Mengubah Takdir

42 13 7
                                    

Ia terjatuh tersungkur ke dalam genangan, kacamatanya terlepas dari kepalanya. Sial, tiba-tiba saja semuanya terlihat buram. Ia berusaha mencari alat bantu penglihatannya. Dimana dia? Sial sekali hidupnya.

"Cepat bangun, Lim! Mereka hampir menyusul kita." Suara temannya terdengar samar-samar.

"Kamu buta, kah? Aku kehilangan kacamataku!" kesal Lim. Tangannya sibuk mengacak-acak air di depannya.

Rio berbalik, ia mengambil kacamata Lim yang terjatuh tak jauh dari kakinya. Tangannya langsung membantu Lim berdiri, ia langsung memberikan kacamata itu pada temannya.

"Terima kasih," ucap Lim. Mereka kembali berlari menyusuri lorong berpipa.

Diam-diam, Lim membuka jam tangannya. Ia melemparnya ke bawa dan kembali berlari. Setidaknya, tidak ada yang sadar kalau ia membuang jamnya sendiri.

Suara gelombang pantai menyadarkannya. Matanya mengerjap, memicing karena terangnya cahaya yang menusuk. Tubuhnya di gerakkan sedikit. Ah! Badannya sakit sekali. Rasanya seperti ada sesuatu yang barusan terjadi dan membuatnya seperti ini. Kesadarannya kian pulih, ia baru menyadari kalau dirinya terbaring di tengah pantai yang sangat sepi.

Tubuhnya di dudukkan, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Semuanya tampak nyata. Burung-burung yang hilir di langit, pohon kelapa yang bergerak di terpa angin. Ia meraba pasir di bawahnya, nyata juga. Jadi ini bukan mimpi. Ia berusaha berdiri, semilir angin melambai wajahnya.

Tempat apa ini? Bagaimana bisa ia sampai di sini?

Matanya menyorot tubuhnya, pakaian putih terpasang. Seperti sebuah gaun panjang menutupi kakinya. Ia sudah mati, ya? Wah, jadi begini surga?

Ia menghirup udara pantai kuat-kuat. Sejuk sekali rasanya, walaupun panas matahari memapar tubuhnya. Tapi ia sama sekali tidak merasakannya.

Semburan air tiba-tiba menabrak wajahnya. Uhh, bau apa ini? Baunya sangat amis, ia mengusap wajahnya yang basah dan membuang ludah beberapa kali. Semakin lama semburan itu menjadi-jadi. Apakah ini berasal dari air laut yang besar sampai menyembur wajahnya? Ah, tidak. Ini lebih seperti ada angin gaib yang membawa air itu. Surga sangat mengerikan ternyata.

Samar-samar telinganya menangkap suara orang berbicara. Dari mana asalnya? Ia mengedar pandangan sekeliling mencari suara itu. Tapi nihil, itu hanya menggema di sekitarnya. Hey, ayolah ini tidak lucu.

Apalagi ini?! Apa yang terjadi? Semua yang ia lihat memudar. Tiba-tiba berubah menjadi ruangan putih remang dimana ada dua orang asing yang berdebat di depannya. Tunggu, asing?!

"Cukup, kak. Jorok tau!"

"Sudah ku bilang jangan panggil aku kak. Lihat, dia sudah bangun. Kalau bukan karena semburan ajaibku, pasti dia sudah mati."

Gadis itu membantunya bangun. Kepalanya pusing sekali. Kenapa ia sudah ada di sini? Bukannya tadi ia berada di pantai?

Dan, bajunya sangat kusut, basah, dan kotor. Rompinya sudah terlepas, tergeletak di sebelah tubuhnya. Tunggu, bukannya ia mengenakan pakaian berwarna putih dan bersih?

"Syukur kamu udah bangun. Dari tadi kak Dev menyemburmu dengan air," ucap gadis itu, tatapannya mendelik ke arah Dev.

"Hah?" Ia terkejut, matanya langsung menatap Dev yang sudah berkumur. Laki-laki itu tersenyum.

Jadi, yang ia cium amis itu adalah air bekas kumuran? Isi perutnya seakan naik ke atas tenggorokannya.

"Jangan menatapku seperti itu. Aku sudah menyelamatkanmu. Bagaimana di alam kematian tadi? Apakah ada bidadari yang menjemputmu?" tanya Dev tersenyum jahil. Air tadi di minumnya, tidak jadi ia sembur.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang