Run Away

32 8 1
                                    

Dion menembak asal ke tentakel yang menggelayut kendaraannya. Tak ada reaksi apapun, tentakel itu semakin kuat mencengkeram sisi kanan mobil, mengangkat dan melemparnya sembarang arah. Erangan mengerikan terdengar menggema. Dion kembali menembaki makhluk itu. Sama sekali tidak ada gunanya. Bukannya merasa sakit, makhluk itu malah semakin mendekat ke arahnya.

Bruce mengangkat tubuhnya dan mengajaknya berlari. Suaranya yang terengah-engah terdengar sangat jelas dari telinganya. "Tidak ada gunanya! Dia hanya bayangan di balik kegelapan!"

Dion menoleh, memperhatikan makhluk itu semakin cepat menyusul mereka. Pupilnya mengecil, "MENGHINDAR!"

Tentakel itu mencuat hendak menusuk salah satu dari mereka. Sial, Dion kira hanya ada kerumunan hounds dan deathmoth saja yang akan menjadi lawan mereka. Ternyata memang ada yang lebih mengerikan dari kedua makhluk itu.

Pietro memberi aba-aba untuk masuk ke salah satu bangunan. Bukannya menolak, Dion menjadi ragu sendiri untuk masuk ke sembarang bangunan. Di sini sangat gelap, tidak ada cahaya sedikitpun yang bisa menerangi kecuali bulan. Tapi itu sama sekali tidak cukup, cahayanya hanya berpendar sedikit dari luar. Ia tidak tau ada apa di dalam bangunan itu.

"Cepatlah!" seru Pietro menyadarkan Dion.

Mereka semua masuk dan bersembunyi diantara meja-meja yang bertebaran sembarang. Seseorang menggenggam tangan Dion. Tangan mungil halus dan sangat dingin, Dion tau pasti kalau itu adalah Dara. Dion tak mampu melihat wajahnya, namun Dion yakin kalau gadis itu sedang ketakutan.

"Sial! Aku tidak jadi membawa makanan!" kesal Bruce pelan.

Wendy mendesis, ia dapat merasakan kalau makhluk itu tengah mendekati mereka. Geraman pelan mendesir, membuat bulu kuduk siapapun akan merinding mendengarnya. Sama sekali tidak ada suara langkah yang menapak jalanan. Cahaya hanya berpendar dari mata dan giginya. Makhluk itu hanyalah bayangan yang memiliki tentakel tajam.

Hening, geraman halus kian samar. Terdengar helaan napas dari Bruce. Kepalanya menyembul dari balik jendela, menatap sekeliling dengan seksama berharap kalau makhluk itu sudah tidak ada.

"Huft, sial! Hampir saja tadi," keluh Bruce bersandar pada dinding.

"Kenapa kita tidak bisa menyerang makhluk itu?" tanya Dion.

Bruce melirik sembarang, "Bodoh, sudah jelas kalau itu hanya bayangan bergerak. Mana bisa kita menyerang bayangan."

"Lalu bagaimana cara mengalahkannya?" tanya Dion lagi.

"Tidak ada. Yang bisa kita lakukan hanyalah menghindarinya."

Dion serasa mendapatkan jawaban dangkal. Laki-laki itu kembali bersandar pada dinding. Kepalanya terasa sakit sekali. Ia masih merasakan kalau darah mengalir dari telinganya. Akibat serangan dadakan tadi, telinganya tergores terkena tentakel makhluk itu. Luka yang di hasilkan tidak sakit sedikitpun, efeknya hanya di kepalanya yang berdengung tiada henti. Setidaknya, Dara menyelamatkannya. Kalau gadis itu tidak menarik tubuhnya untuk menunduk, pasti kepalanya sudah berlubang terkena tentakel itu.

"Ah, kita jadi tidak memiliki kendaraan untuk pulang," keluh Bruce.

"Kita jalan saja, tidak usah di buat pusing," balas Pietro.

"Apa kamu tidak memikirkan Dara? Dia terluka pada bagian kakinya. Kalau di paksa berlari akan semakin parah nantinya." Dion angkat suara.

"Gendong saja. Waktu kita tinggal sedikit, makhluk itu bisa kapan saja datang dan menyerang kita," saran Wendy. Mau tidak mau, kalau memang ingin selamat hanya itu caranya.

"Masalahnya aku tidak ingat jalannya. Kalau naik mobil setidaknya aku jadi tau setelah melihat ruko-ruko di dekat rumahku," jelas Bruce.

"Tidak jauh dari sini," ucap Wendy tiba-tiba.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang