Bruce memimpin di depan. Pria itu berdiri di ambang pintu memanggil yang tersisa untuk masuk. Sementara makhluk-makhluk itu sudah hampir menyamai jarak mereka. Bruce melambai-lambaikan tangannya.
"CEPAT!"
Tangannya mendorong satu persatu temannya masuk ke dalam Van. Tanpa ia sadari, satu ekor hounds berlari ke arahnya. Menguncinya sebagai target makanan pertama. Pupilnya mengecil, dengan cekatan dirinya masuk dan mengunci van itu. Suara tabrakan keras terdengar pada pintu. Menimbulkan satu jejak besi yang penyok akibat tabrakan itu. Napasnya berderu. Sedikit lagi, dirinya hampir menjadi makanan pembuka makhluk itu. Dengan cepat ia bergerak ke kursi kemudi. Ia berdoa dalam hati, semoga kuncinya ada di sini.
GOTCHA!
Satu dari semua rasa takutnya sudah memudar. Ia mulai memutar kuncinya dan menginjak gasnya.
Suara gebrakan kencang berderu di luar sana. Mereka semua berusaha mendobrak masuk ke dalam van itu. Semua yang di dalam meringkuk ketakutan. Menatap sekeliling berusaha pertahanan besi tua itu mampu menahan mereka yang haus akan daging manusia.
"Cepatlah paman!" desak Leo dan Naka silih berganti. Mereka berteriak ketakutan kala makhluk-makhluk itu mencoba mendobrak kaca. Wajah mengerikan mereka tercetak jelas pada kaca. Giginya yang runcing dan wajahnya seperti manusia. Menjilat kaca dengan liar seakan bisa merasakan aroma daging hangat yang siap mereka santap.
"Ck, berisik!" Pietro menatap tajam kedua orang itu. Dirinya yang duduk di sebelah Pietro menuding kedua pria cengeng yang histeris, "Setidaknya kalau tidak membantu, jangan menjadi beban yang hanya bisa berteriak dan merengek! Kalau dengar kalian berteriak lagi, aku akan lempar kalian keluar."
Mereka berdua terdiam, meneguk saliva yang tertahan pada tenggorokan. Mata-mata mereka bergerak penuh waspada mengamati makhluk-makhluk itu.
Bruce beberapa kali menekan-nekan gas. Tapi tidak ada reaksi apapun dari mobil Van ini. Hanya mengeluarkan suara, selebihnya kembali mati. Lampu beberapa kali tersorot, samar-samar menampilkan kumpulan makhluk yang berlomba-lomba menerjang mereka.
"Ayolah!" Bruce memukul-mukul stir. Tangan kanannya berusaha memutar-mutar kunci sambil berdoa agar mobil itu hidup. Sial! Ia memegangi kepalanya frustasi.
Ia masuk dalam kendaraan yang salah. Sekalinya ia menemukan kendaraan terbuka, malah tidak bisa menyala. Sekarang apa? Terjebak dalam kepungan para monster. Tidak ada jalan keluar kecuali melubangi atap mobil itu.
"Biar aku yang mencobanya." Naka beranjak dari kursinya, bertukar posisi dengan Bruce untuk mencoba menghidupkan kendaraan itu.
"Aku percayakan semua padamu, Naka." Bruce menepuk pundak pria itu.
Naka mengangguk dan mulai menghidupkan kendaraannya. Percobaan pertama, masih nihil. Ia kembali memutar kunci berbarengan dengan gas yang ia injak. Tidak juga berhasil. Keringat dingin mengalir deras dari wajahnya.
"ARGH CEPATLAH! BISA ATAU TIDAK? JANGAN MEMBUANG-BUANG WAKTU!" Pietro mendorong tubuh kurus pria itu dengan keras.
Tubuh jangkung Naka sampai menabrak pintu. Pria itu meringis sambil memohon ampun pada Pietro. Dion yang melihatnya hanya melempar tatapan tajam pada pria itu. Berasa seperti jagoan tapi tidak ikut andil. Bersyukur Naka sudah mau mencoba menghidupkannya, ketimbang pria itu yang asik mendumel seperti perempuan.
Suara mobil terdengar nyaring. Cahaya lampu berpendar lurus ke depan. Naka tersenyum senang. Mobil itu menyala dalam percobaan ketiga. Semuanya membuang napas lega. Tanpa aba-aba Naka langsung menancap gas.
Crakk!
"ARGHHHH! NA-NAKA!" Pietro berteriak histeris kala cairan kental hangat memuncrat ke wajahnya. Matanya tak melepas manusia yang tengah duduk di kursi kemudi. Jantungnya memompa darah sangat cepat. Tubuhnya bergetar hebat melihat potongan setengah kepala Naka bergelayut pada sebuah tentakel hitam yang mencuat dari depan.
Tubuh Naka mengejang hebat, darah terus mengalir deras dari rahangnya. Membanjiri kursi kemudi dengan cairan berbau amis. Mata pria itu melirik Pietro. Sisa kepalanya terjatuh pada pangkuan pria itu.
"A-AHHH!" Pietro melempar potongan setengah kepala Naka ke bawah.
Semua orang berteriak histeris. Terutama Leo, pria itu meraung-raung sambil meringkuk ketakutan. Suara alarm mobil berdengung sangat kencang. Tidak ada yang berani mengambil kemudi. semuanya hanya berkumpul di belakang, menjauhi kumpulan Makhluk yang sudah hendak masuk dari lubang jendela.
Van tiba-tiba terangkat, tubuh mereka tidak seimbang dan terjatuh. Dion memeluk Dara erat, menjadikan tubuhnya sebagai alas agar Dara tidak terluka. Gadis itu meringkuk dalam pelukan Dion sambil memegangi lukanya yang terasa sangat sakit.
Van itu terlempar cukup kencang menjauhi kerumunan. Membentur aspal dan terseret cukup jauh. Asap dan debu berkerumun di sekitar. Semua orang terkapar tak berdaya di dalam mobil. Merintih kesakitan kala barang-barang menimpa tubuh mereka.
"Da-dara ..." Dion merintih sambil menggapai tubuh gadis itu. Tubuh Dara tertindih kursi, bergelayut pelan sambil mengerang kesakitan memindahkan kursi itu dari tubuhnya.
"AAHHH!" Leo berteriak histeris kala tubuh Naka terbaring di sebelahnya. Tubuh yang hanya menyisakan rahang bawah sampai kaki. Lidah pria itu menukik ke atas, sebelumnya ia sempat berteriak ketika tentakel itu menusuk mulutnya.
"Cepatlah keluar!" teriak Bruce dari luar.
Bruce dengan sisa tenaganya menarik Wendy dan Pietro keluar lewat jendela. Pria itu sudah lebih dulu berhasil keluar sebelumnya. Tertatih menahan sakit pada lengannya yang tergores akibat benda-benda di dalam mobil. Orang terakhir yang tak lain adalah Leo akhirnya keluar dari mobil. Leo menoleh ke belakang, ia melihat mayat Naka terbaring di dalam mobil Van yang terbalik. Air matanya tak terasa mengalir. Terdengar lirihan nama Naka dari bibirnya.
Bruce menatap sekeliling, menerawang jauh mencari keberadaan makhluk-makhluk itu. Ternyata jarak lemparan Smiling Face cukup jauh, sampai ia tidak dapat melihat dimana para monster itu berada.
"Bagaimana kondisi Dara?" Bruce menatap Dion yang sibuk memapah Dara.
Wajah Dion berubah masam, ia menggeleng lemas sambil memperlihatkan pinggang Dara yang mengeluarkan darah. Gadis itu sama sekali tidak memiliki tenaga lagi bahkan untuk meringis. Bruce memijit dahinya, ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya.
"Begini saja, biar aku yang menggendong Dara," tawar Bruce menjulurkan tangannya.
Dion mengangguk, memberikan Dara yang terlihat lemas dan pucat pada Bruce. Pria itu memberikan pedang yang di bawa Dara sebelumnya pada Dion.
"Jangan biarkan mereka sampai mendekati kita." Bruce menatap satu persatu teman-temannya, "Cepat kita pergi dari sini. Selagi mereka jauh, peluang kita untuk selamat sudah cukup besar."
Tatapan mereka terpaku pada puluhan benda yang terbang ke atas langit. Mengeluarkan cahaya merah yang menyinari tubuh mereka. Jantung mereka berdegup, memperhatikan gerak gerik benda-benda itu. Di tambah suara sirine yang mulai memecah keheningan.
"JANGAN HIRAUKAN MEREKA! CEPAT PERGI DARI SINI!" Pietro berteriak sambil berlari terlebih dahulu.
Semuanya tersadar dan ikut menyusul dari belakang. Langkah mereka tertatih memaksa seluruh tubuh yang sakit untuk segera menyelamatkan diri. Suara dentuman kencang terdengar dari arah belakang. Serentak semua menoleh, kilatan cahaya merah oranye terpantul dari netra mereka. Mengepul di udara, menghembuskan angin panas di sekitar. Berkobar menerangi gelapnya kota malam. Satu persatu tempat mulai hancur, di tambah munculnya api dan ledakan dimana-mana.
Inilah akhir.
∞
KAMU SEDANG MEMBACA
DOME
Mystery / ThrillerUsai mendapatkan surat misterius yang tergantung di depan rumahnya, Dion terjebak di sebuah dimensi lain yang tidak berujung. Dirinya di paksa untuk menyelesaikan setiap level dengan selamat. Dimana di setiap level ada banyak sekali makhluk kejam ya...