Tetap Tenang

121 17 23
                                    

Entah sudah berapa lama ia menunggu Dara untuk selesai menghentikan tangisnya. Ia mewajarkan gadis itu paranoid setelah mengalami kejadian ini. Di dalam hatinya ia tertawa puas karena Dara mendapatkan ganjarannya. Tidak selamanya hal seperti ini di anggap remeh, karena Dara masih belum tau apa dan siapa yang akan di hadapinya nanti.

Di tambah Lim dan Rio tidak terlihat sampai saat ini. Ternyata memang benar, jika masuk dalam jumlah yang banyak ujung-ujungnya akan berpisah dan survive sendiri.

Ia menghela napas lega, untung saja gadis ini di temukannya sebelum ia menghilang lebih jauh lagi. Mana tau ia sudah berpindah level dan terjadi hal yang mengerikan di sana.

Dara mengangkat kepalanya. Tangan mungilnya mengusap wajahnya yang sudah sembab. Ia menatap Dion, "jangan di lihat! Aku ga suka!"

Dion berdeham, ia memalingkan wajahnya sampai Dara selesai merapikan tubuhnya.

"Udah. Sekarang udah boleh lihat," ucap Dara tersenyum kecil.

Dion mengangguk saja.

"Sekarang jelasin secara detail tempat apa ini, dan apa semua yang aku alami tadi," kata Dara serius. Wajahnya mengintimidasi.

"Sambil jalan," jawab Dion tak sesuai harapan. Ia mengambil tangan Dara dan menggenggamnya.

"Gamau, capek. Asal kamu tau aku tadi lari-larian nggak jelas nyari kamu!" kesal Dara menepis.

"Bukan kamu doang yang lari," tukas Dion dingin.

Dara mendengus sebal, ia pun mengekor Dion dan membiarkan tangannya di tarik.

"Aku pernah baca di artikel, tempat ini adalah backrooms. Backrooms sendiri adalah dimensi lain yang sangat sulit di masuki atau keluar dari sini. Hanya orang terpilih saja yang bisa masuk ke dalam sini, seperti kita." Dion memulai penjelasannya.

"Tapi Lim sama Rio kan bukan orang terpilih. Mereka juga nggak dapat surat itu. Kenapa mereka bisa masuk kesini?" tanya Dara bingung. Memang benar, kalaupun Lim dan Rio dapat surat itu, seharusnya mereka tau kalau Dion dan dirinya sedang membuka lantai yang di maksud surat itu.

"Mereka ikut masuk karena kita yang buka gerbangnya," jawab Dion. Ia kembali melanjutkan penjelasannya, "semua yang kamu alami ini adalah bagian dari permainannya. Kita sedang berada di area 0. Atau sebutannya sebagai Lobby."

Dara mengangguk paham, jadi angka 0 tadi adalah nama area ini?

"Untungnya di sini tidak ada entitas yang mengejar kita. Jadi ini terlihat berbeda dari game yang aku mainkan," jelas Dion lagi.

"Game? Emang ada ya game tentang ini?" tanya Dara menatap Dion.

Dion mengangguk.

"Terus kenapa lampu yang awalnya mati jadi hidup lagi? Seakan-akan nggak terjadi apa-apa." Tangannya menunjuk hamparan lampu di atas. Mereka semua dalam keadaan baik, padahal sebelumnya rusak. Dara sampai berpikir kalau itu terjadi karena ia terlalu lelah dan tidak dapat berpikir jernih. Makanya semua halusinasi aneh muncul di otaknya. Di tambah lagi ada sebuah fakta kalau ruangan berwarna kuning dapat mempengaruhi psikologis orang yang ada di dalamnya.

"Itu termasuk bagian dari permainan ini. Mereka membuat kita seakan berhalusinasi agar kita menjadi frustasi dan menyerah. Semakin kita larut maka semakin kuat juga ancamannya," jawab Dion.

"Ancaman? Ancaman dari siapa?"

Dion mengangkat bahunya. Sejauh ini ia hanya paham sampai di situ saja. Sisanya ia tidak terlalu mengerti karena ini berbeda sekali dengan isi game PCnya. Mungkin developernya hanya membaca setengah artikel dari kisah ini.

Sejujurnya ia tak percaya juga kalau ada tempat yang bernama backrooms ini. Secara ini hanyalah sebuah creepypasta yang iseng di tulis dengan ribuan teori yang sangat menarik. Melibatkan beberapa fakta dunia maupun entitas kehidupan yang aneh. Terlalu berat di cerna namun memang seperti ini nyatanya.

Ia jadi ingat sebuah cerita mengenai dreamcore. Dimana kita bermimpi buruk terjebak di dimensi lain dan tidak dapat kembali ke tubuh utama kita. Itulah yang kini menjadi pertanyaannya. Apakah ia sedang tertidur di rumah dan terjebak mimpi yang sama dengan Dara? Atau ia memang benar nyata terjebak di tempat ini?

"Terus tentang glitch tadi, kenapa aku nggak bisa nemuin kamu? Dan kenapa setelah terjadinya Glitch kamu muncul dan hilang begitu saja?" tanya Dara.

Dion terdiam sejenak, ia juga tidak tau mengapa hal ini terjadi. Sebelumnya juga ia panik mencari keberadaan Dara, Lim maupun Rio. Tapi setelah ia berusaha tenang dan santai, mereka tiba-tiba muncul. Sayangnya itu hanya terjadi secara sepihak. Jikalau orang lain panik, maka mereka juga akan hilang walaupun kita berusaha untuk melihat mereka.

"Dion, jawab."

"Oh, ngg ..." Dion menggaruk hidungnya yang tak gatal, "Entah. Aku hanya tau efek Glitch itu muncul sesuai kehendak dari permainan ini. Dan cara untuk menghilangkannya, kita hanya perlu tenang dan tidak panik."

Dara mengangguk lagi. Jadi karena reaksi berlebihannya tadi dirinya kehilangan jejak Dion secara tiba-tiba. Entahlah, ini sedikit menarik walaupun berputar-putar.

"Kayanya, kalau kita selalu bersama dan tidak berpisah kita tidak akan terkena efek Glitch ini," terka Dion.

Dara langsung memeluk erat lengan Dion, "Ihh, kalau gitu aku nggak mau lepas lagi. Kalau ada teman aku nggak bakalan takut. Tapi kalau sendiri, kecemasanku muncul tiba-tiba dan mulai merusak mentalku."

Dion mendengus sebal, tangannya mendorong Dara pelan guna memberi jarak antara tangannya dan tubuh gadis itu.

Oke, yang sekarang harus ia lakukan adalah mencari Lim dan Rio. Sepertinya mereka tau lebih akan tempat ini. Ah, iya. Dia lupa untuk memeriksa jamnya. Ia menoleh ke arah Dara. Gadis itu menatap waspada ke arah sekelilingnya. Mungkin ia butuh bantuan gadis itu untuk menggulung jaketnya.

"Dara," panggil Dion.

Dara berdeham dan menoleh ke arah Dion, "kenapa, Dion?"

Dion menyodorkan tangan kirinya, "tolong tarik lengan hoodieku ke atas."

Dara mengangguk, tangan kanannya menggapai lengan Dion. Ia menggulung hoodie itu dan menampilkan jam hitam polos di baliknya.

"Wah keren banget jamnya," puji Dara menatap Dion dan jam itu secara bergantian, "Kaya yang makai."

Dion menatap Dara datar, ia menarik lengannya dan menatap jarum jamnya. Kedua jarumnya menunjuk ke nomor 3. Ia mengernyit, apakah jam ini bergerak? Kalau iya berarti sekarang sudah pukul 3.15. Tunggu, sepertinya ada yang aneh.

"Kata Lim kita nggak bakal bisa keluar dari sini. Emang bener, ya?"

Dion tersadar, ia menatap Dara yang tengah menunggu jawabannya. Ah, ini yang paling susah untuk di beritahu. Mungkin gadis ini akan sangat sulit menerimanya.

Dion mengangguk pelan. Secara langsung membenarkan pernyataan Lim. Memang tidak akan ada jalan keluar dari tempat ini. Yang ia tau, jumlah level dalam backrooms tidak terbatas.

Dara kembali menangis. Ah, Dion sudah menduga hal ini akan terjadi. Gadis itu menutup mulutnya dengan lengan kanannya agar tidak terisak.

Langkahnya terhenti, ia mengubah posisinya berhadapan dengan Dara. Tubuhnya di turunkan sedikit sambil mengelus kepala Dara.

"Jangan menangis, kita akan cari jalan keluarnya sama-sama."

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang