Something In The Dark

24 10 6
                                    

'Aku akan di sini bersama Dara,' begitu ucap Dion kala Bruce tengah membagikan kelompok untuk masuk ke dalam supermarket-supermarket mengambil makanan. Dara menatap laki-laki yang sedang memainkan sebuah pistol sambil menatap sekeliling. Tatapan tajam Dion menyisir seluruh penjuru dari balik jendela mobil. Sudut bibir Dara terangkat sedikit.

"Sepi sekali, ya," celetuk Dara. Jari telunjuknya menunjuk bibir, kemudian berpindah ke pipinya.

Dion memalingkan wajahnya, menatap gadis itu bingung, "menurutmu?"

Dara berdecak pelan, "iya sepi. Di lihat-lihat juga tidak ada apapun di sekitar kita. Sepi banget." Dara kembali menekan bibir dan pipinya.

Ya memang benar, lalu apa yang di maksud gadis ini? Apakah wanita selalu berputar-putar seperti ini? Sangat membingungkan. Dion sampai di buat berpikir dengan tingkah aneh Dara. Baru saja bertemu, ia kira perpisahannya sesaat bisa merubah sifat Dara.

"Kok diam?" tanya Dara menyadarkan Dion yang tertegun.

Dion mendesah berat, "lalu?"

"Sepi di luar," ucap Dara lagi. Kini bibirnya tersenyum lebar. Memperlihatkan giginya yang rapi. Tak lupa tangannya menyentuh bibir dan pipinya.

"Iya memang sepi," jawab Dion tak sabar. Sudahlah ia di buat pusing dengan Bruce, ia tak mau dirinya di pusingkan lagi oleh Dara. Sungguh!

Dara memasang wajah kesal, bibirnya berdecak seraya melempar wajah menjauhi Dion. "Nggak jadi."

Tunggu, apa? Ia tidak salah dengar? Dion semakin yakin kalau ledakan yang Dara alami tadi membuat sarafnya sedikit rusak. Tingkahnya semakin aneh dan tidak jelas.

"Ya udah," balas Dion malas. Ia juga berpaling dan kembali menatap ke luar jendela.

Argh! Dara frustasi. Sebenarnya dirinya ingin menggoda Dion. Apakah laki-laki itu mengerti maksud ambigunya. Ternyata semua sia-sia. Dion tetaplah Dion. Laki-laki batu yang sangat tidak peka dengan berbagai kontak yang ia lakukan.

"Dion," panggil Dara pelan. Kalau bukan dirinya yang berinisiatif memanggil, mana mungkin Dion akan memulai percakapan.

"Kenapa?" Dion menoleh menatap Dara.

Dara tersenyum simpul. Ia memegangi pipi Dion yang semakin tirus. "Makin kurus kamu, ya? Tapi nggak apa-apa tetap ganteng."

"Ih, apasih?" Dion melepaskan tangan Dara. Wajahnya memerah dan langsung menjauhkan wajahnya.

"Yee, di puji malah marah. Bukan tetap ganteng malah, makin ganteng," koreksi Dara kembali menoel pipi Dion.

Dion berdecak dan menjauhkan tubuhnya. "Cukup, Dara."

Dara tertawa pelan, "merah pasti mukanya. Ciee ... Baper, ya?"

Wajah Dion memanas, "ng–nggak, kok."

Wajah Dara berubah jahil, "ahh, masa sih?" Suara gadis itu memberat seraya mendekati tangannya pada Dion.

Dion sontak menjauh, "Dara, diam!"

Suara tawa Dara yang sangat keras menggelegar. Walaupun tidak dapat membuat Dion peka, setidaknya ia dapat menjahili laki-laki ini. Kenapa mengerjai laki-laki polos sangatlah menyenangkan? Ah, apakah Dion benar-benar polos? Mungkin, Dara masih menganggap Dion sebagai anak kecil. Meski umur laki-laki itu sepantaran dengannya.

"Bercanda, sayang. Akibat terlalu asik aku sampai lupa kalau kita berada di tempat berbahaya," kelakar Dara. Benar dirinya asik sendiri sampai lupa kalau mereka tidak sedang di tempat yang aman.

"Hmm," deham Dion singkat.

Hening kembali. Dara kembali sibuk mencari topik pembicaraan. Isi kepalanya tengah di timbun ribuan pertanyaan tidak masuk akal yang sebenarnya ingin ia lontarkan. Tapi, pastinya tidak akan di balas oleh Dion.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang