Fear

28 3 0
                                    

Pandangan Dion menyorot pada lima orang peserta lain yang duduk berpencar satu sama lain. Mereka sama sekali tidak terlihat akrab, dan lebih memilih untuk sendiri atau berdua. Namun, dirinya berhenti pada satu orang gadis yang berlari menghampirinya.

"Wendy?" Gadis itu langsung memeluk tubuh Dion erat.

"Kamu masih selamat ternyata," ucap gadis itu menghembuskan napas lega, "Dara!"

Gadis itu memeluk erat kedua remaja yang sudah lama tidak di temuinya. Sedetik kemudian ia terkejut melihat rupa Dion yang sangat mengerikan.

"A-apa yang terjadi padamu?" tanya Wendy menunjuk mata Dion yang berlubang.

"Kecelakaan. Bagaimana kamu bisa sampai di sini? Dan dimana Pietro?" tanya Dion.

Wendy menunjuk lorong di sebelahnya, "dia sedang pergi ke kamar mandi. Huh, syukurlah kalian masih selamat."

Dion meringis kecil, apa gadis ini tidak mengetahui apa yang terjadi pada Bruce? Seolah-olah tak ada rasa sedih yang terlihat dari sorot matanya. Atau memang gadis ini tidak tau? Mungkin saja.

"A-anu, apakah kak Wendy sudah tau apa yang terjadi pada paman Bruce?" tanya Dara takut-takut. Dion juga kaget mendengar Dara uang yang tiba-tiba bertanya seperti itu.

Ekspresi wajah Wendy berubah, gadis itu mengerutkan keningnya sambil menatap Dara penuh tanda tanya. "Kenapa dengan paman Bruce? Apa dia juga ikut kesini?"

Wendy celingak-celinguk mencari keberadaan pria besar itu. Dara semakin mengulum bibirnya. Mana gadis itu tau kalau Wendy belum mengetahui apa yang terjadi pada paman kesayangannya?

"Kami juga tidak tau. Aku kira dia bersamamu," sambar Dion cepat. Sebelum suasana menjadi semakin canggung dan Wendy menjadi lebih curiga dengan mereka.

Gadis berambut sebahu itu menggeleng cepat, "kami berpisah saat kerumunan gagak itu mengejar kami. Aku juga tidak sadar karena paman tiba-tiba mendorongku sangat kencang hingga terjatuh. Bangun-bangun aku sudah berada di tempat ini bersama Pietro."

Jadi, apakah Bruce mengorbankan nyawanya untuk Wendy dan Pietro? Mungkin?

"Dion?" Pietro berlari ke arahnya dan langsung menepuk lengan laki-laki itu, senyum di wajahnya terpancar, "kalian selamat juga rupanya, syukurlah."

"Pernyataan yang seharunya aku sampaikan padamu," ucap Dion tersenyum miring.

"Brengsek!" umpat Pietro tertawa, lalu menjitak kepala laki-laki itu, "sempat-sempatnya kamu mengejekku."

Pietro tersentak baru menyadari kondisi tubuh Dion. Mata kanan laki-laki itu berlubang, ia juga baru menyadari bahwa ada perban yang melilit kaki laki-laki itu.

"Apa yang terjadi padamu? Kondisimu buruk sekali." Matanya tertuju pada shotgun yang tengah di bawa Dion, "apa kamu meleset melempar peluru sampai mengenai matamu?" tanya Pietro.

"Hampir, hanya kecelakaan kecil saja," jawab Dion angkuh.

"Ah, sayang sekali kamu tidak mati," ucap Pietro berpura-pura bersedih.

Dion berdecak kencang, membuat Pietro tertawa mendengarnya. Mengingat kejadian dimana sebelumnya pria itu kesal sekali dengan Dion, kini dirinya merasa sangat senang bertemu lagi dengan adik kecilnya.

"Ah, kalian lapar bukan? Aku menemukan banyak persediaan makanan di sekitar sini," ajak Pietro.

"Benarkah?" tanya Dara semangat.

"Iya, di sini juga aman tidak ada makhluk mengerikan yang akan menyerang," tambah Wendy.

Dion mengernyit, ia juga menatap sekeliling tempat pijaknya saat ini. Berlumut, jelek, kotor dan terbengkalai. Apa ini masih bisa di bilang tempat yang aman? Semua interior dan lantainya rusak. Bahkan lubang menganga pada atap di sudut lorong.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang