Save

27 11 0
                                    

Dara dan Pietro langsung masuk ke dalam mobil. Tubuhnya lemah sembari memegangi badannya yang terasa sakit. Ia memperhatikan luka-luka di tubuhnya yang masih basah. Mengerikan sekali kondisinya saat ini.

"Bertahanlah, Dara. Paman Bruce akan membawa kita ke apotek sekarang."

Dara seperti kenal suara itu. Kepalanya menengadah, matanya langsung terbuka sempurna melihat sosok laki-laki di kursi depan.

"Dion?! Bagaimana bisa kamu–"

"Panjang ceritanya," balas Dion cepat.

"Lihat, sudah ku bilang, kan dia masih hidup," ucap Pietro mengada-ada. Dara memberikannya tatapan sinis, jelas-jelas Pietro lah yang paling menentang bahwa Dion masih hidup.

Pandangan Dion beralih ke Bruce, pria itu beberapa kali mengecek spion guna melihat keadaan di belakangnya. Dan benar saja, Dion terperangah melihat puluhan hounds yang mengejarnya dari belakang. Makhluk-makhluk itu berlomba-lomba menjadi yang pertama menggapai mobil yang mereka kendarai.

"Cepatlah, kenapa diam saja?!" seru Dion memukul kursi kemudi.

"Sabar sedikit aku sedang menghidupkannya!" kesal Bruce. Tangannya sibuk memutar-mutar kunci.

"Berapa lama lagi kita akan sampai ke apotek?" tanya Dion.

"Ini lumayan jauh, kita berada di ujung kota. Sementara apotek berada di tengah kota," balas Wendy.

"Oke, sudah! Dion, kamu ingat dengan railing gun yang aku bawa tadi? Pindah ke bagasi dan gunakan itu untuk menyerang makhluk-makhluk itu," titah Bruce tegas.

Dion mengangguk cepat dan langsung berpindah ke belakang. Ia tersenyum sekilas kepada Dara. Kemudian berlanjut pindah ke belakang. Tangannya sigap menegakkan railing gun itu dengan penyangga. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya. Tangannya langsung membuka pintu bagasi.

Pintu itu naik ke atas. Pemandangan para hounds semakin jelas terlihat. Mereka seperti kawanan zombie yang kelaparan. Langkah mereka yang cepat, hampir menyamai mobil ini.

"ENYAH KALIAN, BANGSAT!"

Dion menembaki ratusan peluru ke makhluk-makhluk itu. Satu persatu dari mereka tumbang. Salah satu sudut bibir Dion terangkat. Ia tersenyum sinis, kilatan matanya menandakan bahwa dirinya sangat bergairah untuk membunuh mereka semua.

"Matilah kalian, hahahaha!" Ia semakin brutal menembak para hounds itu. Melihat bagaimana tubuh mereka tersungkur tak berdaya membuatnya senang dan lega. Bangkai-bangkai mereka berserakan di atas aspal layaknya kotoran hewan.

Seekor Hound hendak melompat ke arahnya. Dion yang asik membidik tersentak seketika. Gigi makhluk itu hampir mencapai kakinya. Nafas Dion memburu. Untung saja makhluk itu tidak bisa menjangkaunya. Ia terlebih dahulu terjatuh dan menyalak kesakitan akibat tubuhnya bergesekan dengan aspal.

"Bangsat! Kamu ingin membunuhku, hah?" Dion tanpa ampun menembaki bangkai yang terkapar itu.

Keadaan di depan juga ikut kacau. Bruce tiba-tiba menambah kecepatannya setelah mengetahui bahwa darah pada luka Dara semakin banyak keluar.

Kondisi gadis itu memanglah buruk. Wendy sampai turun tangan untuk mengorbankan pakaiannya guna menutupi betis gadis itu yang menganga. Kain yang sebelumnya sudah basah karena darah. Kalau di biarkan, bisa saja akan ada mayat di dalam mobil ini. Siapapun tidak akan mau kalau itu terjadi.

"Tahan sedikit lagi, Nona manis. Aku tau ini akan membuatmu sedikit pusing, tapi ini demi kebaikanmu," ucap Bruce menoleh di spion, "semuanya pegangan, karena pembalap liar akan masuk ke dalam arenanya!"

Dion tersentak ke depan akibat Bruce yang tiba-tiba menancap gasnya cukup kuat. Kepala laki-laki itu terjulur keluar cukup jauh. Napasnya nyaris berhenti, kala makhluk mengerikan itu hampir menggigit wajahnya. Rentetan gigi runcing itu berjarak dua centi darinya. Tepat di depan matanya, para hounds mulai agresif berusaha untuk memakan dirinya.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang