Dion menutup pintu mobil perlahan. Dirinya mengambil pistol di dalam sakunya. Matanya menatap Bruce yang menghisap sebatang rokok dengan pandangan tak lepas dari bangunan berbentuk baling-baling di depannya.
"Padahal aku tidak ingin masuk ke sini lagi," ucap Bruce pelan.
"Lalu kenapa kamu ikut kemari?" tanya Dion.
Bruce meliriknya, "menurutmu? Bagaimana mungkin aku akan melepas anak sepertimu masuk ke tempat berbahaya?"
Yah, perlu di akui Dion juga takut kemari setelah mendengar pernyataan Wendy tadi. Ada untungnya mereka ikut dengannya, setidaknya kalau dirinya di serang nanti ada bantuan yang datang.
Lintingan rokok yang mengecil di lemparkannya ke sembarang arah. Bruce memberi komando untuk masuk ke dalam tempat itu.
Dion memantapkan diri. Ia menarik napas pelan dan menghembuskannya. Oke, jangan panik. Kalau sudah dapat Dara, langsung tarik dan kembali. Sangat mudah bukan? Ia harap Dara masih ada di dalam sana.
Gelap sekali. Dion tak mampu melihat apa-apa. Bahkan cahaya bulan dari luar tak mampu menembus tempat ini kecuali lubang jendela yang tidak seberapa.
Hidung Dion terasa gatal, beberapa kali dirinya hendak bersin namun dengan terpaksa ia tahan. Argh! Ini mengesalkan. Ia mengusap hidungnya kasar agar rasa gatalnya menghilang.
"Panggil mereka, bodoh. Kenapa kamu diam saja?" Wendy memukul pundak Dion lumayan keras.
Dion meringis dan menoleh ke arah Wendy, "katamu jangan berisik."
"Mereka tidak suka cahaya, bukan suara. Cepat panggil mereka, perasaanku tidak enak berada lama di sini."
Dion kembali menatap lurus ke depan. Tangan kirinya berusaha menggapai sesuatu di depannya. Ia menjadi trauma kegelapan setelah melewati area 6 sebelumnya. Bayangkan saja big baby muncul di depannya dan langsung membunuhnya. Mengerikan sekali.
"Dara, paman Pietro!" panggil Dion pelan. Suaranya menggema di sepanjang ruangan. Namun tidak terdengar sahutan atau balasan.
"Jadi temanmu itu seorang gadis dan bapak-bapak?" tanya Bruce.
Dion menoleh ke sembarang arah, "entahlah. Kalau Dara memang benar. Tapi Pietro, aku sedikit merasa aneh memanggilnya dengan sebutan paman. Badannya besar, seperti bapak-bapak. Tapi kurasa dia seumuran dengan Wendy."
"Ohh ... Itu sedikit aneh. Dalam bayanganku orang yang bernama Pietro tidak mungkin berumur tiga puluh tahun keatas. Tapi lupakan, cepat panggil mereka lagi. Kali ini keraskan suaramu. Mereka tidak akan peduli selama kamu tidak menyalakan lampu," suruh Bruce.
Huft, baiklah kalau begitu. Dion akan mencobanya sekali lagi. "Dara! Pietro!" panggilnya dengan suara lantang.
"Bukannya kamu tadi memanggilnya dengan awalan paman?" tanya Bruce kesal.
"Argh, aku bingung," kesal Dion. Lupakan awalan paman atau tidak. Yang jelas ia sudah memanggilnya.
Status Pietro memang sangat aneh. Ia bisa di bilang muda. Tapi terlihat sangat tua. Mungkin karena proporsi badan Pietro yang besar dan kekar membuatnya terlihat lebih tua.
Hening. Semua langkah kaki yang di hasilkan mendadak berhenti. Membiarkan alat pendengaran mereka menangkap jelas suara sekecil apapun yang kemungkinan besar dari mereka.
Nihil, tidak ada sahutan juga yang terdengar dari sekitarnya. Apa ini? Kenapa senyap sekali? Dion merasakan hal janggal yang membuatnya berpikiran negatif. Ini tidak seperti yang dia bayangkan, kan?
"Berikan korekmu, paman," pinta Dion cepat.
Bruce tercengang, "Hey, nak. Kamu gila? Apa kamu akan menyalakan api di tempat ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DOME
Mystery / ThrillerUsai mendapatkan surat misterius yang tergantung di depan rumahnya, Dion terjebak di sebuah dimensi lain yang tidak berujung. Dirinya di paksa untuk menyelesaikan setiap level dengan selamat. Dimana di setiap level ada banyak sekali makhluk kejam ya...