Lama sekali dirinya bersembunyi di ruangan itu. Rasa kantuk menyerangnya, ia beberapa kali terkatup pada dinding. Sayangnya ia harus tetap berwaspada. Takut kalau ada hounds atau entitas lain yang menyerang secara tiba-tiba. Di sebelahnya, Dara sudah tidur nyenyak bersandar pada pundaknya. Sementara Dev dengan Luna hanya diam termenung menatap kekosongan. Dion berdecih pelan, apa yang di harapkan pada dua orang asing yang kerjaannya meminta tolong saja?
"Aku tidak menyangka orang yang bersama kita sebelumnya kini meninggal dengan cara yang mengerikan," lirih Luna membuka suara. Suaranya terdengar sangat lembut.
Dev menepuk pundak gadis itu, "aku juga ikut sedih. Tapi, setidaknya kita berdua masih hidup, kan?"
"Aku harap kita berempat tetap bersama sampai kita berhasil keluar dari tempat ini. Aku tidak ingin melihat ada korban lagi yang berjatuhan. Membayangkan bagaimana rasa sakit yang mereka rasakan ketika di serang dengan brutal oleh makhluk itu," ringis Luna. Tak di sangka matanya sudah basah.
Yah, Dion juga merasakan kesedihan juga. Apakah ini sudah kelewatan? Bagaimana bisa orang tak bersalah terkena musibah mengerikan seperti ini? Kalau ada yang tidak tahu menahu tiba-tiba masuk ke dalam dimensi tak berujung dan meninggal dengan cara yang mengenaskan, bukankah itu sangat menyakitkan bagi mereka?
"Bayangkan saja mereka memiliki mimpi yang tinggi setelah keluar dari sini. Ternyata malah mati sia-sia."
Dion memperhatikan Luna. Bagaimana cara memberitahu gadis itu kalau tidak ada jalan keluar sama sekali dari sini? Ia dapat merasakan kalau gadis itu sangat tulus ketika berbicara. Hatinya lembut sekali, padahal mereka tidak mengenal cukup baik. Tapi gadis itu masih memikirkan orang lain, persis sekali seperti Dara. Jahat sekali ia berkata kalau Luna tidak becus sebelumnya.
"Mari kita lupakan kejadian tadi," ucap Dev mengalihkan topik. Ia menatap Luna, "kalau kamu keluar nanti, apa yang ingin kamu lakukan?"
Luna mengusap air matanya, ia tersenyum kecil, "aku ingin ikut relawan untuk anak-anak di daerah terpencil. Sebenarnya aku sudah mendaftar sebelum masuk ke sini. Entah aku di terima atau tidak. Aku malah terlalu penasaran dengan surat itu sampai terjebak di sini."
"Kenapa kamu ingin ikut hal-hal seperti itu?" tanya Dion.
Luna menghela pelan, "aku sangat suka sekali dengan anak-anak. Sering sekali aku melihat anak-anak terlantar di kota-kota kecil. Mereka terlihat kekurangan makanan, ilmu pengetahuan bahkan ada yang sakit namun tidak memiliki fasilitas pengobatan yang memadai. Jadi, aku ingin ikut menjadi relawan dan membantu mereka."
"Kenapa tidak melaporkannya saja? Setahuku kita bisa membuat laporan dan mereka akan bergerak kesana," imbuh Dev.
Luna menggeleng dan terkekeh, "Aku lebih suka terjun langsung ketimbang melapor. Jadi kita bisa tau kinerjanya bagaimana. Bagaimana kalau laporan yang kita buat hanya di tampi tanpa di lakukan? Bukankah itu sia-sia?"
Dev dan Dion mengangguk paham. Lalu tatapan Luna mengarah pada Dion. "Ku lihat-lihat, wajahmu masih sangat muda. Apakah kamu masih sekolah?"
Dion mengangguk.
"Masih sangat muda, ya. Tapi kamu malah terjebak di sini. Masa depanmu masih panjang, berusahalah keluar dari sini agar bisa menggapainya," pesan Luna. Lalu gadis itu mendekat ke arah Dion. Ia mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. "Aku tidak tau ini penting atau tidak, tapi kamu bisa menggunakan pisau ini. Aku tak sengaja membawanya dari rumah saat aku masuk ke sini. Rasanya sia-sia kalau aku yang awam ini memegang sebuah senjata."
Lalu ia teringat sesuatu, mengeluarkan sebuah bungkusan roti dari dalam sakunya, "Makanlah, aku tau kamu lapar."
Dion tiba-tiba merasa dejavu, ia mengambil roti itu. "Bagaimana denganmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DOME
Mistério / SuspenseUsai mendapatkan surat misterius yang tergantung di depan rumahnya, Dion terjebak di sebuah dimensi lain yang tidak berujung. Dirinya di paksa untuk menyelesaikan setiap level dengan selamat. Dimana di setiap level ada banyak sekali makhluk kejam ya...