Explosion

27 7 0
                                    

Suara dengung terdengar samar-samar. Gadis itu berhenti sejenak untuk memastikan. Ia menoleh ke belakang, hening. Tidak ada apapun yang mengikutinya.

"Ada apa?" tanya pria yang menemaninya.

Gadis itu tersadar, "ah, tidak. Pasti hanya perasaanku saja." Gadis itu terkekeh kikuk.

"Ck, kalau memang tidak pasti lebih baik jangan berhenti. Itu sama saja memancing para monster itu untuk datang," sungut pria itu kesal. "Aku sudah lelah berlarian dari tadi, jadi jangan mengajakku berlari lagi."

Ewh, gadis itu menatap sinis pria di depannya. Badan saja besar, tapi sudah kelelahan. Padahal mereka berlari hanya beberapa kali. Dirinya yang notabenenya feminim saja tidak mengeluh. Gadis itu hanya mengangguk dan sekali lagi memastikan ke belakang. Kali ini ketakutan menggerayangi tubuhnya. Matanya membelalak lebar, tubuhnya terbujur kaku tak bisa di gerakkan. Suara dengung barusan ternyata bukan hayalannya, melainkan memang ada sumbernya. Sorot mata takutnya memperhatikan kerumunan ngengat besar tadi yang kini berhasil menemukannya.

"Nge-ngengat itu kembali!" Gadis itu berusaha memacu langkahnya.  Temannya berteriak terus di belakang memanggil namanya, namun di hiraukan. Kini ia harus menyelamatkan diri, bukan sibuk menanggapi celotehan temannya.

"TUNGGU AKU, BANGSAT!" teriak Pietro tunggang langgang.

Gadis itu menoleh, matanya menatap pantulan cahaya dari kepala Pietro, "TUTUP KEPALA PAMAN! PANTULANNYA YANG MEMBUAT PARA NGENGAT ITU DATANG!"

"BANGSAT! KAMU MENGHINAKU?!"

"APA?! ERGH!" Dara kembali fokus ke depan. Manusia batu dan sok kuat itu malah memarahinya. Padahal dirinya hanya memberi saran yang baik.

Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, ia kembali menoleh ke belakang,  "paman masih menyimpan bomnya?"

"Untuk apa?!" tanya Pietro. "Ini hanya sisa satu, dan mana mungkin bisa mengalahkan mereka sekaligus."

"Nyalakan!" perintah gadis itu tanpa mendengar penjelasan Pietro.

"Sudah ku bilang ini hanya sisa satu!" geram Pietro. Apakah gadis ini dungu? Sudah jelas dirinya bilang kalau bom ini hanya sisa satu.

"Cepat paman!" pekik Dara kala melihat para ngengat itu sudah hendak mencapai mereka.

Tubuh mereka berlendir, suara sayapnya berdengung kencang di tengah malam. Mata mereka yang merah mengintimidasi kedua orang yang tengah berlari terengah-engah.

"BAGAIMANA BISA?! KAN KAMU YANG BAWA KOREKNYA!"

Benar juga, "Lempar kemari, cepat!"

Pietro melemparkan satu bom yang tersisa dalam tasnya. Dara langsung menangkapnya, berhubung ia membawa korek setelah menyitanya dari Pietro tadi, ia dengan sigap langsung menyalakan apinya. Bara api berkobar membakar kain. Menyiratkan cahaya pada wajahnya yang kotor dan berkeringat. Dara langsung melempar jauh bom itu ke arah kirinya. Ledakan api terjadi. Para ngengat itu langsung terbang menuju kobaran besar yang membakar salah satu bangunan.

Tunggu dulu, gadis itu menghentikan langkahnya. Matanya menatap bangunan yang kini di lalap api yang cukup besar. Samar-samar ia melihat kursi dan meja yang mulai di lalap api. Semakin lama kobaran itu menyeruak. Sial, ini bukan pertanda baik.

"Kamu tidak lempar ke sebuah restoran, kan?"

BLAR!

Telinganya berdengung. Pandangannya mengabur. Debu-debu jalan menghempasi wajahnya. Panas sekali, kulitnya seperti terbakar saat terkena angin tadi. Ratusan jarum terasa menusuk punggungnya. Tubuh mungilnya tak sengaja terbentur trotoar.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang