy tadi? Jikalau lapar datanglah ke kantin. Dan sekarang pasti ada mereka berdua di sana."

"Tapi–"

"Ahh, ayo!" Dara menarik tubuh Dion dan menyeretnya seperti anak kecil. "Kamu kebanyakan tapinya. Ngomong tapi terus nggak bakal bikin perut kamu kenyang, Dion."

Ahh, ya sudah. Dion hanya menghela napas pelan sambil membiarkan tubuhnya di seret oleh gadis itu.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang