Lumiere Resort

42 9 4
                                    

Langkahnya sedikit di perlambat. Ia masih menelisik wanita di depannya, memang terlihat seperti manusia biasa. Tapi, apakah di tempat seperti ini masih bisa di percaya? Bagaimana kalau wanita ini adalah jelmaan entitas? Ah, kalau ada Lim pasti mudah sekali menebaknya. Laki-laki itu seakan tau segalanya tentang dunia ini. Mungkin saat ini ia sedang bersantai dan makan banyak di area 1.

Pakaiannya bak ratu kerajaan. Atau mungkin ratu salju seperti di sebuah film fantasi. Gaunnya menjuntai ke bawah, panjangnya melebihi tumit. Warnanya putih bersih dengan corak yang bunga tidak begitu tebal. Gaunnya sedikit ketat menampilkan lekuk tubuhnya yang sangat sempurna.

"Aku tau yang kamu pikirkan," bisik Dev pelan di telinga Dion.

Dion terkejut dan menoleh, menatap kesal pria itu yang kini tersenyum lebar.

Wanita itu menghentikan langkahnya. Tangannya menunjuk ruangan di sebelah kanannya. Pintunya sangat megah. Di kelilingi rangkaian bunga mandevilla yang melilit di setiap tiangnya. Ukirannya bercorak bunga, dengan di balut warna merah tua.

"Silahkan kalian masuk ke dalam. Nikmati jamuan makan yang ada," titah wanita itu tersenyum simpul.

"Benarkah? Kalau begitu aku akan–"

Dion merentangkan tangannya. Ia mendorong Dev mundur. Mata pedangnya di arahkan ke leher wanita itu. Matanya menatap penuh selidik, mencoba mencari kebohongan dari netra biru pastel wanita tersebut.

"Apa yang kamu rencanakan?" tanya Dion. Ujung pedangnya semakin di dekatkan ke leher wanita itu.

Wanita itu hanya menatapnya dengan senyuman yang tidak luntur di wajah cantiknya. "Aku hanya menyambut kalian, itu saja. Selebihnya kalian hanya akan menikmati makanan di dalam, sebelum kembali berpetualang ke level berikutnya. Ini adalah area peristirahatan sementara, jadi nikmatilah.

"Ah, kalau kalian tidak percaya, kalian bisa membuka pintu ini. Aku akan menunggu di sini," saran wanita itu menunjuk pintu.

Dion menggeleng, "buka."

Wanita itu hanya mengangguk menurut. Ia membuka pintu secara perlahan. Suaranya berderit kencang. Angin yang terperangkap di dalam berhembus dan menerpa wajah mereka.

"Bagaimana?" tanya wanita itu.

Dion menurunkan pedangnya. Ia menatap isi dalam ruangan itu. Wah, luar biasa isinya. Ini seperti aula makan sebuah kerajaan. Ada meja besar panjang yang membentang di tengah-tengah ruangan. Semua makanan terlihat enak dari ayam panggang besar, beberapa kue dan susu tertata rapi di atas meja.

"Aku harap kalian menyukainya. Kalau kalian butuh bantuan, panggil saja aku di meja resepsionis." Wanita itu melipir pergi setelah membungkuk pada ketiga remaja itu. Pintu kemudian tertutup dengan rapat.

"Kamu tau Dion, tingkahmu berlebihan sekali," cibir Dev melenggang masuk.

Dion mengernyit, "apa?"

"Sungguh. Apakah kamu tidak bisa membedakan wanita cantik dan seksi itu dengan monster buruk rupa? Sepertinya matamu sakit," ejek Dev. Pria itu tertawa kencang.

"Sepertinya otakmu juga sakit," balas Dion yang langsung membuat Dev bungkam.

Dion melangkah pelan memasuki ruangan. Lilin-lilin di atas meja berpendar di terpa angin. Ini sangat aneh. Ia merasa ada angin berhembus yang sedikit kencang, tapi tidak ada satupun celah yang mengarah keluar ruangan. Semua sudut tertutup sangat rapat.

Bagaimana ini? Apakah mereka harus makan makanan ini? Semuanya sangat menggiurkan bila di lihat. Ia melirik Dara, gadis itu masih belum beranjak dari tempatnya berdiri. Ia hanya menatap kosong makanan di depannya.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang