Kelompok Misterius

95 16 22
                                        

Sial! Terpojok dengan senjata yang menempel pada dahi adalah hal yang sangat tidak di inginkannya. Ini diantara hidup dan mati. Itupun kalau pria gila berjanggut di depannya ini ingin menjauhkan benda itu dari kepalanya.

Tangannya terangkat di belakang kepala, ia tidak di berikan waktu untuk menjelaskan sama sekali. Pria gila itu sibuk tertawa, air yang sisa sedikit itu di tegaknya seraya bersendawa keras. Jelas sekali kalau pria di depannya memiliki gangguan mental. Berlagak mabuk padahal hanya menegak air saja.

"Jawab! Apa kalian entitas atau tidak?!" hardik pria itu mendorong pistolnya lebih dekat. Oh ayolah, mau sampai kapan ia di tanyakan seperti ini?

"Tidak!" tukas Dion emosi. Entah sudah berapa kali pertanyaan bodoh itu di layangkan. Sudah ia beri jawaban denial tetap saja orang di depannya tidak percaya. Apakah orang itu buta tidak melihat kalau bentuk tubuhnya seperti orang normal?

"Lalu kenapa ada mayat makhluk itu di sini." Kepala lancipnya menunjuk seonggok monster yang di bunuh Dara tadi.

Arghh! Jujur Dion frustasi sejadi-jadinya menghadapi orang ini. Ia melirik Dara, gadis itu mengangguk seakan mengerti maksud Dion. Entahlah, Dion padahal hanya memastikan keadaannya saja..

"Aku yang membunuhnya." Dara membuka suara.

Mata tajam bak elang melirik ke arah Dara. Bola hitamnya bergulir memperhatikan dari atas sampai bawah penampilan gadis remaja itu. Ia tersenyum miring.

"Apa kamu di paksa berbohong oleh entitas di sebelahmu ini?" Moncong pistolnya mengarah ke arah Dion, lagi.

"Apa?!"

Dara langsung menggeleng, "aku tidak mengerti apa itu entitas, tapi dia adalah temanku. Dia manusia biasa."

"Buktikan," pinta pria itu.

Lengan Dara bergerak meraba pinggang Dion. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, memberi kode agar Dara tidak melakukan hal-hal aneh. Gadis itu langsung mencubitnya dengan keras membuatnya berteriak kesakitan.

"Apa yang–"

"Benarkan? Dia orang biasa."

Pria itu memicingkan matanya. Ia mendekatkan wajahnya memperhatikan Dion secara seksama. Tatapan elang saling bertemu. Namun di mata Dion sudah terlihat sekali kalau ia membenci pria itu. Ingin sekali ia menghujam pria itu dengan tinjunya.

"Pffftt, hahahaha ..."

Suara tawa bergema keras. Pistolnya di letakkan di saku belakangnya. Kedua tangannya bertepuk heboh.

Ini kesempatan! Dion menodong senjatanya ke arah kepala pria itu. Pelatuknya siap di tarik kapan saja. Dara panik sendiri melihat tingkah Dion yang terkesan tiba-tiba.

"Bagaimana kalau kamulah entitas itu?" desis Dion menatap tajam.

"Wow, wow ... Santai kawan." Pria itu memundurkan langkahnya. Ia tetap tertawa dan mengangkat tangannya.

"Jawab!" tekan Dion. Jarinya semakin menekan pelatuknya.

"Aku hanya bercanda tadi."

"Ohh, baru sekarang kamu bilang bercanda? Bagaimana kalau aku bilang bercanda juga setelah aku menarik pelatuk ini?" tanya Dion semakin menggila. Ekspresinya tidak bisa bohong kalau ia ingin membunuh pria itu.

"Dion, jangan!"

Pria itu kembali tertawa keras. Astaga ini komedi yang tidak pernah ia dapatkan selama terjebak di sini.

Dara masih panik dan tidak mengerti maksud dari orang di depannya. Sementara Dion tidak tertarik sedikitpun, tatapannya bengis menusuk kornea pria itu.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang