Regeneration

36 10 3
                                    

Langkah kaki tegas masuk ke dalam ruangan putih yang berisikan tabung air besar dan bentuk makhluk aneh di dalamnya. Matanya menyisir setiap sudut, menunduk dan menatap salah satu tabung yang berisikan tubuh seekor ular besar. Tubuhnya bergidik, matanya menyorot takut dan takjub kepala manusia yang di sambungkan ke tubuh ular itu. Tangannya meraba-raba sisi luar kaca yang sangat dingin.

"Kamu suka?" Seseorang berjas tiba-tiba muncul seraya tersenyum simpul. Matanya menyipit kala senyumnya kian melebar menyombongkan hasil yang ia kerjakan.

"Ternyata tidak hanya satu yang kamu ciptakan," ucap temannya bangkit dan mengeluarkan sapu tangan biru bergambar bunga mawar kecil dari sakunya. Sisi kainnya mengusap tangannya yang baru saja bersentuhan dengan kaca tadi.

"Hahaha, aku hanya penuang ide saja, biarkan anak buahku yang bekerja."

Temannya tertawa pelan, "ternyata rencanamu sangat matang, ya?"

Mata biru orang itu menyorot setiap orang yang tengah berlalu lalang di sekitarnya.

"Tentu saja, tidak akan aku sia-siakan sampai di akhir nanti. Memanfaatkan dunia yang kutemukan sebagai milik sendiri tidak ada salahnya, kan?" ucap orang berjas dengan bangganya.

"Benar sekali. Ah, iya. Bagaimana dengan sesuatu yang akan kamu bahas denganku?" tanya temannya.

"Oh, iya. Aku sempat lupa. Bagaimana kalau kita ke dalam? Di sini sangat sibuk. Tidak enak dengan yang lainnya."

"Baiklah, tunjukkan aku jalannya ..."

Pundak Dara terasa berat sekali. Ia membuka matanya sesaat, lehernya bergerak ke kanan. Bibirnya tersenyum kecil. Kepala Dion tengah bersandar di bahunya. Pantas saja berat. Bukankah ini terbalik? Seharusnya kan dia yang bersandar? Tapi, untuk apa dia memikirkannya. Setidaknya dirinya telah bertemu dengan Dion. Walaupun berakhir dengan kondisi yang buruk.

Ah, hanya luka kecil. Luka yang membuat semua orang harus repot karenanya. Tidak enak? Pastinya. Dara merasa menjadi beban saat ini. Bukannya selalu seperti itu? Tatapannya sayu menyorot tubuhnya yang lemah. Lecet-lecet, kotor—Arghh ... Ia kesal sekali. Mana ia tau kalau ledakan itu melempar sebuah pecahan kaca dan mengenai kakinya?

Matanya menatap sekeliling. Memperhatikan Wendy yang juga tertidur memeluk tasnya, Bruce yang tengah menyetir serta Pietro di kursi depan yang asik melamun menatap jalan. Anggota baru yang sangat baik, Dara merasa sangat nyaman berada di antara mereka.

"Aku pernah mendengar iming-iming kalau area sembilan ini adalah area yang sangat berbahaya. Tapi yang aku lihat hanyalah kumpulan hounds yang itu-itu saja," ucap Pietro membuka suara.

Bruce terkekeh pelan, "benar juga. Aku sudah bosan sekali melawan mereka. Terlalu mudah, mereka hanya menang jumlah saja, tidak lebih. Kalau saja jumlah mereka hanya puluhan, sendiri saja aku bisa mengalahkan mereka."

Wendy mengerang pelan, gadis itu terbangun dari tidurnya, "sombong sekali. Sekalinya bertemu dengan entitas lain yang sangat sulit di kalahkan, baru kalian gelagapan."

Tangan Bruce mengarahkan spion ke wajah Wendy. Tatapannya kesal menusuk netra gadis itu, "sewot."

Wendy berdecih lalu kembali memejamkan matanya.

"Di antara semua level yang aku lalui, hanya bayi besar dan wanita laba-laba saja yang paling sulit di kalahkan," tutur Pietro.

"Kamu berhasil membunuh salah satu dari mereka?" tanya Bruce.

"Tidak satu, melainkan keduanya. Di situlah aku kehilangan teman-temanku. Mereka rela berkorban agar kita semua bisa selamat. Ujung-ujungnya hanya aku saja, hahaha ... " Pietro tertawa getir seraya membuang muka.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang