Crossroad

28 11 2
                                    

Langkahnya cepat sekali menembus koridor. Walaupun tubuhnya gempal, ia masih mampu menyaingi makhluk yang kini mengejarnya. Di depannya, sudah ada temannya yang mendahuluinya.

"TUNGGU AKU, LIM!" teriak laki-laki itu.

Bak orang tuli, temannya tak menggubris dan semakin mempercepat langkahnya. Laki-laki itu semakin panik, ia melihat jam tangannya. Angka pendeknya ada di nomor 12. Sementara angka panjangnya di nomor 6. Kini ia sudah tau bagaimana cara kerja dari benda ini.

"KEMANA KAMU AKAN LARI, BOCAH GENDUT?! TUBUH BESARMU ITU SANGAT NIKMAT DIJADIKAN DAGING!" Makhluk itu tertawa keras. Nyalinya semakin ciut dan membuat langkahnya melambat.

Argh! Persetan dengan nyali, lebih buruk kalau ia mati, bukan? Sedikit lagi, dirinya akan sampai pada pintu di hadapannya. Tubuh gempalnya melompat dan masuk ke dalam. Langsung menutup pintu itu, dan menguncinya.

Ia mengatur napas sambil celingak-celinguk mencari temannya, terlihat kalau remaja itu telah berdiri di depannya, membelakangi dirinya. Ia mendekati laki-laki itu dan menepuk pundaknya pelan.

Orang yang di tepuknya menoleh, ia menatap netra cokelat itu, "Kamu selamat juga, ya?"

Pria bertubuh gempal itu menatapnya kesal, "kenapa kamu meninggalkanku?"

Lim hanya terkekeh, menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Maaf, aku terlalu takut sampai tidak bisa mendengarmu."

Rio mengangguk saja menimpali. Walaupun begitu, ia mewajarkan kalau Lim meninggalkannya karena tak mampu menahan rasa takutnya. Siapapun akan bertindak demikian di kala kalut.

Lagi pula, Lim adalah sahabatnya. Mana mungkin ia akan mengkhianatinya.

"Ah, aku sudah tau cara kerja alat ini." Rio melepas jam tangannya, menyodorkannya kepada Lim.

"Benarkah? Bagaimana?" tanya Lim antusias.

Rio menunjuk jarum-jarum di jamnya, "Jarum panjangnya akan mengarah ke entitas yang ada. Sementara jarum pendeknya akan mengarah ke pintu keluarnya."

Lim tersenyum bangga, ia menepuk-nepuk pundak Rio, "wah! Kamu hebat sekali! Sekarang kita bisa jauh lebih waspada dari pada sebelumnya. Benarkan?"

Rio mengangguk. Ia ikut tersenyum senang, rasanya bangga sekali dirinya berhasil membuat Lim mengapresiasinya. Arah kedua jarum masih bertolak belakang, pastinya makhluk itu masih ada di balik pintu tadi.

"Bagaimana kalau jam ini aku bawa? Maka kita akan lebih mudah untuk keluar dan menghadapi setiap entitas yang ada," saran Lim pada Rio.

Rio terlihat menimang-nimang keputusannya. Ah, tidak apa-apa. Lagi pula Lim lebih cekatan darinya. Tentu saja akan lebih mudah kalau Lim yang menjadi pembaca arahnya.

"Oke! Kita keluar bersama-sama setelah ini! Setuju?" Rio mengangkat tangannya.

Lim langsung membalasnya, "setuju!"

"Suburban ..."

Dion memperhatikan perumahan gelap yang kini di pijaknya. Matanya menerawang segala penjuru. Kumpulan rumah yang berderet, tanpa adanya pencahayaan sedikitpun. Bisa di bilang ini seperti kota mati. Sebab Dion tak menemukan secercah cahaya di sekitarnya.

"Mereka tidak suka cahaya. Begitu tulisannya di papan ini," ucap Dara menunjuk sebuah papan kecil yang tergeletak di atas tanah. "Menurutmu, mereka siapa?"

"Entitas yang ada di tempat ini," sambar Pietro cepat. Pria itu menerawang sekitar. "Aku rasa masuk ke salah satu rumah dan tinggal sementara di sana, tidak ada salahnya."

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang