Finding the Door

29 10 1
                                    

Ada kalanya ia menyesal akan keputusannya untuk datang ke tempat ini. Harusnya ia hiraukan saja tanpa harus penasaran akan isi surat yang di dapatkannya terselip pada bawah pintu. Bukankah ini pelajaran terpenting untuk hidupnya? Terlalu penasaran akan sesuatu maka bisa membunuhmu.

Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Meringkuk di tengah kegelapan seraya menghindari orang-orang ricuh yang beberapa kali menabrak tubuhnya. Sudah melihat apa yang tengah terjadi. Sempat dirinya bertemu dengan si bayi besar tadi, untung saja ia bisa menyelamatkan diri.

Lampu merah berpendar, ia dapat melihat kekacauan yang terjadi di sekitarnya. Orang-orang berlari menyelamatkan diri. Suara teriakan mereka sangat menyayat seraya lepasnya anggota tubuh satu persatu. Beberapa mayat tergeletak tak bernyawa di atas lantai.

Sesaat sebelum lampu padam, ia melihat seseorang yang sangat di kenalinya. Berlari tanpa arah seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Gadis itu langsung bangkit, ia mulai bergerak mengejar orang itu. Keadaan gelap gulita menyambut. Gadis itu menghentikan langkahnya. Kini langkahnya tercekat. Bagaimana ini? Sudah cukup jauh, namun ketakutan melanda dirinya. Antara memilih maju atau kembali ke tempat tadi, tapi bagaimana kalau makhluk itu ada di depannya? Atau buruknya lagi, kini makhluk itu mengincarnya, bagaimana ia bisa tenang?

Jantungnya berdegup kencang, suara hiruk pikuk di sekitarnya menenggelamkan posisi pasti bayi besar itu. Ah, sudahlah! Ia akan mencoba untuk menerobos, melewati haluan kanan dan berjalan di pinggir dinding.

Tubuhnya terjerembab seusai menginjak sesuatu yang padat. Ia merasakan genangan hangat mengenai wajah dan tubuhnya. Lampu menyala, gadis itu tercekat kala melihat sebuah kepala yang sudah terputus di depannya. Jadi ini yang ia injak tadi?

"Boneka~"

Gadis itu menoleh, matanya terbuka lebar, "JANGAN! HUWA, JANGAN!"

Gadis itu merangkak mundur, pandangannya belum bisa lepas dari makhluk di depannya. Tangan besarnya hendak menggapai tubuh si gadis. Punggungnya sudah mentok pada dinding ruangan. Mulutnya memekik histeris kala tangan besar itu sedikit lagi menggapai tubuhnya. Ia memejamkan matanya.

Seseorang menarik kerahnya cukup kuat. Membopongnya dan menariknya untuk berlari dengan cepat. Matanya perlahan terbuka, ia melihat laki-laki yang tak asing di matanya.

"Kak Dev?" cicit Dara pelan.

Pria itu menoleh, kemudian pandangannya mengarah ke belakang gadis itu. Matanya membelalak, "Ma-mama! Cepat larinya, dia ngejar kita!"

Dara mempercepat langkahnya. Ia dapat merasakan getaran kuat dari belakang tubuhnya. Tanpa melihat pun Dara sudah tau kalau makhluk itu tengah mengejarnya. Lampu kemudian padam kembali, Dev menarik Dara ke ujung ruangan dan mendesis pelan.

"Aku menganalisis kalau dia mendapatkan mangsanya dengan suara. Jadi jangan ribut kalau ingin selamat," perintah Dev menutup mulut Dara.

Gadis itu mengangguk cepat. Ia menahan napasnya kala deru hangat menerpa wajahnya. Getaran itu semakin mendekatinya. Gadis itu memejamkan matanya, berdoa agar makhluk itu segera menjauh darinya.

"Dimana dia? Ah, di sana!" Makhluk itu mulai menjauh. Napas Dara langsung di buang dengan kasar.

"DARA!" terdengar dari kejauhan suara Dion memanggilnya. Dara menatap sembarang arah.

"Sial! Kenapa orang itu bodoh sekali? Harusnya dia lebih tau kalau makhluk ini memiliki pendengaran yang sangat tajam," omel Dev. Pria itu menatap Dara. "Jangan kemana-mana, aku akan mencari Dion."

"Hati-hati, kak," lirih Dara menggenggam tangan Dev.

Dev mengangguk, ia kemudian bangkit dan berlari mencari keberadaan Dion.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang