Dara mengintip dari balik jendela. Matanya menyisir jalanan sepi yang baru saja di laluinya. Ia berharap Dion datang menyusulnya. Bukan karena ia takut berdua dengan Pietro, tapi ia takut kalau terjadi sesuatu pada Dion. Laki-laki itu jelas-jelas belum menampakkan batang hidungnya. Walau tidak ada jam, Dara tau jelas Dion sudah pergi 20 menit yang lalu.
"Bagaimana, ada tanda-tanda dari anak itu?" tanya Pietro. Pria itu duduk di hadapan Dara sembari ikut menunggu Dion.
"Tidak ada," jawab Dara pelan. Gadis itu masih menempelkan matanya pada jendela.
"Dia pasti menghianati kita," ucap Pietro asal.
Dara berdecak, "setelah apa yang Dion lakukan untuk kita paman tetap berburuk sangka padanya."
Gadis itu tidak habis pikir dengan Pietro. Entah memang pria itu berniat bercanda atau memang serius. Rasanya karakter Pietro ini seperti orang brengsek yang sering di temuinya saat sekolah dulu. Ah, bahkan lebih buruk manusia ini ketimbang teman-temannya. Dasar tidak tau diri.
"Jangan panggil aku paman! Umurku tidak jauh denganmu, bodoh!" kesal Pietro. Apa dirinya sangat tua sampai di panggil paman? Menurutnya, penampilannya sekarang malah seperti anak belasan tahun. Apa orang-orang ini buta sampai tidak bisa melihat pesonanya?
Dara hanya berdecih, kembali memeriksa keadaan di luar.
"Yah, kemungkinan besarnya dia mati. Sisanya mungkin meninggalkan kita," balas Pietro enteng.
"Jaga mulut paman!" kesal Dara.
Pietro berdecak, "mana mungkin ada orang yang selamat setelah di kejar-kejar ribuan monster ganas seperti mereka. Di tambah ia hanya membawa dua botol bom molotovku. Mana bisa mengalahkan mereka. Dan sekali lagi aku tekankan, aku bukan pamanmu!"
Helaan berat keluar dari mulut Dara. Gadis itu mengepalkan tangannya erat, matanya terus bergerak menyisir seluruh sudut jalan. Ayolah, Dion!
Kepala Dara memutar, ia menatap segala arah dengan was-was. Telinganya baru saja menangkap pergerakan dari sesuatu di belakangnya. Bukan, bukan Pietro. Pria itu jelas sedang duduk, tanpa melakukan apapun. Sesuatu ini seperti memiliki kaki yang runcing, ia rasa. Gerakannya lambat dan bergesekan satu sama lain. Seperti, kecoa?
"Kenapa?" tanya Pietro. Ia baru menyadari kalau Dara sudah berhenti memantau jendela.
"Paman dengar itu?" tanya Dara pelan.
"Dengar apa?" Sial! Dara ingin membungkam mulut Pietro sekarang juga. Tidak bisakah mulut pria itu memelankan suaranya? Bahkan Dara dapat mendengar gema yang di hasilkan mulut tebal Pietro.
"Pelankan suaramu! Coba dengar baik-baik," desis Dara.
Pietro berdecak, ia mulai menenangkan dirinya. Telinganya di tajamkan, guna mengetahui suara apa yang sedang di tunjukkan pada Dara. Matanya terbuka, arah netranya menyisir ruangan di sekelilingnya. Benar yang di ucapkan Dara, suara itu terdengar pelan.
Tangan Pietro merogoh saku celananya. Ia mulai menyalakan korek gas yang di bawanya. Pertama kali coba, tidak bisa menyala. Oh ayolah! Pietro juga takut kalau dirinya ternyata ada di sarang hound. Terdengar lucu kalau dirinya yang berusaha kabur malah masuk ke dalam kandangnya. Percobaan kedua, api menyala. Namun beberapa detik kemudian kembali mati. Sial!
"Cepatlah, perasaanku tidak enak," cecar Dara tidak sabar.
"Sabar bodoh. Ah, menyala."
Pietro langsung membalikkan tubuhnya. Pupil matanya langsung mengecil. Nyala api kembali padam. Ia menutupi mulutnya, menahan teriakan yang hendak keluar. Tubuhnya mundur perlahan. Tepat di depannya tadi, ada ngengat raksasa menggantung di langit-langit dan menatap dirinya. Bukan satu, tapi puluhan ekor yang sama bergelantungan di atap bangunan yang ia tempati.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOME
Mystery / ThrillerUsai mendapatkan surat misterius yang tergantung di depan rumahnya, Dion terjebak di sebuah dimensi lain yang tidak berujung. Dirinya di paksa untuk menyelesaikan setiap level dengan selamat. Dimana di setiap level ada banyak sekali makhluk kejam ya...