Just Run and Hiding

31 11 2
                                    

"DION!" panggil Dara beberapa kali. Gadis itu berdecak sebal. Apakah laki-laki itu mendadak tuli setelah dirinya masuk dan mencarinya?

Di tambah kini lorong yang ia masuki sangat panjang tanpa ujung. Ia tidak tau sudah berapa lama tubuhnya merangkak, tangan dan lututnya sudah mulai nyeri.

Dara tak habis pikir, apa yang di lakukan Dion di tempat ini? Laki-laki itu suka sekali mencari hal-hal yang tidak penting. Bukankah tinggal di ruang tadi saja tidak cukup? Kenapa harus sampai masuk ke dalam ruangan gelap tanpa pencahayaan? Apa yang dia cari?

Awas saja kalau bertemu nanti, Dara akan menghajar laki-laki itu karena sudah mengajaknya masuk ke dalam tempat sempit ini. Eh, sempit?

Sebelumnya Dara memijaki lantai berbatu kerikil, dan sekarang ia merasakan ubin dingin yang menusuk tangannya. Gadis itu mencoba menengadah, meraba bagian atap terowongan itu. Eh, hilang?

Dara cepat-cepat keluar. Lalu bangkit seraya merenggangkan tubuhnya. Matanya menatap sekitar, tidak ada pencahayaan sama sekali yang ia lihat. Sangat gelap, jadi Dion mencari apa kesini?

"Dion?" panggil Dara pelan. Masih tidak ada sahutan dari laki-laki itu.

Dara mendengus pelan, kakinya melangkah menyusuri ruangan yang gelap itu. Semakin ke dalam, ia merasakan dingin yang sangat kuat. Bulu kuduknya meremang, beberapa kali ia mengusap lengan dan tengkuknya.

"Dion, kamu dimana?" tanya Dara sekali lagi. Gadis itu celingak-celinguk seperti orang bodoh mencari seseorang yang tidak terdengar suara beratnya.

Argh! Dara menjadi kesal. Apakah Dion mengerjainya? Ini tidak lucu. Maksudnya, apakah bersembunyi di balik kegelapan adalah hal yang bagus untuk mengejutkannya?

"Dion, ini nggak lucu. Jangan main-main," kesal Dara bersedekap. Masih tidak ada sautan.

Dara menangkap sebuah suara rintihan samar-samar. Suaranya tak jauh darinya. Mungkin di sebelah kanan, sekitar dua meter darinya. Apakah itu Dion? Jangan-jangan laki-laki itu terluka. Dara langsung beranjak ke arah suara itu.

Ia baru ingat, dirinya sempat menyimpan sebuah korek kala Dea menggunakannya untuk memasak. Gadis itu dengan cepat menyalakan korek itu, memblokir ruang udara yang berhembus hendak mematikan cahayanya.

Entah Dara sadar atau tidak, sebuah senyum lebar sebesar satu meter dengan gigi tajamnya menatap Dara penuh nafsu. Makhluk itu terlihat samar-samar dari baliknya cahaya api di balik tangan Dara.

"Ketemu~"

Dion mondar-mandir seperti orang bodoh. Matanya tidak lepas dari dinding ungu di sebelahnya. Ia menggigit sudut bibirnya pelan. Hatinya berkecamuk ingin merobohkan dinding itu. Tapi, teringat lagi ucapan Dea. Kalau lebih baik menunggu saja, kita tidak tau apa yang ada di dalamnya. Bisa jadi itu hal yang sia-sia dan menyisakan kebodohan belaka. Atau, malah mengundang entitas lainnya yang ada di balik ruangan ini. Siapa yang mau mati sia-sia karena kebodohan diri sendiri?

"Hey, tenanglah. Kalau kamu cemas seperti ini, akan sulit celah itu keluar." Pietro membuka sebelah matanya. Pria itu tertidur di atas kursi sembari bersedekap dada.

Risih ia rasakan kala melihat laki-laki itu mondar-mandir di depannya. Suara langkah tegasnya membuat dirinya sulit tertidur.

"Bagaimana kamu tau?" tanya Dion menoleh. Matanya menatap dingin Pietro.

Pria itu mengangkat bahunya acuh, "entahlah, aku rasa seperti itu caranya."

Cih, tidak bisa di harapkan sama sekali. Ia kira Pietro tau betul cara masuk ke celah itu. Ternyata hanya bualan belaka. Dion memijit pelipisnya, sampai saat ini masih saja tidak terlihat celah itu. Ayolah, ia takut sekali kalau terjadi apa-apa dengan Dara.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang