Bab 75 : Merelakan kepergiannya

60 3 0
                                    

"Karena aku membutuhkannya. Aku akan selalu membutuhkan dia. Aku berjanji akan selalu melindunginya," ucap Michael dengan penuh kesungguhan.

"Hmm."
Sang Dewa Kehidupan hanya berdeham pelan, tersenyum tipis mendengar ucapan Michael.

🪶

TIK.

Waktu mulai bergerak kembali seperti biasa, seolah tidak ada yang terjadi beberapa detik yang lalu.

"Banny..."
"Ratu..."
"Adik..."
Satu per satu mereka memanggil nama Azura, suara penuh harap bercampur kelegaan.

Michael tetap diam di tempat, menundukkan kepalanya, tak sanggup melihat apa yang sedang terjadi.

Lalu, sebuah suara yang sangat familiar menggema di ruangan.
"Kalian..."

Michael mendongak perlahan. Dewa Kehidupan yang sebelumnya menunduk kini mengangkat kepalanya, memperhatikan sosok yang baru saja berbicara.

"Banny... Ratu... Adik..."
Tangisan bahagia memenuhi ruangan ketika mereka melihat serpihan mutiara itu perlahan menyatu kembali, membentuk tubuh yang mereka kenal—Azura.

Lin, Kai, dan Aldrick langsung memeluknya dengan penuh emosi. Tangis mereka pecah.

"Azu..." lirih Michael sangat pelan, hampir tak terdengar.

Michael menutup matanya, merasa sangat bersyukur.
"Syukurlah... terima kasih, Dewa Kehidupan," ucapnya dalam hati.

Azura mulai menyadari keberadaan seseorang yang hanya berdiri diam, tak ikut mendekatinya. Ia menatap ke arah Michael.

"Tunggu, Kak."
Azura meminta Aldrick memberi jalan. Ia turun dari tempat tidurnya, lalu berjalan mendekati Michael.

Ketika ia berdiri di hadapan Michael, ia menatap sesuatu di tangannya.
"Aku merasa mengenal energi dari benda yang kau genggam itu," ujarnya penasaran.

Azura memegang tangan Michael, membuka genggaman itu perlahan.
"Gelang?" ucapnya sambil mengerutkan alis.

Azura memandangi gelang itu lama, seolah mencoba mengingat sesuatu.
'Aku merasa familiar dengan energi ini... tapi bagaimana mungkin? Aku baru bertemu dengannya.' pikirnya bingung.

"Apakah gelang ini milikmu?" tanyanya.

Michael hanya mengangguk pelan, tak berkata sepatah kata pun.

Azura tersenyum kecil.
"Oh, ya. Kau staf baru di sini? Siapa namamu?" tanyanya dengan nada ringan.

DEG.

Pertanyaan itu membuat Michael terdiam. Matanya membelalak, tak percaya. Azura... tidak mengingatku.

"Hei," Azura melambaikan tangan di depan wajah Michael.
"Kau kenapa? Apa kau baik-baik saja?"

Michael tetap bungkam. Pikirannya kosong, tenggelam dalam kenyataan bahwa ingatan Azura tentang dirinya telah hilang.

"Sudah, Banny. Kembalikan gelang itu padanya," perintah Aldrick dengan nada tegas.
"Dan kau," ia menatap Michael tajam. "Pergilah dari sini. Jangan pernah mendekati adikku lagi."

Azura menoleh ke arah Aldrick.
"Tidak, aku ingin memakai gelang ini." ia memprotes.
"Lagipula, dia tidak keberatan aku mengambilnya, bukan?" Azura menatap Michael.

Michael yang masih terpukul hanya menjawab lirih, "Ya, tidak apa-apa."

Aldrick mendesah berat, mencoba menahan amarah.
"Huft. Yasudahlah. Tapi kau," ia menunjuk Michael. "Cepat pergi dari sini dan jangan kembali."

Para peri, Lin, dan Kai yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam. Mereka tak percaya bahwa Aldrick, yang biasanya tenang, kini begitu keras bahkan kepada seorang dewa demi melindungi adiknya.

Michael hanya menundukkan kepala. Ia tahu Aldrick benar, dan ia tak punya hak untuk tetap berada di sana.

Tanpa perlawanan, Michael melangkah keluar dari kamar Azura. Di dalam hati, ia merasa lega. Azura telah kembali, meski tanpa ingatan tentang dirinya.

Namun, itu cukup baginya.

"Terima kasih, Azura..." gumamnya pelan sambil berjalan pergi, menahan air mata.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang