"DION!"
Matanya terbuka sempurna. Tubuhnya langsung bangkit dari ranjang. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Ia menoleh ke samping, mendapati seorang gadis seusianya yang selama ini ia cari. Laki-laki itu langsung memeluk gadis itu. Sangat erat seakan tidak mau melepaskannya.
"Kamu memimpikan hal yang sama?" tanya Dara. Suaranya terdengar bergetar menahan isak.
Dion melepas pelukannya, menatap Dara bingung, "kamu memimpikannya juga?"
Dara mengangguk cepat, ia juga menunjuk seisi ruangan yang di tempati mereka. Dion menyoroti satu persatu, semuanya terlihat sama seperti dalam mimpinya. Benda-benda yang ada di sini berjamur, tasnya menghilang dari atas meja, dan wallpaper yang kusam dan mengelupas. Bahkan ada bekas darah di beberapa sudut. Ruangan yang sebelumnya terang dan indah kini sangat remang dan mengerikan.
Psikis Dion seakan di permainkan. Ia sampai sulit membedakan yang mana asli yang mana palsu. Apakah ia masih bermimpi atau sudah kembali ke dalam dunia nyata?
Laki-laki itu mencubit pipi Dara. Gadis itu tak memberontak, mungkin Dion sedang memastikan kalau dirinya benar-benar nyata.
"Kita harus keluar dari sini," ajak Dion langsung menarik lengan Dara.
"Bagaimana caranya? Kita sudah mencoba tiga cara untuk bertahan tapi makhluk itu tetap saja menemukan kita," tukas Dara melepaskan genggaman Dion.
Benar juga, Dion memutar otaknya. Memang ini terkesan membuang-buang waktu tapi kalau tidak di lakukan maka ia akan mati konyol nantinya. Beverly sangatlah kuat, tapi ini tidak adil menurutnya. Bagaimana bisa monster sekuat itu harus melawan dirinya yang tidak membawa senjata?
"Ruang jamuan! Kita belum pernah masuk kesana, mungkin itu adalah ruangan yang tidak bisa di jangkau makhluk itu," tebak Dion cepat.
Dara baru ingat juga, di mimpinya saat dirinya hendak masuk ke dalam ruang jamuan, Beverly langsung menerjangnya.
"Kalau gagal bagaimana?" tanya Dara takut.
Dion menatap penuh keyakinan, "tidak usah di pikirkan dulu. Kita coba yang terbaik."
Tangan Dion langsung menggandeng Dara keluar dari kamar. Suasana koridor lebih mengerikan dari sebelumnya. Kini bercak-bercak darah terlihat sangat jelas. Bahkan ada beberapa organ yang terpaku pada dinding koridor.
Lupakan soal itu, Dion tidak ada waktu meladeni perutnya yang bergejolak hebat. Kini ia harus mencari Dev. Gotcha! Dev baru saja histeris keluar dari kamar. Kepalanya bergerak mengeliling, ia sedikit terperanjat kemudian ia berlari cepat ke arahnya.
"Bangsat kalian! Kalian tidak tau mimpi apa yang aku alami–"
"Aku tau, dan tidak ada waktu untuk membahasnya sekarang. Kita harus berusaha masuk ke ruang jamuan itu," ucap Dion.
"Ini benar nggak, sih? Beverly yang seksi itu seorang monster?" tanya Dev tidak percaya.
"Apaan sih, kak? Nggak ada waktu buat bahas itu!" kesal Dara memukul Dev.
Dev menggaruk kepalanya frustasi, "argh, kamu juga tau kan kalau ruang jamuan itu ada di seberang aula? Bagaimana kita akan melewati makhluk itu?"
Dion menghela napas panjang, ia melepaskan genggamannya pada Dara. Ia tau ini sangat berat tapi ia harus melakukannya. Dara langsung menangkap maksud Dion. Ia menggeleng cepat dan menatap Dion was-was.
"Jangan ambil langkah yang gegabah, Dion!" kesal gadis itu. Tangannya kembali melingkar pada lengan Dion.
Dion tersenyum kecil, "aku akan kembali secepatnya."
![](https://img.wattpad.com/cover/323364089-288-k750973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DOME
Gizem / GerilimUsai mendapatkan surat misterius yang tergantung di depan rumahnya, Dion terjebak di sebuah dimensi lain yang tidak berujung. Dirinya di paksa untuk menyelesaikan setiap level dengan selamat. Dimana di setiap level ada banyak sekali makhluk kejam ya...