Where's Bruce?

33 8 14
                                    

Mata Wendy mengerjap beberapa kali. Tangannya segera menggeser selimut yang menimpanya. Tubuhnya di renggangkan di atas kasur, kepalanya menoleh ke sebelah kanannya, menatap Dara yang masih tertidur pulas dengan dengkuran halusnya. Tangannya mengelus perutnya, sial sekali. Kenapa rasa mulas harus muncul sekarang? Ia tidak tau sudah berapa lama dirinya tertidur, tapi yang jelas ia masih belum merasa puas. Tubuhnya beranjak dari ranjang, berjalan cepat keluar dari kamar dan menapaki tangga tergesa-gesa. Intinya sekarang ia harus mengeluarkan kotoran yang terus-menerus mendesaknya.

Tak ada lima belas menit, dirinya sudah keluar dari kamar mandi. Bibirnya tersenyum tipis sambil mengibaskan pakaiannya. Hanya berbalut baju kaos besar dan celana pendek saja. Itu pun pakaian pria. Yah, hanya ini yang ia temukan. Padahal di rumah dulu pakaiannya sangat banyak dan lebih bagus dari ini. Ia mengibaskan rambut pendeknya kebelakang. Matanya tak sengaja menangkap Pietro yang sedang tertidur diatas sofa.

Wendy hanya sekilas saja melihat kemudian naik ke lantai atas. Lagipula tidak ada gunanya memperhatikan Pietro yang sedang tidur. Tapi, tunggu dulu. Matanya terpaku pada cahaya remang yang berpendar dari balik garasi. Ah, sudahlah. Bruce pasti lupa mematikannya. Kakinya lanjut melangkah menapaki tangga. Ia memandang kamar Bruce sesaat, masih tertutup rapat. Ah, pria itu pasti sedang tidur pulas. Bisa ia bayangkan betapa lelahnya pria itu, tidak beristirahat maksimal semenjak ikut bersama Dion. Tapi, anehnya kenapa hari ini ia tidak mendengkur? Lupakan, mana tau Bruce sudah belajar untuk tidur dengan normal.

Lirikannya tertuju pada kamar yang di tempati Dion. Alisnya bertaut, kenapa pintu anak itu tidak tertutup? Hebat sekali kalau ia bisa bertahan di tengah dinginnya malam ini. Spontan saja kakinya melangkah mendekati kamar itu. Tangannya sigap memegang kenop pintu dan hendak menariknya. Namun, mendadak ia urungkan.

Wendy cepat-cepat menghidupkan lampu kamar itu. Matanya membulat, sama sekali tidak ada orang di sana. Kamarnya tertinggal kosong berantakan. Gadis itu beranjak turun ke bawah. Mungkin ada di dalam garasi? Tangannya membuka pintu yang menghubungkan rumah dengan garasi. Oh, tidak ...

Harusnya sudah ia sudah menduga kalau kedua orang itu pergi tanpa sepengetahuannya. Sial, kemana perginya kedua orang itu?

"DION! BANTU AKU, CEPAT!"

Dion menembaki tubuh hound yang kini menggigiti pistol Bruce. Pria itu terlihat kesulitan menahan kekuatan si monster. Beberapa kali ia hendak tergigit namun dengan sigap Bruce menangkisnya.

"BODOH! KALAU SUDAH TIDAK BERGUNA JANGAN DI TERUSKAN!" hardik Bruce mengetahui Dion hanya menembak seperti orang kikuk.

Lalu apa? Dion sama sekali tidak tau harus bagaimana. Tidak ada senjata, kalau menyerangnya langsung malah dirinya yang tergigit. Ia hanya bisa mengandalkan satu pistol kecilnya, hendak menggunakan shotgun Bruce juga tidak bisa.

"Tunggu sebentar," titah Dion yang tiba-tiba berlari meninggalkan Bruce.

"HEY?! KAMU MAU KEMANA?! Sial, matilah aku."

Bruce menahan sekuat tenaga kekuatan makhluk itu. Makan apa dia sampai bisa sekuat ini? Tubuhnya sampai terjatuh, dan untuk bangkit saja tidak bisa. Apa karena memakan manusia-manusia tadi? Memang, dari ukurannya sudah jauh berbeda dari Hounds lainnya. Dua kali lebih besar dan lebih mengerikan tampilannya. Matanya merah menyala, giginya tajam meruncing keluar, lidahnya yang panjang dengan air liur yang terus menetes.

"Arghh," erang Bruce yang sudah tidak sanggup menahannya lagi. Matilah dirinya saat ini.

Jleb ...

Bruce membuka matanya, sayup-sayup makhluk itu melemahkan gigitannya. Sesuatu yang hangat membasahi tubuhnya.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang