Windmill

26 10 7
                                    

"Bangunan berbentuk baling-baling?" tanya Wendy sekali lagi. Gadis itu yang awalnya hendak pergi kini harus mendengar permintaan Dion.

"Iya, kamu tau, kan?" tanya Dion memastikan. Ia harap jawaban iya keluar dari mulut gadis itu.

Wendy mengangguk cepat, "itu adalah sarang deathmoth. Untuk apa kamu menanyakan itu? Itu tempat yang sangat berbahaya."

Tunggu dulu, sarang deathmoth? Berbahaya? Astaga, berarti Pietro dan Dara dalam bahaya. Dion hendak bangkit dari ranjang. Namun, rasa sakit pada badannya membuat tubuhnya kembali terjatuh. Ia tak cukup kuat untuk bangkit. Akibat tertindih barang berat sebelumnya, ia sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya dengan maksimal.

"Hey, apa yang kamu lakukan? Kondisimu belum sepenuhnya pulih," ucap Wendy hendak menangkap Dion.

"Aku harus menyelamatkan teman-temanku," ucap Dion pelan.

Wendy mengernyit, "jadi teman-temanmu masuk ke dalam bangunan itu?"

Anggukan pelan menandakan bahwa pertanyaan Wendy di jawab dengan benar. Gadis itu berdecak pelan. "Bodoh, apa kalian semudah itu mengambil keputusan di tempat berbahaya seperti ini?"

Dion hanya diam tak menjawab. Pikirannya terus tertuju pada Dara. Ia berharap gadis itu baik-baik saja. Harapan besar ia taruh pada Pietro. Ia harap pria itu mampu menjaga Dara dengan baik.

"Kemungkinan selamat sangatlah kecil. Kini mereka sudah membangunkan deathmoth. Yang dimana akan ada suara bising yang akan di hasilkan oleh makhluk-makhluk itu selama mereka mengejar teman-temanmu. Suara itu akan mengundang para hounds juga nantinya."

Tubuh Dion mendadak panas. Ia merasakan jantungnya terpompa sangat cepat. Mau tidak mau, ia harus memaksa tubuh ini untuk pergi.

Ia beranjak dan berjalan tertatih keluar kamar. Ia tak memperdulikan teriakan Wendy yang terus menyuruhnya berhenti.

"Hey, hey ... Tenanglah sedikit aku sedang membaca," teriak Bruce dari bawah.

Wendy menarik lengan Dion. Ia menatap lekat laki-laki itu, "kamu gila? Kamu akan mencari teman-temanmu dengan kondisi seperti ini?"

"Lalu apakah aku harus diam saja selama mereka dalam bahaya?" tanya Dion balik sambil melepas genggaman Wendy.

"Pikirkan kondisimu. Apakah mereka juga membantumu setelah kamu hampir mati tadi? Tidak, kan?" tanya Wendy kesal.

Dion tidak mengerti kenapa gadis itu kesal sekali dengannya. Padahal ia hanya ingin membantu Pietro dan Dara.

"Kalau kamu tidak tau lebih baik diam saja," desis Dion. Ia tak terima kalau Wendy seenaknya menilai Dara dan Pietro.

Wendy menghela napas pelan. Gadis itu terlihat seperti sedang mengontrol emosinya. "Dengar, pentingkan nyawa sendiri ketimbang nyawa orang lain. Kamu mati hanya untuk di kenang sehari, besok atau nanti kamu pasti akan di lupakan. Di tempat ini, bertahan hidup adalah yang nomor satu, untuk mencari jalan keluar dari tempat ini."

"Lalu kenapa kamu menyelamatkanku?" tanya Dion menohok.

"Kebetulan. Kalau saja bukan karena Bruce yang membuka truk untuk mengambil persediaan, kita tidak akan menemukanmu. Mau tidak mau kita juga harus menyelamatkanmu."

Dion terdiam. Jadi dirinya bukan di selamatkan dengan sengaja. Tapi, dengan terpaksa. Memang seharusnya dia tidak percaya dengan orang-orang ini.

Suara ketukan langkah kaki menapak tangga. Sebuah kepala menyembul dari bawah seraya menatap kedua remaja yang sedang berdebat. Mata pria itu menatap kesal Wendy.

"Sudah ku bilang kalau aku sedang membaca–Oh, kamu sudah bangun? Kenapa terlihat tergesa-gesa?" Tatapannya berubah bingung, ia menaikkan alisnya sebelah seraya menatap Dion yang berdiri tak seimbang di depannya.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang