Noisy

20 4 1
                                    

Dion sudah hendak melangkahkan kaki, namun ia teringat akan peti di belakangnya. Dengan cepat ia memutar badannya, menurunkan tubuhnya dan membongkar isi peti. Ia berharap sekali menemukan makanan di dalamnya. Sudah lama ia tidak melihat peti ini lagi. Terakhir kali saat dirinya melawan lipan besar di area penuh jeruji besi.

Ah, dimana dia? Apakah memang tidak ada makanan? Dion hanya menemukan tumpukan baju bekas berbau apek di dalamnya. Apakah memang tidak ada? Menemukan sebuah shotgun di dalamnya saja sangatlah sulit, jangan sampai makanan juga.

Dion hampir putus asa. Ia menghela napas pelan dan kembali mengeluarkan baju-baju itu satu persatu. Ah, tangannya menyentuh gundukan di dalamnya. Ia mengeluarkan benda itu, senyumnya merekah. Sebuah roti kecil di temukannya. Ia kembali mencari lagi. Pencahayaan di sekitarnya berkedip. Ia menengadah dan menghentikan aktifitasnya.

Dengan cepat ia bangkit dan melanjutkan langkahnya mencari Dara. Sedikit berbahaya baginya kalau terus berdiam diri di sana. Menemukan satu makanan saja sudah bersyukur. Dirinya tidak perlu menahan lapar sampai sejauh ini. Selama perjalanan, tangannya membuka bungkus dan memakannya setengah. Pandangannya terus menerawang. Kakinya melangkah perlahan berusaha tidak menimbulkan kegaduhan.

Tersisa setengah potong. Ia menatap lama makanannya. Apakah Dara menemukan peti juga sepertinya? Ia menyimpan roti itu ke dalam saku celananya. Harapannya ingin memberikan sepotong roti itu kepada Dara.

Langkah mulai di ambil. Tangannya menggenggam gagang dengan erat. Ia menoleh ke arah lubang yang di hasilkan badut tadi setelah menabrak kaca itu. Dion penasaran, apa yang ada di balik kaca itu. Ternyata, terdapat ruang seberang dari balik kaca itu. Tapi sama halnya, hanya deretan cermin yang berjejer memantul ke arahnya.

Dengan keberanian yang ia miliki, dirinya masuk ke dalam lubang kecil itu pelan-pelan. Ringisan keluar dari mulutnya kala tangannya menapak pecahan kaca. Ah, ini dia. Dion sudah sampai di ruang tadi. Ia kembali melangkah masuk lebih dalam untuk mencari keberadaan gadis itu. Ia berharap kalau gadis itu ada di sini.

Samar-samar Dion mendengar suara pekikan perempuan. Entah kenapa Dion berasumsi kalau itu Dara. Ia mempercepat langkahnya, suara itu semakin terdengar jelas dan dekat darinya.

Tatapannya terpaku pada seorang perempuan yang terangkat. Tubuh perempuan itu membelakanginya. Menyembunyikan sosok siapa di baliknya. Bukan, itu bukan Dara. Perempuan itu meronta-ronta sambil berteriak ketakutan. Sorot mata tajam itu mengintip dari balik siku. Senyum lebarnya melemahkan mental seketika.

Tubuh Dion bergerak hendak menerjang. Tidak ada kaca yang menghalangi ternyata. Ia menabrak tubuh perempuan dan badut itu. Dengan cepat ia menarik wanita itu ke belakang tubuhnya dan menodongkan moncong shotgun ke arah monster badut itu. Hilang? Dion merasakan sesuatu yang basah mengalir dari lehernya. Matanya terbuka sempurna. Darah mengalir deras di lehernya. Ia cepat-cepat bangkit dan menjauh. Kepala wanita itu tergantung tanpa tubuh. Matanya melotot sambil menjulurkan lidah. Potongan leher tidak sempurna, meninggalkan kulit-kulit sisa di bawahnya.

Kemana badut itu? Dion mengedarkan pandangan sambil terus menodongkan shotgun. Apa yang barusan terjadi? Kemana sisa tubuh wanita itu? Baru saja ia melihat badut itu mengangkat wanita tadi, sekarang hanya tersisa kepala saja. Ia memanfaatkan pantulan untuk mencari keberadaan mereka. Namun hasilnya tetap nihil.

"Hihihi ... Berapa orang lagi yang ingin kamu lihat menggantung di atas kepalamu?"

Suara itu muncul lagi. Nyaring dan berat. Menggema di seluruh ruangan. Dion tak menjawab. Ia bangkit dan mengusap sisa darah di leher belakangnya. Kakinya kembali melangkah mencari keberadaan gadis itu.

"Aku akan terus mengikutimu, Dion. Hanya kamu yang akan bisa mendengarku."

"DARA!" pekik Dion langsung. Ia tidak ingin mendengar ocehan suara tidak jelas itu.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang