Sudah satu semester berlalu sejak Fay peri, dipanggil ke kantor sekolah. Kini ia tidak lagi mengganggu Banny dan kedua teman manusianya, Vo dan Vidi. Kehidupan sekolah mereka pun kembali tenang. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Di balik layar, Fay sedang merencanakan sesuatu yang lebih kejam untuk benar-benar menindas ketiga murid yang ia anggap lemah itu.
KRING KRING KRING!
Bel berbunyi, menandakan waktu belajar telah usai. Semua murid keluar dari kelas, termasuk Banny dan kedua temannya.
"Menurut kalian, bagaimana pelajaran fisika, kimia, dan biologi tadi?" tanya Banny sambil berjalan di koridor.
"Agak membuat pusing sih, tapi seru! Aku suka saat tiga pelajaran itu digabung di hari yang sama," jawab Vo dengan penuh semangat.
"Sebenarnya, itu termasuk mata pelajaran yang sulit di dunia manusia. Tapi aku sudah terbiasa," ujar Vidi santai.
"Hahaha, kalian memang manusia-manusia jenius," puji Banny sambil tertawa kecil.
Dalam hati, ia berpikir, 'Padahal, sepertinya bukan cuma di dunia manusia, pelajaran ini juga sulit bagi murid-murid di sini' Ia melirik para murid lain yang berjalan lesu dengan wajah kelelahan.
Setelah itu, mereka bertiga berjalan menuju asrama, melewati lorong yang sepi.
"Oh iya, besok kita ada pelajaran geo... uhh, Tameng pelindung!" seru Banny tiba-tiba.
BLARR!
Sebuah serangan sihir api melesat ke arah mereka. Untungnya, Banny sudah merasakan keberadaan musuh sebelumnya dan segera menciptakan tameng pelindung.
"Refleksmu bagus juga, ya. Dan kau bahkan bisa menahan seranganku. Menarik." Suara dingin Fay terdengar dari ujung lorong. "Aku beri kau tawaran: bergabunglah dengan kami."
"Kami?" tanya Vidi bingung. Sementara itu, Vo tampak gemetar ketakutan di belakang Banny.
"Iya, kami. Aku memutuskan untuk mengikuti Fay. Sepertinya, mengganggu kalian bertiga akan sangat menyenangkan," ujar sosok lain yang muncul di belakang Fay.
"Kau... Kau adalah Navi, peri pengendali pikiran!" seru Vo dengan suara bergetar.
Navi
"Oh, kau mengenalku? Hehe, rasanya aku cukup terkenal," jawab Navi sambil tersenyum bangga.
Navi kemudian menoleh ke Fay. "Peri yang melindungi mereka ini cukup kuat. Apa kau sudah menawarkan dia untuk bergabung dengan kita?" tanyanya sambil menunjuk ke arah Banny.
"Sudah, tapi dia belum menjawab," jawab Fay dengan santai. "Jadi, bagaimana, Banny? Apa kau mau bergabung?"
Banny menghela napas panjang. "Aku... terlalu malas untuk mengganggu orang lain. Aku menolaknya," jawabnya dengan nada malas.
"Huh, padahal aku sudah berbaik hati menawarkanmu. Kalau begitu, kau akan diperlakukan sama seperti mereka," ujar Fay dingin.
Tanpa peringatan, serangan api kembali meluncur, menghantam tameng Banny berkali-kali. Tameng itu mulai retak.
PRANG!
Tameng pelindung Banny pecah, dan mereka bertiga terpental ke belakang.
"Maafkan aku, teman-teman. Aku tidak bisa mempertahankan tameng itu," lirih Banny dengan penuh penyesalan.
"Jangan minta maaf, Banny!" kata Vo dan Vidi hampir bersamaan.
"Kupikir tamengmu sangat kuat. Ternyata mudah sekali menghancurkannya," ejek Fay sambil tersenyum sinis.
Vidi berdiri dengan penuh keberanian. "Baiklah, aku akan melawanmu. Aku pernah belajar taekwondo. Setidaknya, aku ingin mencoba."
Namun, perlawanan Vidi hanya bertahan dua menit. Ia akhirnya terpental keras ke belakang dan hampir menabrak tembok. Untungnya, Banny berhasil menciptakan tameng di sekelilingnya tepat waktu.
"Akkh... Uhuk, uhuk..." Banny terbatuk, dan darah keluar dari mulutnya.
"Banny! Kau terluka!" seru Vo cemas.
BRAK!
Ucapan Vo terpotong ketika serangan lain menghantam Banny, membuatnya terpental ke pagar runcing yang telah disiapkan oleh Fay dan Navi. Pagar itu menusuk perutnya. Darah mengalir deras dari tubuhnya.
"BANNYYY!" teriak Vo dan Vidi bersamaan. Mereka segera bangkit dan berlari ke arah Banny.
Fay tersenyum puas. "Tugasku selesai. Sekarang giliranmu, Navi. Pergi dan lakukan bagianmu."
"Baik, Fay," jawab Navi sambil melangkah pergi untuk melaksanakan tugasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairy Queen
FantasyAku, seorang anak dari Dewa Kehidupan, harus menjalani reinkarnasi ke Alam Peri dan hidup sebagai seorang putri di sana. "Hah... pasti merepotkan," ujarku dengan nada malas. Bagaimana kelanjutan hidup anak Dewa Kehidupan ini? Apa yang membuatnya sel...