Exhausting day

25 6 3
                                    

Tubuh Wendy menegang melihat genangan darah di depan pintu. Cairan merah kental itu berserakan di sembarang tempat. Keadaan rumah juga sangat buruk. Pagar rumah yang hancur, pintu yang remuk serta jendela yang sudah berlubang. Gadis itu beranjak masuk tergesa-gesa. Di bawah cahaya lentera, mulutnya tertutup rapat. Rasa terkejutnya memuncak melihat keadaan gadis yang di maksud Bruce tadi.

Keadaan sungguh kacau, Dion terisak mendekap Dara, sementara Bruce terus-menerus menekan dada gadis itu. Tidak ada reaksi apapun, gadis itu terbujur kaku di atas lantai.

Matanya melirik empat onggok daging manusia yang berbalut pakaian sepertinya. Mereka semua terkapar kaku dengan keadaan sudah tak bernyawa. Jadi, itu yang menyerang Dara tadi?

"A-apa yang terjadi?" Pietro terdengar gemetar. Pria itu melangkah pelan masuk ke dalam. Matanya terbuka lebar memperhatikan keadaan Dara. "Siapa yang melakukan itu padanya?"

Tak ada satupun yang menjawab. Wendy bergegas ikut membantu Bruce. Dirinya bersimpuh di sebelah pria itu, "Dion, angkat kepala Dara, itu akan membantu pernapasannya kembali normal."

Dion mengangguk, mengangkat sedikit kepala gadis itu. Jantung Wendy serasa ingin berhenti. Luka pada wajah Dara terlihat sangat jelas ketika kain yang di pegang Dion terjatuh. Rongga yang di hasilkan cukup besar diantara pelipis dan pipinya.

"Ayolah, nak. Kamu pasti bisa," lirih Bruce yang sudah mulai menyerah. Pria itu menghela frustasi sambil mengangkat tangannya. "Wendy, coba kamu yang meresusitasi dia."

Anggukan sigap di berikan Wendy. Gadis itu mengambil ancang-ancang untuk menekan dada Dara. Napasnya mulai di atur, mencoba fokus untuk memompa jantung gadis itu.

Ayolah, kamu pasti bisa ...

Mata Dara mengerjap beberapa kali. Badannya terasa sakit semua. Ia mencoba untuk bangkit sambil mengusap matanya. Ia menatap sekeliling, berada di lapangan yang luas, dengan sebuah pohon besar yang meneduhinya. Dimana dia?

Matanya memicing menangkap sebuah objek yang mengejarnya, "Milo?"

Siluet itu berubah menjadi seekor anjing cokelat besar yang berlari menghampirinya. Ekornya bergerak semangat, tersenyum senang kala melihat pemiliknya kembali.

"MILO!" Dara menangkap anjing itu dan memeluknya dengan erat. Tertawa bahagia sambil membiarkan Milo semangat menjilati wajahnya. Dara menangis terharu, mengelus bulu-bulu lembut anjingnya dengan gemas.

"Aku kangen banget sama kamu." Dara terisak bahagia meraup wajah Milo. Gadis itu menciumi kening anjing itu beberapa kali, kemudian mengusap kepalanya.

"Kamu tau nggak? Aku bermimpi buruk sebelumnya. Aku terjebak di sebuah tempat, dan nggak bisa kembali lagi. Sekarang lega banget lihat kamu di sini." Milo menggonggong menimpalinya. Dara tersenyum senang dan kembali memeluk Milo. Ia masih belum sadar, gadis itu mendongak dan menatap sekeliling. Cahaya senja menerangi wajahnya, angin lembut menyapu rambut lurusnya. Berada di hamparan rumput tanpa ujung. "Tapi, kita dimana sekarang?"

Milo bergerak heboh. Anjing itu bergerak menjauhi Dara. Mencoba memberitahukan sesuatu kepada gadis itu. Ekornya di kibas-kibaskan. Ia berputar-putar menunggu sang majikan bangkit dari tempatnya.

Dara beranjak dari tempat duduknya, mengikuti Milo menyusuri hamparan rerumputan alus. Ia baru sadar kalau dirinya tak mengenakan alas kaki, bahkan kini gaun putih menyelimutinya.

Wajahnya tak henti tersenyum, ia menikmati suasana alam yang sedari tadi menyapa pengelihatannya. Sejuk dan hangat bercampur menjadi satu. Aroma wangi dari bunga-bunga yang tumbuh juga tak mau kalah. Dara seperti tidak ingin pergi dari tempat ini, sungguh.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang