Bab 73 : Kesalahan Terbesar

58 3 0
                                    

POV Michael
"Sudah hampir seminggu sejak pertarunganmu dengan Tarisha berlalu," gumam Michael dengan nada pilu.

"Tapi kenapa kau belum juga bangun, Azu?" ucapnya lirih sambil menyentuh pipi Banny yang dingin.

"Kau bilang hanya ingin beristirahat sebentar... tapi kenapa sampai sekarang kau belum juga membuka matamu?" Bisikan sendunya menggantung di udara, penuh rasa bersalah.

"Tarisha benar... semuanya adalah salahku."

Kebencian yang membara, pertarunganmu dengan dia, kematiannya, dan kini kau yang terbaring tak berdaya. Semua ini salahku...

Michael menggenggam tangan Banny, matanya mulai berkaca-kaca. "Azu... sekarang aku harus bagaimana?" tanyanya, semakin tenggelam dalam keputusasaan.

POV End

❄️

Dua hari kemudian

"Huft, sudah lama sekali aku tidak mengunjungi adikku. Kurasa tugasku di dunia manusia bisa kutinggalkan sebentar," ujar Aldrick sambil menghela napas panjang.

"Apa Banny sudah sadar?" tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran.

Namun, Aldrick mencoba menenangkan hatinya. "Tapi sepertinya aku tak perlu terlalu cemas... aku yakin dia akan selalu berada di dekat adikku," gumamnya pelan, seolah meyakinkan dirinya sendiri.

Setibanya di alam peri, Aldrick langsung menuju kamar Banny.

Tok tok tok

Aldrick mengetuk pintu dengan pelan, tak ingin mengganggu siapa pun yang mungkin ada di dalam kamar itu.

Tok tok tok

"Banny..." panggil Aldrick dengan lembut.

Namun, ia mendengar suara lirih dari balik pintu.

"Mi...cha... Mi...cha..."

Banny terus menyebut nama Michael berulang kali dengan suara pelan.

DEG.

Aldrick terkejut. Ia tak bisa menahan diri dan langsung mendobrak pintu dengan kekuatannya.

"Adik...!" seru Aldrick, matanya membelalak melihat apa yang terjadi di hadapannya.

❄️

Sementara itu, di Dimensi Kematian

Rintik hujan membasahi dunia kelam tempat tinggal sang Dewa Kematian.

'Bagaimana keadaan Azu sekarang?' pikir Michael sambil menatap jauh ke depan.

'Aku merasa menjauhinya adalah keputusan buruk. Aku selalu mengkhawatirkannya... Tapi aku harus bertanggung jawab atas kesalahanku. Untuk sementara ini, aku harus...'

"Michael!" suara lembut namun tegas memotong lamunannya.

"Iya, Ibu," sahut Michael, berbalik menatap sang Dewi Kematian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya, Ibu," sahut Michael, berbalik menatap sang Dewi Kematian.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya ibunya, wajahnya tampak penuh tanda tanya.

Michael belum sempat menjawab ketika sang ibu melanjutkan pertanyaan lain.

"Kenapa kau tidak berada di alam peri? Apa Azura sudah siuman? Di mana dia sekarang?"

"Azura ada di alam peri... Dia masih belum sadar," jawab Michael dengan suara lirih.

DEG.

Jawaban itu membuat sang ibu tertegun. Kekhawatiran terpancar jelas dari wajahnya.

"Ada apa, Ibu?" tanya Michael bingung melihat ibunya terdiam.

"Cepatlah kembali ke alam peri, Michael," perintah ibunya tiba-tiba, suaranya menggambarkan kegelisahan yang mendalam.

"Tapi kenapa, Ibu?"

Sebelum Michael selesai berbicara, ia menyadari sesuatu yang familiar berada di genggamannya—sebuah gelang yang ia kenal betul.

'Azu?' batin Michael terkejut sekaligus panik.

Tanpa berpikir panjang, ia langsung bergegas pergi ke alam peri, meninggalkan ibunya tanpa berkata sepatah kata pun.

Fairy Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang