Bab 11 : Permintaan maaf

346 13 0
                                    

Kembali ke Kamar Aldrick

Keadaan Aldrick kini sudah membaik, meskipun luka di wajahnya masih memerlukan perawatan lebih lanjut.

"Ibu, izinkan aku bertemu dengan anak perempuan itu. Kumohon, boleh ya?" pinta Aldrick dengan wajah penuh harap.

"Tapi kamu masih sakit, Al. Tidak boleh banyak bergerak, nanti luka dalammu bisa terbuka lagi," larang Aorora khawatir. Psyche dan Aine mengangguk setuju.

"Tidak, Ibu. Aku sudah baik-baik saja. Kalau dia dihukum, pasti dia belum makan sejak aku tidak sadarkan diri, kan? Aku ingin bertemu dengannya. Tolong izinkan aku, Bu," desak Aldrick.

"Apa yang terjadi padamu, Al? Dia kan menyerangmu kemarin. Dia tidak pantas dimaafkan, apalagi bertemu denganmu lagi. Bisa-bisa dia menyerangmu lagi," ujar Psyche dengan nada tegas.

"Tidak, kalian salah. Aku akan dengan senang hati memaafkannya. Kumohon, Ratu Peri, bebaskan dia dari hukumannya," kata Aldrick, memohon dengan sungguh-sungguh.

Aine menghela napas panjang. "Baiklah, Aldrick. Aku akan membawa dia kemari, jadi kamu tidak perlu ke kamarnya. Tunggu di sini saja, ya."

🌻❄️

Di Kamar Banny Peri

Sesampainya di depan pintu kamar Banny, Aine merasa ada yang aneh. Segel yang ia buat sebelumnya kini telah hilang sepenuhnya. Ia segera masuk dan mendapati Banny sedang tertidur nyenyak.

"Hey, Banny, bangunlah. Hukumanmu sudah selesai. Temui Aldrick sekarang," ujar Aine sambil menggoyangkan tubuh Banny pelan.

"Hmm... apa sih? Aku lelah. Aku mau tidur saja, jangan ganggu aku," jawab Banny dengan nada malas.

"Aldrick sudah bangun. Dia ingin menemuimu. Ayolah," bujuk Aine. Namun, Banny tetap bergeming, memeluk bantalnya erat-erat.

Aine akhirnya menyerah dan kembali ke kamar Aldrick.

"Bagaimana, Ibu? Di mana anak perempuan itu?" tanya Aldrick dengan semangat.

"Dia masih tidur, Al. Lagipula ini masih malam. Tidurlah dulu, nanti pagi kau bisa menemuinya," jawab Aine lembut.

"Kalian berdua juga istirahatlah. Aku duluan ya," lanjut Aine, meninggalkan kamar.

"Psyche, aku akan tidur di sini bersama Al. Kau kembalilah ke kamarmu," kata Aorora.

"Baiklah. Selamat malam, Aorora, Aldrick," jawab Psyche sebelum pergi.

🌻❄️

Pagi Harinya Aine kembali ke kamar Banny dan menemukan anak itu sedang melamun sambil menatap ke luar jendela.

"Banny, apa kau tidak bosan berada di kamar ini?" tanya Aine.

"Tidak. Lagipula kau melarangku keluar, jadi lebih baik kuhabiskan waktuku di sini," jawab Banny datar.

Aine menghela napas. "Huft, dasar. Dengar, aku rasa kau tidak pantas menjadi anakku dengan sifatmu itu. Dan melihat identitas aslimu, kau tak perlu memanggilku ibu lagi. Tapi, aku tetap menganggapmu sebagai Putri Peri. Hanya saja, ingatlah, kau bukan anakku."

Banny tidak bereaksi, masih asyik menatap keluar jendela.

"Banny, apa kau mendengarkanku?" tegur Aine.

"Yah, sudahlah. Sekarang ayo kita tengok Al dulu," ajak Aine.

"Boleh," jawab Banny malas, mengikuti Aine.

Di Depan Pintu Kamar Aldrick

"Kau harus langsung meminta maaf dengan sungguh-sungguh pada Aldrick, mengerti, Banny?" Aine mengingatkan dengan tegas.

"Iya, iya, baiklah aku mengerti" jawab Banny kesal.

Tok tok tok.

"Al, kami datang," seru Aine.

"Masuklah," jawab Aorora dari dalam.

Ketika Banny masuk, Aldrick pun langsung tersenyum lebar.

"Akhirnya kau datang. Aku sangat, sangat berterima kasih padamu," ucap Aldrick tulus, senyumnya merekah.

Ucapan itu membuat para peri di ruangan itu bingung.

"Pangeran Al, aku ke sini hanya untuk meminta maaf padamu. Untuk kejadian itu, kau tidak perlu berterima kasih. Itu salahku, jadi aku harus menebusnya," kata Banny, mencoba merendah.

"Yang terpenting adalah kesembuhanmu. Kulihat luka di wajah dan tanganmu. Apa itu masih sakit?" tanya Banny, suaranya terdengar lebih lembut.

"Oh, ini? Terkadang masih berdarah, tapi aku baik-baik saja," jawab Aldrick sambil tersenyum kecil.

'Para Peri Bingung melihat interaksi kita'

"Tunggu, tunggu. Apa ini? Kau dan Aldrick terlihat akrab. Apa yang sebenarnya terjadi?" sela Psyche, tak bisa menahan rasa ingin tahunya.

Aldrick menjelaskan dengan rinci kejadian di dunia mimpinya dan bagaimana Banny membantunya.

"Oh, jadi dia ikut menyelamatkanmu dari dalam mimpi, ya? Pantas saja kau ingin bertemu dengannya," kata Aorora sambil tersenyum lega.

"Ada satu hal yang aku ingin tahu. Sebenarnya siapa namamu? Dan, apa dirimu sebenarnya? Anak sekecil kau tak mungkin memiliki kekuatan sebesar itu, kan?" tanya Aorora penasaran.

Banny menoleh ke arah Aine.

"Dia Banny Peri. Memang, kekuatannya luar biasa besar," jelas Aine.

"Dan umurku... anggap saja lima tahun. Aku akan menjadi adikmu, Al. Boleh kan aku memanggilmu Kakak mulai sekarang?" tambah Banny dengan nada ceria.

"Aku sangat berterima kasih padamu, Banny Peri," ucap Aorora tulus.

"Tentu kau boleh jadi adikku. Aku akan sangat senang! Dan, tolong ajari aku cara menggunakan kekuatan para peri, ya," pinta Aldrick dengan semangat.

"Hah? Kau belum bisa menggunakan kekuatan peri?" tanya Banny heran.

"Aku baru mendapatkannya kemarin, jadi belum terbiasa, haha," jawab Aldrick dengan tawa kecil.

'Pantas saja,' batin Banny sambil mengangguk paham.

'Jadi dia ikut membantu, ya,' pikir Aine, sebuah senyum tipis terlukis di wajahnya.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang