Where's the key?

28 4 2
                                        

Langkah Dion terhenti. Ia mengusap keringat yang mengalir di lehernya. Tatapannya tertuju pada lorong gelap di depannya. Sudah tak gentar lagi dirinya menghadapi makhluk itu. Ia mengeratkan pegangan senjatanya. Moncongnya membidik lurus ke depan. Pelatuk siap ia tekan kala nanti ada sesuatu yang tiba-tiba menyerang dari depannya.

Suara bisikan kecil terdengar. Sayup-sayup saling bersahutan. Dion menghentikan langkahnya, sesaat setelah dirinya melihat sesuatu bergerak di dalam kegelapan. Makhluk besar di depannya itu melakukan gerakan tipis. Suaranya terdengar lebih jelas, bukan berbisik melainkan menjilat sesuatu.

Jantung Dion berdegup kencang. Jarak dirinya dengan makhluk itu sejauh 5 meter. Namun Dion mampu merasakan deru napas kuat makhluk itu. Dion bersiap menarik pelatuknya. Makhluk itu berbalik, menatapnya nyalang dan langsung menyambar tubuhnya. Dion tidak sempat menghindar. Tubuhnya terdorong ke belakang, kembali ke lorong yang terang. Di situ ia melihat wajah badut itu. Menampilkan ekspresi kesal setelah di ganggu saat menyantap mangsanya.

Shotgun Dion masih di tangan kanannya. Terhimpit karena makhluk itu menimpa kedua tangan dan perutnya. Makhluk itu mendesis, menjatuhkan liur-liur di atas wajahnya.

"Kenapa tidak menyerah saja? Kamu menggangguku memakan makananku," geram makhluk itu mendekatkan wajahnya.

"Tidak akan aku biarkan kamu membunuh manusia lagi!" kesal Dion memberontak.

Makhluk itu dengan sigap membanting kepalanya ke atas lantai. Seluruh kepala Dion berdenyut. Laki-laki itu menahan rasa sakitnya dengan terus menatap tajam ke makhluk itu.

"Bagaimana kamu bisa seyakin ini? Akan aku santap dagingmu terlebih dahulu," makhluk itu melebarkan rahangnya. Menjulang besar, rahangnya terbuka sampai ke ujung dahinya. Kepala Dion perlahan mulai masuk ke dalam mulut badut itu.

Dion meronta-ronta. Laki-laki itu mengerang kuat. Seluruh tubuhnya di kunci oleh makhluk itu. Tidak ada yang bisa ia lakukan saat ini selain menggoyangkan tubuhnya kuat-kuat agar terlepas.

Lidah makhluk itu mulai melingkari kepalanya. Sebuah gigitan kuat langsung menyambar daging merah itu. Tanpa ampun mengoyaknya dan langsung meludahi kaca dengan potongan sisa lidah. Dion berhasil keluar dari kuncian makhluk itu. Ia langsung bangkit dan menendang kepala badut itu dengan keras.

Tanpa aba-aba, Dion langsung menembakkan shotgun itu ke kepala belakang badut. Suara lengkingan keras menggetarkan ruangan. Makhluk itu menggelinjang di atas ubin. Darah menyembur mengenai wajahnya. Tanpa ampun Dion langsung memukul kepala itu dengan gagang shotgun, menginjaknya di atas ubin dan menggosok sepatunya. Sumpah serapah semua ia keluarkan. Meluapkan segala emosi ke kakinya sambil menginjak kepala makhluk itu.

Napasnya berderu. Tidak ada pergerakkan lagi dari badut itu. Ia masih menatap tubuh si badut. Kakinya langsung menghentak kencang menendang kepala si badut sekali lagi. Syukurlah, semua ini berakhir. Cahaya mulai menerangi. Di belakangnya, sosok gadis yang ia cari berdiri. Dion menghela napas lega. Cepat-cepat ia berlari ke arah gadis itu.

Tunggu, ada yang aneh. Dion terkejut melihat kaki gadis itu tidak menapak ubin. Melayang dengan tatapan kosong dan mulut yang terbuka. Ini mirip sekali seperti mayat-mayat yang ia lihat sebelumnya. Matanya tak henti menyorot sekeliling tubuh gadis itu.

"Dara!" panggilnya sambil mengguncang tubuh gadis itu.

Dion menarik pelan-pelan tubuh gadis itu. Menyejajarkannya dengan tubuhnya, lalu menepuk-nepuk pipi Dara pelan.

"Dara, bangun!" panggil Dion tak santai. Beberapa kali dirinya mencubit, menampar, mengguncang tubuh gadis itu. Namun tidak ada hasilnya sama sekali.

"Dara ..." Suara Dion parau. Ia memeluk gadis itu. Tubuhnya mulai dingin. Dion terus mengguncang tubuh gadis itu berharap kalau ada keajaiban yang mengembalikan jiwa Dara.

DOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang