Hari itu berlalu dengan cepat, dan malam pun tiba. Di Asrama Hijau, suasana terasa membosankan. Vidi dan Vo, yang biasanya sibuk meracik bahan kimia, hanya berbaring di kasur mereka karena kehabisan bahan dan belum sempat mengambil lagi. Banny sibuk bermain-main dengan sihirnya, sementara Michael duduk di sudut ruangan membaca Death Note-nya.
"Bosan sekali... Aku ingin ramen," keluh Banny tiba-tiba.
Michael, yang mendengar itu, segera mendekat. "Mau kubelikan?" tanyanya dengan nada penuh perhatian, berdiri tepat di depan Banny.
'Heh, dasar bucin,' batin Vo dan Vidi serempak, menatap Michael dengan datar.
"Tidak usah, terima kasih," jawab Banny sambil duduk di pinggir ranjangnya.
"Tidak apa-apa. Kalau kau ingin ramen, biar aku belikan, Azura," ucap Michael sambil mengambil beberapa helai rambut Banny dan menciuminya dengan lembut.
"Michael, salah satu peraturan di akademi ini adalah melarang tindakan tidak senonoh. Kau sadar, kan, apa yang kau lakukan itu melanggar?" tegur Vidi serius.
"Vidi, kau lupa siapa aku? Aku ini Dewa. Apa perlu aku kirim kau ke akhirat dulu supaya kau tahu siapa yang lebih berkuasa di sini?" ancam Michael sambil mengeluarkan Death Note-nya.
"JANGAN!" bentak Vo sambil langsung memeluk lengan Vidi, mencoba menenangkan situasi.
"Oh iya, ngomong-ngomong, aku tahu kalian berdua diam-diam menjalin asmara, kan?" sindir Michael, membuat keduanya terkejut.
Krauk.
Suara gigitan apel tiba-tiba memecah ketegangan.
"Apa? Lanjutkan saja pertengkarannya. Aku ingin menonton sambil makan apel," kata Banny santai.
Michael mendengus kesal, lalu menghilangkan Death Note-nya dan beranjak keluar ruangan tanpa mengatakan apa pun.
"Kalian mau apel?" tawar Banny, mengulurkan buahnya.
"Tidak, terima kasih, Tuan Putri," tolak Vo dan Vidi serempak.
"Jadi, sejak kapan kalian jadian?" tanya Banny penasaran, mengalihkan pembicaraan.
"Aku menyukai Vidi sejak pertama kali masuk ke sini. Aku kagum padanya," jawab Vo malu-malu.
"Hooo... hm hm," gumam Banny mengangguk paham. "Kalau kau, Vidi, sejak kapan?"
"Entahlah. Mungkin sejak aku tahu dia pandai meracik bahan kimia seperti aku. Lagipula, dia satu-satunya manusia di sini, jadi aku tertarik," jawab Vidi pelan.
"Hmm, begitu ya. Terus, kapan kalian resmi jadian?"
"Itu sejak kau tak sadarkan diri. Michael hampir tidak pernah tidur di asrama, dan kami sadar dia selalu tidur di ruang kesehatan untuk menjagamu," jelas Vidi.
"Oh, sejak Michael jarang tidur di asrama, ya." Banny terdiam sejenak, lalu menyadari sesuatu. "Tunggu, dia tidur di ruang kesehatan?!"
"Iya, sejak itu. Karena beberapa kali Vo mengalami mimpi buruk dan selalu terbangun malam-malam, aku sesekali tidur di kamar perempuan untuk menemaninya," tambah Vidi.
"Tapi bukankah di kamar ini ada sensor? Kalau kalian tidur di ruangan yang sama, sensornya pasti berbunyi. Kok kalian bisa lolos begitu saja?" tanya Banny bingung.
"Kami juga tidak tahu, Tuan Putri," jawab Vo akhirnya.
'Sepertinya Michael menghancurkan sensornya waktu pertama kali dia ke sini. Pantas saja dia berani,' batin Banny.
"Kalian nggak melakukan hal yang macam-macam, kan?" tanya Banny, curiga.
"Apa yang Tuan Putri pikirkan?! Aku tidak berani melakukan itu!" sangkal Vidi dengan wajah memerah.
"Hahaha. Baiklah, aku percaya pada kalian," kata Banny sambil tersenyum.
❄️
Beberapa jam berlalu, tapi Michael belum juga kembali.
'Setengah jam lagi sekat akan muncul, tapi ke mana dia?' batin Banny, mulai khawatir.
"Teman-teman, aku mau cari Dewa bodoh itu dulu, ya," pamit Banny.
"Ciee, dicariin, nih!" goda mereka serempak.
"Apaan sih! Kalau dia hilang, aku yang kena omel kepala sekolah nanti," jawab Banny sambil melambaikan tangan dan keluar dari kamar.
❄️🪶
Setelah mencari ke sana kemari, Banny akhirnya menemukan Michael sedang duduk di atas pohon di taman.
"Hoy, ngapain duduk di atas pohon? Di bawah banyak bangku kosong, tahu," tegur Banny.
"Michael, ayo buruan pulang ke asrama," ajaknya, tapi Michael tetap diam.
Merasa diabaikan, Banny akhirnya terbang dan duduk di sampingnya.
"Kenapa?" tanya Banny, mencoba memancing pembicaraan.
Namun, Michael tetap bungkam. Hening menyelimuti mereka hingga akhirnya keduanya serempak berkata, "Maaf."
"Hah?" Mereka saling memandang bingung.
"Kau duluan saja, Azura," ujar Michael mempersilakan.
"Kau saja. Apa yang mau kau katakan?" balas Banny.
"Huh, baiklah." Michael menghela napas. "Aku ingin minta maaf karena baru bisa datang di tahun terakhir akademi. Padahal aku ingin lebih lama bersamamu. Tapi tadi aku diberi tahu, waktuku di sini hanya sampai kelulusan. Setelah itu, aku harus kembali menjalankan tugasku."
"Sudah waktunya, ya..." lirih Banny, pikirannya melayang pada ayah dan ibunya yang telah bereinkarnasi.
"Maaf," ulang Michael pelan.
"Jadi, Azura, kau minta maaf untuk apa?" tanyanya.
"Ah, aku..." Banny ragu sejenak. "Aku minta maaf karena menghilang tanpa memberi penjelasan apa pun padamu waktu itu, Micha."
"Karena perjodohan kita?" tebak Michael.
"Bukan, Micha. Aku menolakmu karena ada seseorang yang menyukaimu sejak kecil. Dia benar-benar menyukaimu dan—"
"Kalau yang kau maksud Tarisha, aku sudah menolaknya, Azura. Aku tidak peduli." Michael memotong ucapan Banny tegas. "Dia bahkan membahayakanmu dan memperlakukan teman-teman kita dengan buruk."
"Jangan salahkan dia, Micha..."
"Berhenti membela dia, Azura! Aku membencinya," ujar Michael kesal.
Michael bangkit. "Lebih baik kita kembali ke asrama sebelum sekat tertutup," katanya. Ia langsung menggenggam tangan Banny dan menteleport mereka kembali ke kamar.
❄️🪶
Setelah sampai, mereka hanya diam tertunduk. Hingga akhirnya, salah satu dari mereka melepaskan genggaman tangan dan berbalik arah tanpa bicara sepatah kata pun. Sekat yang memisahkan ruangan itu akhirnya muncul.
Vidi dan Vo, yang menyaksikan, hanya bisa saling pandang kebingungan.
"Tuan Putri, ada apa?" tanya Vo.
"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa sedikit lelah," jawab Banny sebelum membenamkan dirinya di balik selimut.
.
.
.
.
'Kenapa kau selalu menyangkal perasaanmu sendiri, Azura?' batin Michael, yang hanya bisa memandang ke arah sekat.
.
.
.
.
'Aku membenci perasaan ini,' pikir Banny sambil memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...